Tersandera Pesona Praha


Tidak biasanya, aku kesulitan memulai sebuah ujar-ujar tentang keindahan. Aku ditikam kecantikan yang beku dan misterius. Kota Praha, dinginnya menawan dan menyandera hati yang terkejut penuh seluruh. Aku akan ceritakan sebuah perjalanan. Perjalanan yang tiba-tiba dan sekedar mengekor naluri yang terpengaruh oleh hingar bingar perdebatan di suatu senja yang bernas. Aku berjalan menuju satu kota, mengharap bisa menyingkap misteri yang tak pernah kugantungkan terlalu tinggi.

Praha mengejutkanku, Kawan! Aku mencoba-coba merangkai kata, menggambarkan pesona yang tertumpah lewat dingin yang menggigit atau semburat sinar yang ragu-ragu di balik kolom-kolom gedung tua. Pesona yang berpendar lewat batu-batu yang menjulang tinggi, tersusun rapi merenda ukiran-ukiran berwibawa. Pesona yang memancar dari pucuk-pucuk menara di kastil-kastil tua yang bijaksana atau sungai yang membelah kota dengan tenang dan percaya diri. Tapi aku tak kuasa. Keindahan ini di luar kuasa kata-kata maka aku ingin mengajakmu menikmatinya.

Kita akan susuri pagi musim dingin yang menggigil, menanjak dari rumah tinggal kita menuju stasiun kereta di sebelah rumah. Maka nikmatilah kepulan asap dari mulutku dan tertawalah melihatku bersidekap merintih-rintih menahan dingin. Atau ketika aku menenggelamkan kedua telapak tangan di saku celana dan bersikeras menarik kepala ke dalam dada. Maklumilah, aku putera katulistiwa yang bermewah-mewah dengan hangatnya matahari sepanjang tahun. Maka dingin ini memberi nuansa baru, gigil yang mengundang gelisah.

praha

Di dalam kereta listrik itu kita menikmati perjalanan. Ular besi ini melintas tenang pada alur-alur baja yang menjaga lintasannya. Nikmatilah gerit roda yang mendesing-desing membawa kita ke sebuah tempat yang kita tak tahu. Tengoklah ke belakang dari kaca jendela, alur baja itu membentang jauh kita tinggalkan tetapi seperti tak habis dan ujungnya tak kunjung kita temui. Lihatlah aku yang bersandar di belakang, mencoba merayu seorang gadis cantik yang malu-malu ketika disapa. Anak dara itu tersenyum simpul ketika kupuji perihal tutur bahasa asingnya yang memukau. Dia memerah wajahnya kawan, sambil dipatut-patutkannya sikapnya untuk mengembalikan pujiannya padaku. Aku tergelak dalam hati. Tak usah kau curiga karena aku tak tertawan senyumnya tapi pada ubin-ubin batu yang berbaris rapi menopang alur-alur baja yang dilintasi ular besi ini. Aku terpesona pada misteri peradaban tua yang mengkilat bercahaya dalam wibawa yang rentanya.

Mari kita turun. Lalu berlari sambill bersenda gurau menuju lorong bawah tanah. Kita tunggangi naga besi lainnya yang rupanya tak suka matahari dan mendekam sehari-hari di lorong-lorong yang dalam. Rasakanlah tangga yang melaju deras membawa kita menuju sarangnya di bawah sana. Dia akan membawa kita pada satu istana. Di sepanjang jalan, mari kita kisahkan tentang negeri ini. Tentang perpisahannya dengan kerabat dekatnya dan tentang pergantian namanya dari Cekoslovakia menjadi Ceko karena harus membiarkan kerabat dekatnya, Slovakia, berjalan sendiri. Konon mereka berpisah tanpa perang, kawan! Orang-orang bijak menyebutnya disolusi damai yang akhirnya membagi kecantikan alam menjadi dua. Aku duga, senyum gadis di Slovakia tak kalah berseri dengan wajah yang tadi kurayu di dalam kereta.

tram-kecil

Mari kita takjub, membiarkan mulut kita terngaga dan hati berdecak kagum menyaksikan kesempurnaan. Sama sepertimu, aku tak pernah menduga kota ini menyimpan pesona begitu cemerlang. Aku menuduhnya renta dan tak berwibawa karena kemelaratan yang menghimpitnya. Aku salah kawan. Aku salah, seperti kamu juga yang pasti salah. Praha menyimpan rapi keelokan paras kota dan rumitnya peradaban panjang yang menyejarah. Rasakanlah pesona itu terpancar dari gedung-gedung tua berwibawa atau dari ukiran-ukiran kastil yang menjulang. Dengarkanlah mereka bercerita tidak saja tentang raja-raja Eropa dan sejarah panjangnya tetapi juga tentang sepak bola yang mereka menangkan. Maka Slovakia tak akan pernah bisa dipisakan dari Ceko karena nama keduanya pernah bersanding menjadi satu tatkala tropi Piala Eropa disematkan pada para pahlawan sepakbola di tahun 1976. Tapi kita bukan pemuja bola kawan. Kita adalah pemuja desiran angin yang dingin, pemuja hembusan kabut yang mengepul dari mulut-mulut para pejalan kaki yang berseteru dengan gigil musim dingin. Kita adala pemuja lorong-lorong sempit diantara gedung-gedung tua yang dibangun dengan segala kebanggaan berabad silam.

Lalu kita akan berhenti di sebuah jembatan tua. Jembatan ini memastikan kehagatan dari dua sisi kota tetap terjaga atau beku musim salju tidak hanya menyengsarakan satu ujung belaka. Jembatan ni adalah cerita tentang ikhtiar mengatasi keterpisahan. Mari kita berhenti sejenak, lalu saksikanlah sebuah museum di kejauhan yang nampak mungil namun berwibawa. Di pinggir sungai itu, dia mempertontonkan sebuah kebanggaan yang kiranya memang layak disombongkan. Pada sebuah papan batu di kejauhan itu, tertulis Kafka Museum. Dialah kebanggaan bangsa Ceko, Kawan! Dialah penulis ternama yang namanya dicatat dengan tinta emas dalam daftar yang mewarnai wajah dunia lewat tradisi berpikirnya.

kafka-kecil

Mari kita duduk sejenak di taman kota setelah seharian menikmati keindahan yang dibalut sejarah panjang. Berkelakarlah kita tentang Nusantara di belahan bumi utara. Dulu Sang Proklamator kita, konon, melihat Cekoslovakia sebagai sahabat. Lihatlah sepatu Batta yang sejatinya berasal dari sini dan dijadikan tradisi alas kaki di negeri kita. Dan jika kamu masih tidak paham mengapa leluhur kita menyebut odol untuk pasta gigi, di kota ini kita temukan jawabannya. Mereka bahkan masih menggunakannya hingga hari ini. Di sudut-sudut toko yang berjejal di Praha, kita bahkan temukan petunjuk-petunjuk jitu tentang rasa penasaran kecil kita tentang Nusantara. Dan nikmatilah salam sapa seorang pemuda tampan yang berdiri angkuh bersandar di sebuah kereta besi masa silam yang berkilat-kilat. Terkejutlah kamu karena dari mulutnya tercurah bahasa ibu kita yang tak asing di telinga. Pemuda itu adalah ceceran tanda persahabatan satu bangsa di garis katulistiwa dan satu peradaban di belahan bumi utara.

http://www.cg-eu.com/

Lelahkah kamu mengikutiku? Aku tahu, sejarah panjang ini tak kan habis dinikmati sehari. Tapi hari telah senja, Kawan. Mari kita beranjak pulang. Perjalanan kita masih jauh dan kita harus melintasi bangsa-bangsa menuju peradaban lain. Tubuh-tubuh kita harus melesat pergi meski hati berat untuk beranjak. Hati kita tersandera, Kawan. Tersandera pesona Praha.

Praha, 5-6 Maret 2013

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

6 thoughts on “Tersandera Pesona Praha”

  1. Franz Kafka is an amazing writer. I have been wanting to visit his museum, it’s one of the great places I really want to visit along with Rumi’s tomb in Konya, so lucky for you to have been there, Mas!

    BTW, this is a very well written recollection. I can see now that your writing style is very much Hiratanian, well done! 😉

    1. Indeed Mas Subhan. I was so lucky to have visited the city/country.
      Thanks for your appreciation. Hiratanian? aha .. really? I can’t deny, I like him..

    1. Rico, thank you! I have also read your blog. Very good. Keep up the good works. I like young people like you. Positive and hardworking. UGM should be proud!

  2. My dream city to visit someday has been Switzerland, but after reading your story about this city..,wonderful description story, if I can say so, makes me start googling it very soon.. 🙂

    Pak Andi,seriously saya ingin mengatakan bahwa saya punya seorang penulis novel lokal favorit, Ahmad Tohari,yang saya baca habis karyanya yang hampir seluruhnya dia menceritakan dengan hidup dan bahasa sederhana tapi menguggah suasana pedesaan di Jawa Tengah pada umumnya di zaman 60-an.Kita seolah-olah berada dalam cerita dan hidup dalam suasananya.
    Dan satu lagi penulis sekaligus motivator gaek, Mas Prie GS, dia sangat lihai dan cerdas menceritakan tentang kehidupan keseharian kita yang terkadang konyol, bodoh dan gila dalam refleksi-refleksinya yang sangat menghibur tapi tidak terkesan menggurui…

    Panjang sekali komentar saya pak.., hehe, tapi the point is, kalau Mas Subhan mangatakan gaya penulisan Pak Andi, HIratanian.., :), saya juga ingin mengatakan bahwa gaya menulisnya juga sama dengan beliau-beliau penulis favorit saya di atas…Toharian dan Prie GSan.. 🙂

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: