Alumni universitas swasta yang tidak terkenalpun bisa dapat beasiswa ke luar negeri


Pernahkah Anda mendengar nama “Universitas Katolik Widya Mandira” ? Jika Anda tidak berasal dari NTT dan kurang gaul seperti saya, mungkin jawabannya adalah “tidak”. Terus terang saya belum pernah mendengar nama universitas ini sampai akhirnya saya bertemu Cilla. Nama lengkapnya Priscilla Maria Assis Hornay. Just in case you are wondering, YES, there is an ‘a’ between ‘n’ and ‘y’ in her last name, so shut it and let’s get down to business! 🙂

Pertemuan saya dengan Cilla di Sydney mengingatkan saya pada banyak pertanyaan yang saya terima perihal beasiswa luar negeri, terutama beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) atau yang dulu disebut Australian Development Scholarship (ADS). Pertanyaan itu adalah “bisakah alumni dari universitas swasta yang tidak terkenal mendapatkan beasiswa untuk S2 atau S3 di luar negeri?” Jawabannya tentu saja “bisa” dan pertemuan saya dengan Cilla menegaskan itu.

cilla
Foto dipinjam dari Facebook-nya Cilla

Cilla berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan merupakan alumni dari Universitas Katolik Widya Mandira di Kupang. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Cilla memutuskan untuk bekerja sebagai dosen di almamaternya. Ketika tulisan ini saya buat, Cilla ada di penggal terakhir perjuangannya menyelesaikan program master (S2) di bidang Education and TESOL (combined degree) di University of New South Wales (UNSW), Sydney, Australia. Cilla menyelesaikan program itu dengan Beasiswa ADS/AAS dari Australian Agency for International Development (AusAID). Saat saya tuliskan ini, Cilla bahkan sedang menikmati keindahan New Zealand yang konon ajaib. Wajar, Cilla memberi ‘hadiah’ pada dirinya yang sudah berjuang keras selama dua tahun menyelesaikan program master di UNSW sebelum kembali untuk mengabdi di tanah air tercinta.

Cilla adalah jawaban tegas terhadap pertanyaan yang sering saya terima. Alumni dari sebuah universitas swasta yang tidak terkenal sekalipun berhak dan bisa mendapat beasiswa AAS untuk sekolah S2 di institusi keren di Australia. Ketika mendaftar, katanya Cilla menggunakan TOEFL IBT (Internet-Based TOEFL) dengan skor 76. Ini setara dengan 540-543 dalam PBT (paper-based) TOEFL. Saya lega mendengar ini karena ternyata Cilla adalah ‘manusia biasa’ seperti saya dan kebanyakan dari kita. Dengan nilai TOEFL yang tidak spektakuler, Cila bisa mendapatkan beasiswa AAS. Inilah berita baiknya dan ini yang membuat saya semakin bersemangat bertanya. Percakapan kami soal beasiswa AAS ini terjadi di Sydney Harbour sambil menikmati wibawa Sydney Opera House di satu senja. Romantis? Tentu saja romantis karena Asti, isteri saya, ada di sana juga :). Just in case you are wondering.

Penasaran, saya tanya bagaimana ceritanya Cilla bisa mendapat beasiswa AAS. Cilla bilang, dia tahu Beasiswa AAS dari kawannya yang bekerja di Universitas Nusa Cendana (UNDANA), sebuah universitas negeri di Kupang. Rupanya, informasi Beasiswa AAS memang cukup umum di UNDANA tetapi tidak terdengar di Universitas Katolik Widya Mandira. BTW, setiap kali harus menulis nama universitasnya Cilla, saya harus copas karena memang tidak mudah menghafalkannya, if you know what I mean. Peace Cilla 🙂 Cilla beruntung mendapatkan informasi Beasiswa AAS dari kawannya itu. Jika tidak, mungkin ceritanya akan lain. Cilla juga menegaskan, dia belum pernah mendengar tentang beasiswa AusAID ini (ADS maupun AAS) saat kuliah S1. Mungkin karena jarang, kalaupun ada, dosennya yang mendapatkan beasiswa ini sehingga tidak banyak yang bisa berbagi. Penyebaran informasi adalah kunci.

Ketika saya tanya soal persiapan, Cilla menjawab tidak ada persiapan khusus. Selain mencari informasi sendiri, dia bertanya kepada yang sudah berpengalaman tentang pengisian formulir, wawancara/interview dan tes IELTS. Tentu saja jumlah orang yang ditanyai terbatas dan itu menghadirkan kesulitan tersendiri dalam proses seleksi. Selain jarangnya senior dan kolega Cilla yang mendapatkan beasiswa AAS/ADS ini, ada juga ‘isu’ bahwa beasiswa ini lebih mengutamaksn dosen dari universitas negeri. Memahami itu, Cilla sempat merasa khawatir dan ragu. Meski begitu, Cilla tidak mengurungkan niat dan dia tetap melangkah meskipun dengan keraguan. Modalnya adalah keberanian bermimpi dan melakukan sesuatu yang orang-orang di sekitarnya tidak [mau/sempat/berani] lakukan.

Ketika ditanya apakah Cilla melihat ada diskriminasi antara swasta dengan negeri, dengan positif Cilla menjawab “saya tidak bisa mengatakan ada diskriminasi tapi memang pada waktu itu terlihat bahwa informasi soal AAS/ADS hanya beredar di UNDANA dan kebanyakan alumni AAS/ADS berasal dari UNDANA atau lulusan UNDANA”. Saya pahami, situasi ini membuat penyebaran informasi menjadi kurang merata. Ada konsentrasi informasi pada institusi-institusi negeri yang besar sehingga kesempatan untuk mereka di institusi swasta, apalagi yang lebih kecil, menjadi rendah. Seperti ditegaskan oleh Cilla, “jadi saya pikir mungkin bukan karena diskriminasi tapi tidak adanya akses terhadap informasi saja”. Lebih lanjut, Cilla berpendapat bahwa asal daerah jadi cukup berpengaruh karena distribusi informasi tidak menyebar merata ke daerah-daerah di luar Kupang sehingga lebih banyak pendaftar berasal dari Kupang. Sementara itu, menurut Cilla, daerah-daerah lain di NTT juga memiliki cukup banyak perguruan tinggi swasta yang punya potensi.

Apa sih hal penting yang membuat Cilla diterima? Dia merasa adanya motivasi yang cukup kuat untuk kembali ke NTT dan mengabdi pada bidang pendidikan adalah salah satu kunci keberhasilanya. Selain itu, kemampuan berbahasa Inggris juga menurutnya cukup berpengaruh. Saat ditanya soal kompetisi dengan para kandidat dari universitas yang lebih besar seperti UNDANA, Cilla merasakan memang ada perbedaan. Menurutnya, kandidat dari institusi yang lebih besar ini terlihat lebih siap karena cukup familiar dengan IELTS, misalnya. Menurut Cilla, mereka juga tahu lebih banyak atau punya banyak informasi soal pendidikan di Australia. Tentu saja ini terjadi karena mereka memiliki lebih banyak sumber informasi mengingat banyak kolega dan senior mereka yang sudah mendapatkan beasiswa AAS/ADS ini. Ini adalah ‘kelemahan’ Cilla sebagai seorang kandidat yang berasal dari universitas swasta dengan jumlah penerima ADS/AAS yang sangat sedikit, jikapun ada. Singkatnya, Cilla tidak punya banyak tempat untuk bertanya. Meski demikian, Cilla menambahkan bahwa sekarang ini sosialisasi Beasiswa AAS/ADS mulai menyebar merata dan dia berharap informasi ini juga bisa sampai ke perguruan tinggi di daerah-daerah terpencil untuk memperluas kesempatan.

Pandangan Cilla soal informasi ini membuat saya merenung. Di tengah limpahan informasi di internet dewasa ini, ternyata masih banyak orang yang merasa sulit mendapatkan informasi. Ternyata, kuncinya bukanlah ketersediaan tetapi kemauan dan ketekunan mencari informasi. Bagi Cilla dan teman-temannya di NTT yang bahkan belum pernah mendengar perihal beasiswa luar negeri, kehadiran seorang pemandu mejadi penting. Di sinilah diperlukan kehadiran seseorang yang berbaik hati membuka wawasan anak-anak muda itu, tidak dengan menyuapinya dengan informasi tetapi dengan membuka dan memantik rasa penasaran mereka. Jika saja rasa penasaran itu berhasil dibangkitkan, maka mencari informasi tentu bukan perkara sulit di tengah ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini. Jika seseorang bisa menulis status di Facebook atau Twitter setiap lima menit sekali, tentu tidak sulit bagi mereka untuk mendapat informasi tentang Beasiswa AAS. Mereka hanya perlu satu orang yang membangunkan rasa penasaran mereka dari tidur yang panjang.

Terkait pengalaman sekolah di Australia, Cilla mengatakan bahwa tantangan yang dia hadapi adalah tuntutan untuk membaca begitu banyak bahan kuliah. Cilla menegaskan bahwa kurangnya budaya membaca saat kuliah S1 menjadi kendala utama ketika studi di Australia. Melihat begitu tinggi tuntutan untuk membaca, Cilla merasa bahwa dia dan teman-temannya seakan-akan memang tidak terlalu dipersiapkan untuk bersekolah ke negara maju yang sistem pendidikannya bagus. Lebih jauh, Cilla mengatakan bahwa sebenarnya banyak universitas top di Indonesia berada di posisi yang lebih siap karena memiliki fasilitas pusat bahasa atau language center untuk membantu dosen atau mahasiswanya dalam menyiapkan tes TOEFL dan IELTS. Kata dia, universitasnya bahkan tidak memiliki pusat bahasa dan itu juga merupakan kelemahan tersendiri bagi alumni universitas swasta yang belum maju untuk bersaing mendapatkan beasiswa luar negeri.

Ketika saya tanya soal tips untuk para pejuang beasiswa AAS di masa depan, Cilla memberi pandangan sederhana yang jitu. Menurutnya, pejuang beasiswa luar negeri, khususnya AAS, jangan sampai termakan oleh informasi negatif yang mengurungkan niat untuk mendaftarkan diri. Lebih lanjut dia menegaskan, selama punya motivasi untuk mengabdi bagi Indonesia di bidang masing-masing, maka itu sudah menjadi modal yang sangat bagus. Percakapan saya dengan Cilla menjawab tuntas keraguan banyak orang selama ini. Memang menyenangkan bisa kuliah S1 di universitas yang mentereng dan bergengsi tetapi menjadi alumni universitas yang tidak terpandang bukan satu alasan bagi kita untuk tidak bisa mencapai sesuatu yang tinggi. Tidak penting apakah Anda pernah mendengar “Universitas Katolik Widya Mandira”. Yang penting adalah kita tahu di sana ada Cilla yang semoga akan melahirkan Cilla-Cilla yang lain. Pada akhirnya, ini adalah soal kualitas diri. It is all about you. We need “U” for a “S_CCESS”.

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

100 thoughts on “Alumni universitas swasta yang tidak terkenalpun bisa dapat beasiswa ke luar negeri”

  1. Awesome….
    Great story…
    Congratulation for cilla…
    Hopefully… I will be the next candidate for AAS …. InsyaAllah….
    Salam kenal Bli Made Andi…
    I’ved always spend my time to read your post in your blog…. And its very interesting me… Your story. Tips and etc its very inspiring me..
    Hopefully.. As soon as possible.. I will get an opportunity to continue my PhD study in Australia with AAS… Bismilah..

    #maaf klo englishnya bnyak salah…

    Kurniawan Arianto.
    Alumnae of Bappenas schoolarship programme
    Master of Public Policy and Administration
    Gadjah Mada University…

  2. Sangat bermanfaat, khususnya untuk para pemburu beasiswa. Oh ya, terlebih lagi (setahu saya) beasiswa AAS memang memberikan kuota yang lebih banyak untuk pendaftar dari Indonesia bagian Timur. So, they are really encourage to apply. Setuju sekali bahwa sebenarnya sekarang sudah banyak informasi tentang beasiswa. PR-nya adalah bagaimana informasi itu sampai ke lebih banyak orang di daerah-daerah. Selain orangnya harus tekun mencari, tentu pada awalnya perlu ada pihak-pihak yang memandu atau berperan meneruskan informasi. 🙂

  3. sejak lama saya ketahui dari form2 resmi kalau pemberi beasiswa biasanya kasih perhatian khusus ke: minoritas, perempuan, dan wilayah indonesia timur. Kelihatannya Cilla cukup mewakili ketiga unsur itu, jadi saya percaya dia berhak dapatin beasiswa-nya 🙂

  4. Sqlah satu kenalan saya sekarang sedang menempuh pendidikan doktoral di Jerman dengan beasiswa DAAD. Dulu dia bukan sekolah di SMA, melainkan di STM ambil komputer. Pendidikan S1 ia lanjutkan di sekolah tinggi komputer (atau semacamnya, saya lupa) di Yogya. Pendidikan S2 dia teruskan di India dengan beasiswa. Sampai sekarang dia masih tercatat sebagai dosen di salah satu sekolah tinggi komputer di Bali. Merinding saya dengar cerita sukses dia, hebat!

    Terima kasih sudah berbagi kisah sejenis lainnya. Mereka mengispirasi sekali!

  5. semoga dapet tahun ini, sama dengan cilla, kampus saya hanya sekolah swasta yg tidak terkenal… alhamdllah, januari 2014 dipanggil wawancara… menegangkan… msh gak percaya..

    semoga bisa ketemu di Australi ya mas andi…

      1. Jangan di jogja mas, saya pengennya di Aussie aja… hahaha… di jogja kayaknya mas andi akan menjadi salah satu dari pewawancara ya…?

      2. Ga mau ah mas, kita ketemuan di Australia saja.. karena wilayah sumatera, wawancaranya saya pilih di Aceh mas…

  6. Jadi semakin termotivasi untuk mencari beasiswa keluar negeri..
    smoga tidak memandang dari lingkungan pendidikan dimana..
    selamat Cilla 😀

    Makasi mas Andi sudah berbagi cerita 🙂

  7. Selalu menarik tulisan Bli Andi.Pasti ada hal yang baru dari setiap torehan yang hadir. Sebenarnya saya telah lama menjadi “secret admirer” dari penulis blog ini. Terus menginspirasi Bli.

    Salam kenal, saya Andhi dari HI UGM.

  8. First of all, I’d like to congratulate Ms.Cilla on her achievement. I myself was an alumnus from Widya Mandira Catholic University; a private university in Kupang, East Nusa Tenggara. I’m very proud of her to promote our alma mater towards the people around the world. I’m going to try it also on this year but it was late. I will not stop “fighting” to get it. hehehehe..

  9. So inspiring!!! Hope i will be the next from Unwira 🙂 Congrats ya Sist Cilla, proud of you!! Pak Andi salam kenal ya, saya sudah beli buku Berburu ke Negeri Kanguru pas main-main ke Gramedia. saya juga berharap nanti bisa sharing-sharing sama Pak Andi karena ada banyak yang ingin saya tanyakan, Terima kasih dan salam

  10. What a brilliant story, can u introduce her to me please? i would like to know her more maybe i could get the scholarship, too. can i have her Facebook or email? by the way nice to meet and read your awesome blog :’) – best regards from central kalimantan –

  11. keberhasilan cilla memotivasi kami para alumnus UNWIRA tersayang untuk coba juga….mohon petujuknya slalu pak andy,agar nant bisa sukses…..trima ksh dan salam…

  12. Apakah saya yang PNS dan usia sudah 41 tahun bisa dapatkan beasiswa AAS…? saya ingin sekali….atau beasiswa dari mana saja….

  13. Pak Andi, untuk S3 perlukah dapat surat penerimaan dulu dari universitas??sementara persyarata masuk ke univ TOEFLnya sangat tinggi,…

  14. Menarik sekali untuk disimak sekaligus membanggakan.Saya jg tertarik dgn beasiswa AAS.wlaupun dgn nilai IELTS 5,sy membrnikan diri untk mndftar tahun ini.shngga sy bsa meminta bntuan ibu Cilla untuk mndftar.sy jg alumni Universitas Widya Mandira,adik tingkat ibu Cilla.shngga bisa melahirkan Cilla yg lain. Thanks.

  15. I see a great writing talent in you, pak andi. I really do 🙂
    hopefully, next year will be mine to get phd scholarship in UOW majoring in forensic acc.

    Thank you for all your sharing through your writings and all your kindness in making this blog.

    God bless good man 🙂

  16. the article is really helpful.
    btw do u have her email or contact. since i also graduate from unpopular private univ, so i do need to know more about her. tq in adavance

  17. Tulisan yang sangat menginspirasi Bli Andi, pernah terbesit rasa pesimis di benak saya karena berasal dari Universitas swasta yang tidak terkenal. Tetapi setelah membaca tulis Bli Andi, saya jadi semakin terpacu untuk bisa mendapatkan beasiswa AAS. ” We need “U” For a ” S_CCESS” quote yang sangat menginspirasi sekaligus mood booster. Makasih tulisan dan tips2nya Bli Andi. Semoga tahun ini saya bisa mendapat beasiswa AAS 🙂

  18. Mas Andi, saya baru saja mjd mahasiswa th ini di Univ Negeri Semarang. Sy memimpikan belajar di luar negeri sejak SMP. Saat ini msh minim pengetahuan ttg persyaratan, fokus sy adalah bljr bhs inggris lebih dr yg sy bs sekarang. Terimakasih cerita nya yg inspiring sekali. Doa kan sy bs dapat scholarship juga 😉

      1. Ini artikeil pertama yg saya baca dr blog Bapak. Menarik saya pikir, sehingga menarik saya jg utk membaca artikel yg luar biasa lain nya. Saya tertampar oleh artikel Bapak yg “Lupakan Soal Beasiswa, Kamu Pejuang Malas”. Saya jd malu telah menulis komen di atas, maafkan karena keterbatasan saya, maafkan karena saya tidak mendahulukan bertanya sebelum membaca, Pak Andi dan terimakasih atas banyak ilmu yg bs saya ambil dr blog ini. 😉

  19. Ini artikeil pertama yg saya baca dr blog Bapak. Menarik saya pikir, sehingga menarik saya jg utk membaca artikel yg luar biasa lain nya. Saya tertampar oleh artikel Bapak yg “Lupakan Soal Beasiswa, Kamu Pejuang Malas”. Saya jd malu telah menulis komen di atas, maafkan karena keterbatasan saya, maafkan karena saya tidak mendahulukan membaca sebelum bertanya, Pak Andi dan terimakasih atas banyak ilmu yg bs saya ambil dr blog ini. 😉

  20. Great inspiring story….
    Kalau Cila punya “masalah” dengan universitas asalnya, saya bermasalah dengan usia…
    Adakah Bapak Andi pernah berjumpa/ mendengar cerita ttg keberhasilan seorang pejuang beasiswa master yg sudah berusia 35an?
    Terimakasih karena sudah banyak berbagi melalui blog hebat ini 🙂

  21. sangat menginspirasi sekali buat saya yg lulusan dr univ. swasta, walaupun baru bulan kemarin statusnya menjadi negeri(UPN).
    Bli andi, apakah dengan menjadi dosen itu dapat menambah kan’s untuk menerima beasiswa AAS? saat ini saya masih kerja di swasta.

  22. motivasi..buat penyemangat….apalagi quote di akhir artikelnya….mantabbbb…
    mudah-mudahan bisa mendapatkan beasiswa juga..aaamin..tapi nampaknya mesti ngebenahin english dulu…heheheh
    fighting..thanks bli Andi…

  23. saya memiliki beberapa pertanyaan terkait dengan AAS (atau dulunya ADS).

    1. Apa kah kita diharuskan untuk mengirimkan hard copy lamaran kita ke kantor Australia Awards di Indonesia?

    2. Jika dapat mendaftar hanya secara online, maka semua dokumen adalah hasil scan, bagaimana dengan persyaratan sertifikat TOEFL harus asli?

    3. Apa kah semua dokumen persyaratan harus diterjemahkan atau hanya dokumen yang bertanda certified saja? Dan apa kah harus ke penerjemah tersumpah atau bisa di lembaga penerjemah tempat kita melakukan TOEFL?

    Terima kasih pak sebelumnya. i’m really counting on your reply 🙂

  24. wah jadi termotivasi, karena saya pun dari universitas daerah. anyway, saya telah buka website resmi AAS indonesia dan tidak menemukan form pendaftaran untuk didownload untuk AAS 2015-2016 pada menu Other di section Downloadnya. Apakah memang form nya belum disediakan karena beasiswanya belum dibuka ya pak?

  25. Salam kenal Pak Andi.
    Sy dwi, melanjutkan pertanyaan mbak Tia, apakah:
    1. Boleh tidak saya daftar dengan cara dua-duanya? Daftar via online DAN kirim berkas via pos?
    2. Kalau kirim via pos, apakah semua dokumen pendukung rangkap satu? karena petunjuknya hanya tertulis satu set form aplikasi.
    3. Seandainya saya tidak mencantumkan referee report untuk program S2 cousework, apakah mengurangi kans sy Pak Andi. Mengingat IPK saya hanya 2.83 dari universitas negeri di NTB.:(
    Itu saja dulu Pak Andi, terimakasih. 🙂

  26. hehe, iya juga sih Pak. Pilih salah satu cara aj berarti ya.Mungkin saya akan kirim via pos saja Pak, dan juga mencantumkan dokumen-dokumen tambahan seperti Sertifikat Kursus Bahasa Inggris, Surat Pengalaman Kerja, bukti beasiswa dan penghargaan jaman SMP, boleh ga ya Pak? Atau malah jadinya berlebihan? hehe.
    Dan maaf saya banyak tanya, ada lagi yang bikin saya bingung Pak Andi, pada syarat di buku Policy Handbook, pada point syarat dokumen yang mewajibkan kopian dokumen harus dilegalisir, dikatakan,:”The authorised person mmust : i. write ‘This is a certified true copy of the original document as signed by me’, and
    ii. sign and print his/her name, address,contact telephone number, profession or organisation has such a stamp.’
    nah lho, apa tidak cukup dengan legalisir asli saja Pak? karena di syarat yang versi berbahasa Indonesia, tidak dicantumkan hal itu. Atau sayakah yang salah paham.
    Terakhir Pak, apakah syarat yang tahun 2015 ini memang berbeda dengan tahun 2014?
    Karena ketika saya tanyakan pada teman yang lebih dulu berhasil memperolehnya, dia katakan tidak seribet itu untuk tahun kemarin. Tinggal unduh form, isi, lengkapi dokumen-dokumen pendukung yang cukup dilegalisir, sudah. Kirim.
    Lelah mikir saking bingungnya, saya sudah coba email kantor AAS Jakarta, sepertinya belum dibalas.
    Terimakasih Pak Andi, mohon pencerahan sekali lagi.

  27. Sangat inspuratif sekali, jadi semangat pengen dapet beasiswa karena Saya juga dari universitas siapa. Semoga Saya jadi kandidat selanjutnya

  28. i have the same condition with chilla,
    before i read I felt pessimistic because our campus backgroud just same as chilla, just a small university. and im glad that we have the same oportuity about this one, my dream is absolutly to continue study in aus.
    thankyou made andi your words so inspiring me a lot.
    there’s a will there’s a way. 🙂

  29. kang…boleh ga minta nomor atau akun facebook cila ? pokoknya yg bisa dihubungilah kang. mohon bantuannya kang! makasi.

  30. Insyaallah kang udah prapare dari sekarang buat take S2 in the others country meskipun baru masuk kuliah S1 ini tahun 😀 tapi udah punya big dreams pengen kuliah keluar. pengen lancarin bahasa inggrisnya sama matematikanya dulu suapaya benar2 ready to go to others country for take the beast education :D. waiting for four years to step in high education, I’ve been waiting for my future to show what i should change for this nation in my hand (that’s wrong). insyaallah. aamiin. sorry kang kalo engglishnya jelek soalnya baru mulai dari basicnya lagi 😀

  31. Alhamdulillah,…. sangat menginspirasi saya untuk lebih giat ngampus meskipun kuliah di kampus yang belum mentereng,…. hehehe terimakasih kisahnya semoga saya bisa kayak mbak CILLA amien

  32. Cerita yang menginspirasi dan membangkitkan semangat saya untuk terus belajar di manapun saya berada.. Terimakasih kak, postingan ceritanya bermanfaat!!

  33. Mau numpang tanya nih klo akreditasi jurusan c apakah itu berpengaruh untuk mendaptkan beasisw keluar negri

  34. Salam Kenal pak!
    Syarat untuk akreditasi Institusi itu B kan pak, sementara jika Akreditasi Jurusannya Masih C bagaimana? Apakah berpengaruh?

Bagaimana menurut Anda? What do you think?