
Aku melesat meninggalkan loket tiket di stasiun Pondok Cina, bergegas mendekati kereta yang sebentar lagi berlalu. Hampir setengah sebelas malam, ini adalah kereta terakhir yang akan membawa penumpang ke arah Bogor. Aku tidak punya pilihan lain, aku tidak boleh terlambat jika tidak ingin tertinggal. Hari telah larut, aku tidak begitu paham pilihan transportasi dari kawasan Depok ke Bogor selain kereta.
Kurang dari semenit setelah aku menginjakkan kaki di gerbong paling belakang, kereta perlahan melaju. Aku lega, aku berhasil memasuki kereta terakhir malam itu. Dengan nafas masih terengah, aku meraihh pegangan yang berjuntai di atasku. Tidak ada tempat duduk yang kosong, akupun berdiri. Sambil mengatur nafas, aku perhatikan sekeliling. Di satu sudut, ada seorag perempuan muda yang asyik dengan HPnya, sekali-sekali melirik ke arahku yang baru datang dan masih tersengal. Tidak lama, dia kembali tenggelam di layar HPnya tetapi seperti ada senyum yang tersungging di bibirnya. Ada getaran yang berbeda dari senyum itu. Entahlah.
Tanpa kusadari sebelumnya, dua orang perempuan lain yang tidak jauh dari tempatku berdiri saling bebisik. Mereka berusaha tidak terlihat jelas tetapi aku tahu gerakan itu. Bagaimanapun juga, aku bisa merasakan ketidakwajaran itu. Lepas berbisik, lirikan mereka mengarah padaku, lalu ada senyum simpul yang berusaha mereka sembunyikan. Mereka memperhatikan aku rupanya. Sambil mengulum senyum mereka kembali khusuk melakukan ritual dengan HP masing-masing. Meskipun mereka tidak menyapa, aku yakin mereka membicarakan aku. Pastilah aku istimewa di mata mereka. Tapi apa itu? Aku masih menebak-nebak. Adakah baju baru keren yang aku kenakan atau celana slim fit yang masih beberapa hari umurnya? Aku tidak paham tetapi tidak kuasa menahan perasaan tersanjung.
Belum lagi aku pahami kepedulian beberapa perempuan itu, di sebelah kananku ada seorang ibu-ibu muda yang tak henti-hentinya melirikku. Dia sedang membaca buku tetapi tidak kuasa disembunyikannya ketertarikannya padaku. Berkali-kali aku perhatikan, ekor matanya menikmati tubuhku dari balik buku yang dibacanya. Rupanya ibu muda ini juga tertarik padaku. Entah apa yang membuat begitu banyak orang terpikat padaku. Aku menikmati rasa penasaran dan perhatian itu. Segera terbayang pertemuan Jesse and Celine di sebuah kereta menuju Vienna dalam film Before Sunrise.
Dalam hati aku tersenyum bangga sampai satu suara menyadarkan aku dari ketenggelaman. “Maaf Pak, mohon pindah ke gerbong sebelah!” kata perempuan yang berpakaian seorang petugas dengan sopan. Merasa tidak paham, aku bertanya “Kenapa saya harus pindah mbak?” Dari mulutnya, meluncur satu kalimat singkat yang membuat dunia jadi dipenuhi cahaya benderang yang begitu mengganggu. Tubuhku terasa limbung dan seperti menciut, dikerdilkan oleh pandangan puluhan perempuan yang melihat dengan senyum simpul saat aku berjalan di sela-sela mereka tanpa berani menatap siapapun. Di sepanjang perjalanan yang terasa panjang dan lama itu serasa pakaian yang aku kenakan tanggal satu per satu hingga aku telanjang. Dalam kegundahan itu, tetap menggema satu kalimat yang seakan masih terus diucapkan “ini kereta khusus wanita Pak!”
Ps. Didramatisir dari kejadian nyata tanggal 12 Februari 2014 di kereta jurusan Bogor.
just wann say…
“ouch…”
saya pernah hampir ngalami kejadian serupa, dulu banget pas pertama kali naik commuter line yg sudah ada gerbong khusus wanita. sebelumnya saya biasa pake krl ekonomi yg asoy geboy..
untungnya bbrp penumpang ngingetin pas kaki kanan sedang melangkah masuk gerbong.
“ups.. sorry” *tengsin*
Hehehe.. begitulah 🙂
Hahahahahaha…! Saya tertawa keras di bagian pertemuan Jesse and Celine…
Sudah nonton Before Midnight-nya, Pak Andi? 🙂
Saya pikir bagian akhir cerita ini akan ditutup dengan Pak Andi dihampiri fans clubnya dan ternyata mereka pembaca setia blog Anda, just like me 🙂
And thanks a lot, thanks very much Sir…to be such a heavenly bless for us the scholarship hunters
I read a lot of articles in ur blog, watch your video…. and finally…after the third try…I got the AAS this year 🙂
Thanks a lot Pak Andi 🙂
Wow selamat ya! Sampai ketemu di mana saja. *Salam buat Celine 😉
Waduh, kok bisa salah masuk gerbong, Bli ? 🙂
Ya bisa saja to Mas.. Mas Nggak bisa? Kalau nggak bisa ya bealajar dulu 😀
Hahaha….Dari Sejak mas andi melangkah masuk ke gerbong terakhir…saya Sudah bisa menebak ending dari cerita ini. Maklum…7 tahun menjadi “ROKER”…(rombongan kereta) yang 5 kali dalam seminggu melintasi 2 provinsi membuat saya sangat paham dengan lika-liku laki-laki di gerbong wanita 😉
Hahaha 🙂 begitulah mbak Yayak. Btw, lama Gak ketemu nih. Apa kabar?
Kirain kisahnya kayak gambarnya, film Before Sunrise. hehehe.. Pasti malu banget itu mas salah gerbong..
Kisah yg demikian saya sensor 😀
mampir pak andi, saya biasa turun di stasiun bojonggede.
gerbong terakhir ya apalagi kalo bukan kereta emak-emak hehehe
Lain kali ya Ima 🙂
masih mending mas…ada jg laki2 yg sengaja masuk situ giliran ditegur marah…iii ngeri deh…saya terus terang udh kapok abis naik com line hihi kecuali kalo ga jam kantor…btw kalau main kedepok mampir jg ya mas 🙂
Siap! kapan2 saya mampir ya..