Ide Juara yang Sederhana, Sebuah Ide untuk Jakarta


Saya mengikuti sebuah lomba penulisan esai bertema “Solusi untuk Jakarta” yang diselenggarakan oleh Komunitas Masyarakat Indonesia (KMI) Belanda. Yang menarik tentu saja hasilnya. Saya menjadi juara dari 54 peserta di Asia, Australia, Amerika dan Eropa. Hasilnya sudah jelas, saya ingin mengungkap cerita di baliknya.

Suatu ketika saya melihat pengumuman lomba ini di milis OISAA atau Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia (PPI Dunia). Sebagai orang yang sangat mudah tergoda dengan kompetisi dan kesempatan menulis, saya langsung ingin ikut. “Topiknya apa?” Itu pertanyaan yang pertama kali muncul. Pertanyaan kedua adalah “apa saya memiliki keahlian yang cocok untuk bicara solusi bagi Jakarta?” Melihat persoalan yang begitu kompleks, sangat mudah untuk menjadi tidak percaya diri ketika berbicara solusi untuk Jakarta. Selain itu, ketika bicara solusi, sangat mudah untuk menjadi minder karena yakin pastilah ada ribuan kalau tidak jutaan orang yang lebih mumpuni dari saya.

Meski ragu, saya toh nekat juga. Ada satu kesimpulan yang akhirnya membuat saya tetap menulis: tugas saya hanya menuliskan ide, bukan menilainya. Maka dari itu, saya menulis saja dan kemudian menyerahkan pada yang punya kuasa untuk menghakiminya. Saya terinspirasi oleh interaksi saya dengan Lita dan Asti selama ini dalam menjalani cinta segi tiga. Kami berinteraksi dengan Skype. Selain itu, kuliah jarak jauh hasil prakarsa Pak Imam Baihaqi (ITS, Surabaya) dan Pak Ali Hapsah (Kabupaten Paser, Kaltim) juga menguatkan ide saya. Interaksi saya dengan kakak ipar, Mas Wawan, yang sedang mengembangkan perusahaan, BMT, degan solusi teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi inspirasi. Singkat kata, saya menulis “Berkantor di Dunia Maya: Mengatasi Kemacetan Jakarta dengan Kebijakan Bekerja dari Rumah”. Saya yakin pembaca bisa membayangkan isinya.

Betul, idenya dan penulisannya pun sederhana sekali. Tidak memerlukan ilmu tinggi untuk memahaminya. Karena sederhananya, saya bahkan yakin bahwa tulisan ini akan terasa biasa saja jika dibaca oleh kawan-kawan saya. Yang merisaukan misalnya adalah referensi tulisan saya yang tidak sekuat tulisan ilmiah yang biasa saya baca. Saya ragu, ini akan mengundang cibir. Saya membayangkan juga, teman-teman yang membaca tulisan ini akan berpikir “biasa saja” meskipun mungkin tidak mengatakannya. Ada segudang ketakutan dan kekhwatiran yang membuat saya ragu. Dibuat dalam waktu semalam, saya sempat diamkan tulisan itu karena ragu. Sejurus kemudian saya teringat lagi bahwa tugas saya hanyalah menulis, bukan menghakiminya. Keesokan harinya, saya mengirimkan pada panitia. Sayapun melupakannya karena ada tugas lain yang harus dikerjakan.

Tadi pagi saya mendapat email mengejutkan dari panitia lomba. Saya dinyatakan menang. Apa pasalnya? Entahlah, lagi-lagi saya tidak tahu persis. Saya hanya teryakinkan oleh kalimat “[e]ssai yang bapak tulis yang berjudul: “Berkantor di Dunia Maya: Mengatasi kemacetan Jakarta dengan Kebijakan Bekerja dari Rumah” mendapatkan nilai rata-rata tertinggi dari juri kami.” Kalau boleh menduga, kemungkinan karena ide ini relatif mudah untuk diterapkan. Bagi Jakarta, idenya tidak di awang-awang. Itu keyakinan saya, entahlah.

Kemenangan ini membuat saya belajar. Bahwa kita kadang salah mengukur dan menakar diri sendiri. Baik dan buruk itu begitu relatif dan kesalahan umum yang kita lakukan adalah buru-buru menuduh bahwa kita tidak akan menang.

Meski demikian, saya tetaplah yakin bahwa saya bukanlah orang dengan gagasan terbaik untuk Jakarta. Yang tidak menang adalah mereka yang tidak lomba. Itu saja. Pencapaian paling penting dari kemenangan ini adalah keberhasilan saya mengalahkan ketakutan. Ketakutan bahwa gagasan saya tidak akan ada apa-apanya dibandingkan ide mereka yang lebih ahli. Saya belajar, jika saya memilki perasaan dan kekhawatiran seperti itu, orang lain pasti juga punya. Maka jika ada orang yang mengurungkan niat untuk menyampaikan gagasan hanya gara-gara takut dan merasa idenya tidak sempurna, maka saya pastikan itu bukan saya. Dengan begitu saya meraih kemenangan.

Seperti kisah telur Colombus, tulisan saya ini bukanlah hal baru. Saya yakin seyakin yakinnya banyak yang punya ide serupa dan bisa menuliskannya dengan sangat baik. Yang membuat saya menang hanya satu: saya menuliskannya, mereka tidak. Lebih sederhana lagi: saya tahu ada lomba, mereka mungkin tidak. Seperti kata Columbus, ini bukan soal sulit atau hebat tapi soal melakukan hal yang tidak [sempat] dilakukan orang lain. Persoalannya kadang sesederhana: mau menuliskan kisah atau tidak. Betul kata Deepak Chopra bahwa kita semestinya believe, take action and tell stories. Baik atau buruk, kisah ini (pdf) saya persembahkan untuk Jakarta yang menjadi sebagian dari wajah negeri kita.

Kata kunci: Jokowi, Ahok, Faisal, Basri, Foke, Nara, Biem, pilkada, hitung, cepat, quick, count, Jakarta, calon, gubernur

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

33 thoughts on “Ide Juara yang Sederhana, Sebuah Ide untuk Jakarta”

  1. Mantap! Selamat Mas! Silakan idenya dilanjutkan kepada Tim Sukses Jokowi dan Ahok. Salah satu TS-nya kan kawan kita juga? 😉 Mudah2an benar2 bisa diterapkan ide bekerja dari rumahnya..

    Subhan Zein

  2. “ini bukan soal sulit atau hebat tapi soal melakukan hal yang tidak [sempat] dilakukan orang lain” I love this quote 🙂 dan saya suka membaca tulisan2 bapak. banyak yang sederhana dan mudah saya pahami (sbg orang awam). hehehehe.

  3. slamat Bli atas juaranya, walau saya blum baca karena masih sedang mendownload versi pdfnya namun judulnya yang sederhana itu mampu menggugah. smga ilmu menulis essai sederhanayna menular pada orang2 :). skali lagi selamat Bli Andi

    salam hormat

  4. Another inspiration from you Bli, bahwa sesuatu yang luar biasa ada di dekat keseharian kita dan berpikir down-to-earth. Thanks for sharing!

  5. q bru selesai baca “cincin merah di barat sonne” bagus bgt, ternyata bahasan yg berat bisa jdi asik klo di tulis secra ringn, kyak baca novel walaupn mash jauh klo sma “marymah karpov” 🙂 karna mang beda genre ny, fiksi n non fiksi tpi sma asikny n sama dpet ilmuny, klo q lbih penikmat bacaan ga bsa nulis, dari semuany q pling suka “wan segin” sumpah sampe sakit perut walaupn ga sampe kyak mabuk lautny bli he..he…ada buku lain?

  6. wahhh selamat ya mas.. kalau saya seringnya kalah tuh melawan ‘saya’ yg lain di otak yg seringkali menyurutkan niat untuk mencoba ini itu, hehehe… harus lebih kuat berjuang sepertinya, sehingga bisa: believe, take action and tell stories. sampai sekarang menangnya cuma bisa nulis uneg2 di blog saja, belum sampai tahap lomba-lomba, apalagi pernah menang. selamat sekali lagi 🙂

  7. banyak orang yang bukan belum sempat menulis….tapi tidak mampu menulis sebaik kau Ndi….itu masalahnya. Well done. you did it again….juara.

  8. Selamat Mas Andi. Telur si Columbus membuka kebuntuan. Semoga kian sukses dan senantiasa berbagi rasa 🙂

  9. Selamat ya mas Andi…anda sangat murah hati dan punya semangat berbagi yang luar biasa…pengalaman2 mas Andi sangat2 menginspirasi …:)
    saya sangat beruntung menemukan blog anda….

  10. I have just read it…! I think I agree with the solution..smart..! due to the ‘Threat’ of the SWOT analysis,actually it had crossed in my mind before reading that part.
    BTW, I like this quote ” tugas saya hanyalah menulis, bukan menghakiminya”.

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: