Cinta Segitiga


Orang Bali punya pepatah, “bukit johin katon rawit” yang mirip dengan ungkapan Jawa “sawang sinawang”. Ungkapan ini kira-kira bermakna bahwa yang terlihat dari jauh kadang selalu mulus, indah dan halus. Kenyataannya belum tentu demikian. Hal ini sedang saya alami bersama keluarga.

Beberapa saat lalu kami bergembira karena Asti berhasil memenangkan beasiswa ADS yang bergengsi itu, saat ini kami dihadapkan pada situasi yang tidak satu keluargapun mengidam-idamkannya. Malam ini Asti terbang ke Bali untuk mengikuti pelatihan, saya masih berjuang di Wollongong dan Lita ditemani mbahnya sekolah di Jogja. Saat menulis ini saya melihat Asti dan Lita berkemas di Jogja lewat Skype Video Chat. Dalam kelakar saya menyebutnya sebagai “cinta segitiga: Bali, Jogja, Wollongong”. Bagi yang sudah berkeluarga dan punya anak, rasanya tidak perlu saya kisahkan dengan kata-kata betapa tidak mudahnya ini semua. Yang muda dan belum menikahpun saya kira bisa mereka-reka. Semua orang pernah jadi seorang anak, setidaknya.

Repotkah kami? Pasti. Ruwetkah hidup kami? Jangan tanya. Tapi menyesalkah kami? Sama sekali tidak. Namun kekalutan pasti datang dan perasaan panik pasti menyerang dan itu tidak jarang. Kami toh manusia biasa saja. Daripada menyesali dan menjadi semakin ruwet saya memilih untuk mensyukuri segala kebaikan yang telah terjadi. Pertama, tentu saja mensyukuri beasiswa yang diperoleh Asti, meskipun perjuangan masih panjang dan sulit. Kedua karena kami memiliki orang tua juara satu seluruh dunia yang mendukung tanpa bertanya. Ketika karena keluarga besar dan sahabat kami hanya menyediakan dukungan dan dukungan, lain tidak. Yang paling istimewa adalah karena Lita yang memiliki kemampuan kerjasama yang luar biasa.

Banyak teman saya bertanya apakah Lita tidak menangis ditinggal Ibunya ke Bali sementara ayahnya jauh di negeri orang? Saat ditanya apakah Lita sedih, dia selalu menjawab sedih namun tidak pernah menghadirkan kesulitan lebih dari itu. Lita tahu sejak awal dia akan ditinggal dan sudah bersedia melakukan persiapan bersama, membiasakan diri beraktivitas tanpa ibu dan ayah. Lita bukanlah anak yang super disiplin, saya harus akui. Dia begitu dinamis dan kadang menimbulkan kesulitan tersendiri karena karakternya yang keras. Tidak mudah menghadapi Lita. Ini juga terjadi pada guru lesnya yang disiapkan khusus karena Lita akan ditinggal ibu dan ayahnya. Kami juga berterima kasih pada guru les Lita yang telah mendukung perjuangan kami.

Tidak bisa dipungkiri, Lita tidak akan mendapatkan semua hal seperti layaknya jika kami ada di sampingnya. Saya berharap perpisahan sejenak ini akan berkontribusi positif dalam pembentukan karakternya. Saya berterima kasih pada Lita yang tanpa pengertiannya, kami tidak akan bisa mengambil kesempatan baik ini. Juga kepada siapa saja yang mendoakan dengan tulus perjuangan kami. Memang sebuah kesuksesan bukanlah “anak tunggal”. Ada tak terhitung banyaknya orang yang berjasa bagi keberhasilan seseorang, kini kami memahami ini dengan lebih baik lagi. Maka jika hanya ada satu saja doa yang akan dikabulkan maka saya mohon agar dijadikan orang yang bisa tersenyum tulus melihat keberhasilan orang lain. Seandainya saya boleh bangga karena satu alasan, saya ingin alasan itu adalah karena diberi kesempatan menjadi bagian dari keberhasilan orang lain, betapapun kecilnya.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

15 thoughts on “Cinta Segitiga”

  1. Segalanya dimudahkan Tuhan krn Pak Andi dan keluarga selalu bersungguh2. Dan karena semuanya pun akan indah pada waktunya. Salam buat Lita, pejuang cilik yg tangguh.

  2. Membaca tulisan di atas membuat saya secara sukarela mengacungkan 4 JEMPOLSZZ..untuk perjuangan dan ketabahan Mas Andi sekeluarga….. Hal dengan “tema” yang sama juga tengah saya alami….yaitu…mempersiapkan bekal bahasa inggris untuk jagoan kecil saya yg baru berusia 5 tahun..dengan maksud supaya si bocah ” tidak gagap budaya dan bahasa” ketika saya boyong ke aussie.

    Bagi keluarga yang tinggal di pusat kota mencari tempat les pasti sangat mudah.., namun bagi kami yang berlokasi agak menepi dari ibu kota (meskipun konon masih di wilayah jabodetabek) tidak mudah menemukan tempat-tempat tersebut.Akhirnya terpaksa saya masukkan bocah saya ke salah satu lembaga bahasa yang ada di kota depok…( dari sekian banyak tempat, hanya dua yang mempunyai program utk usia “3 to 6″).

    Kendala yang kemudian muncul adalah jarak yang sangat jauh dan ragam transportasi darat yang harus di tempuh oleh si bocah dan embak yang mengantarnya, …mulai dari ojek hingga tiga kali berganti angkutan umum…belum lagi kendala cuaca yang sering tidak bersahabat.

    Meleleh air mata saya melihat perjuangan dan kesabaran si jagoan kecil…seraya berkata kepadanya….”bahwasannya setiap…cita-cita membutuhkan doa dan perjuangan..dan adek….telah melakukan keduanya…”. Semoga perjuangan dan kesabarannya putra-putri kita dapat menempa semangatnya supaya kelak mempunyai ketangguhan dan kegigihan sekeras baja dalam meraih cita-citanya…amien.

  3. selamat berjuang pak… juga untuk ibu dan Lita… perjuangan yang juga akan kami jalani, beruntungnya Salman masih bisa tinggal dengan Bapaknya… sebuah perjuangan… karena orang Jawa Timur bilang, “jer basuki mawa beya”, atau dalam bahasa antah barantah juga dikenal “no gain without pain” hemmmm…. Semangaaaat!!!! Mudah-mudahan nanti bisa berkenalan dengan ibu Asti….:)

  4. saya baru menemukan blog bli andi dan membaca tulisan-tulisan bli…. terharu membaca perjuangan satu keluarga kecil ini. saya sudah menikah sedang mengandung dan mendapatkan kesempatan belajar ke jakarta selama 3 bulan meninggalkan suami di bali. rasanya sudah beraaaaaat sekali, tp membaca tulisan ini keadaan saya belum ada apa2nya…:) semangat untuk keluarganya ya bli:)

  5. Dalam hidup ini segala tindakan baik ataupun buruk masing-masing memiliki resiko.Pun terkadang putra-putri kita juga ikut terkena, walaupun terkadang kita berdalih apa yang kita lakukan adalah untuk kebaikan mereka. sebagai seorang ibu yang bekerja diluar rumah meninggalkan anak,I really understand and how hard this situation is. But there’s still a hope, that God will help those who keep trying to give their hand and be useful for other people.

  6. Salam. Pak Andi, rasanya saya mengerti kegundahan yang dirasakan pada saat menulis tulisan di atas. Alhamdulillah saya mendapat kepercayaan melanjutkan studi ke UQ, insya Allah mulai semester awal tahun 2015. Anak saya, Ghazi, sekarang baru berusia 8 bulan. Berencana saya titipkan ke orang tua di kampung, sementara suami berada di ibukota Indonesia. Suami juga mendukung keputusan lanjut studi saya ini. Berbagai opsi kami telaah untuk saya bisa membawa si kecil ke negri seberang. Tapi belum ada titik terang. Semakin mendekati hari H semakin galau jika mengingat harus berpisah fisik sementara dengan Ghazi. Banyak jempol untuk pak Andi, bu Asti dan dhek Lita. Semoga apa yang harus kami hadapi nanti bisa menjadikan berkah, berbuah manis dan bermanfaat, tidak hanya untuk kami tapi juga untuk orang lain. Aamiin. Salam.

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: