Saat turun dari pesawat, saya sering mengamati penumpang lain. Umumnya -sekali lagi umumnya dan artinya tidak semua dan tidak selalu- penumpang tidak sabar untuk segera turun. Biasanya mereka berdiri di gang atau di kursi mereka dan menunggu dengan wajah tidak sabar. Faktanya, entah apa penyebabnya, waktu tunggu sampai akhirnya pintu pesawat dibuka memang selalu terasa lebih lama dibandingkan yang dibayangkan. Maka wajah-wajah tidak sabar dan cenderung gelisah mudah dijumpai pada pesawat yang baru saja mendarat.
Tag: pesawat
Ketika Lita naik pesawat sendiri

Lita, anak saya, mungkin tidak paham betul istilah ‘mandiri’ tapi orang-orang dewasa mungkin ‘menuduhnya’ demikian. Pasalnya, Lita berani pergi sendiri ke Bali dari Jogja naik pesawat saat usianya belum genap 7 tahun. Saat pertama kali melakukan itu, Lita berusia 7 tahun kurang satu bulan, tepatnya tanggal 12 Agustus 2012 dengan Garuda Indonesia. Banyak yang bertanya bagaimana Lita bisa melakukan itu. Saya akan berbagi kisah ini, semata-mata untuk memberi gambaran kepada para orang tua.
Sebenarnya, mengizinkan anak kecil naik pesawat sendirian masih tetap menjadi perdebatan bahkan sampai sekarang. Seorang teman baik saya bahkan tetap gigih mengingatkan saya agar ‘meninjau kembali’ keputusan untuk mengizinkan Lita terbang sendiri semalam sebelum jadwal terbangnya. Saya yakin ketulusannya dan menyadari hal itu dilakukannya semata-mata karena peduli dan menyayangi keluarga kami. Di saat seperti itulah, keberanian (atau kenekatan?) saya dipertanyakan. Jika kepedulian yang tulus dari teman saya itu berkuasa lebih dari kenekatan saya maka mungkin ceritanya akan lain. Entah apa yang membisiki saya ketika itu, saya tetap teguh pada keputusan semula. Ahhasil, Lita terbang untuk pertama kalinya ke Bali dari Jogja. Menariknya, bahkan setelah kejadian itupun masih banyak teman yang memberi komentar pesimis. Meskipun halus, saya merasa tidak sedikit yang sebenarnya tidak setuju dengan keputusan kami mengizinkan Lita terbang sendiri. Kepada mereka semua, saya berterima kasih dan menempatkan kepedulian itu di ubun-ubun, di tempat yang terhormat. Hanya saja, untuk hal ini kita bersepakat untuk berbeda pendapat.
Apa kabar mobil terbang?
Imajinasilah yang merangsang penemuan teknologi di dunia nyata. Kita sudah melihat mobil terbang sejak dulu di film-film tetapi belum melihat yang begitu rupa di dunia nyata, bahkan berpuluh tahun kemudian. Sementara itu, imajinasi terus bergerak dan semakin liar. Komputer tablet yang baru populer di tahun 2000an sesungguhnya sudah menjadi barang basi di film-film yang dibuat dengan imajinasi liar berpuluh tahun sebelumnya. Google Glass yang kini bahkan belum bisa dinikmati publik sesunguhnya sesuatu yang sudah amat biasa di film-film dan novel puluhan tahun lalu. Teknolgi dan penciptaan praktis memang berjalan terseok-seok di belakang imajinasi.
Bagaimana dengan mobil terbang? Akankah kita segera memilikinya? Anna Mracek Dietrich melihat dari sisi lain. Pilot swasta ini mengusulkan membuat pesawat yang bisa dikemudikan di jalan, bukan mobil yang bisa terbang. Sederhananya, dia merancang sebuah pesawat yang bisa berfungsi sebagai mobil, bukan mobil yang bisa berfungsi sebagai pesawat. Bedanya? Bedanya cukup banyak dan ini yang menentukan teknis pembuatannya. Silakan simak salah satu presentasi hasil karya Anna di TED tahun 2011 silam. Mengapa hingga hari ini kita belum melihat sebuah kendaraan yang bisa kita simpan di garasi dan bisa menerbangkan kita dari satu tempat ke tempat lain? Mungkin karena dari dulu kita berharap “mobil terbang”, bukan “pesawat yang bisa jadi mobil”.