
Lelaki itu bernama Bédog, tentu saja tidak penting apakah dia punya surname atau tidak dan apakah Bédog itu itu nama asli atau bukan. Bédog jelas tidak punya paspor dan sangat mungkin tidak punya KTP. Lelaki sederhana itu tidak sempurna tubuhnya, kulitnya penuh benjolan. Anak-anak kecil yang melihatnya bisa lari karena takut. Kulit hitamnya yang legam, wajahnya yang tidak bersahabat dan benjolan di sekujur tubuhnya menyempurnakan nestapa itu.
Meski buruk rupa, Bédog disukai para bobotoh penyabung ayam di desa kami. Pasalnya, dia bisa diperintah untuk melakukan apa saja tanpa mengeluh dan tanpa pernah menolak. Bédog tidak pernah bernegosiasi soal upah kerja. Para bobotoh di desa kami menjadikan Bédog orang kepercayaan untuk membersihkan ayam pecundang yang binasa dalam sebuah pertempuran. Bédog terampil mencabuti bulu ayam malang itu dan membersihkan isi perutnya. Dalam pagelaran sabung ayam yang ramai, Bédog harus merampungkan pekerjaan untuk lebih dari lima ekor ayam. Karena dikerjakan sendiri, dia nampak sibuk dan kerap kelebihan beban. Meski begitu, tidak ada yang membantunya. Bédog bekerja sendiri.
Para bobotoh yang memberinya pekerjaan tidak pernah memeriksa pekerjaan Bédog. Tidak ada pengawasan karena semua orang percaya padanya. Bédog tentu saja tidak melewati proses sertifikasi karena tidak perlu kontrol kualitas. Tak ada yang mencurigainya akan melakukan malpraktik. Jikapun dia salah, Bédog berhadapan dengan ayam yang sudah tidak bernyawa. Tidak ada satupun tindakannya yang akan membuat kondisi ayam itu lebih buruk dari kematian. Semuanya telah mati sebelum tangan kasar Bédog menyentuh mereka. Jikapun sekali dua kali Bédog salah arah menyayat tubuh ayam atau kurang cermat membersihkan isi perut si ayam, seorang bobotoh hanya memaki kecil, menghardik. Bédogpun tak pernah menggubris. Makian kecil itu bukan apa-apa, telinganya kebal, hatinya sudah beku. Meski dihardik, tak sekalipun Bédog memperlambat tempo kerjanya. Dia sigap dan selalu trengginas.
Bédog tak punya rekan seprofesi. Dia sendirian tanpa saingan sehingga kesalahan apapun tidak sanggup membuatnya dipecat dari pekerjaannya. Tak ada yang bisa menggantikannya. Sialnya, tidak ada satu orangpun yang membelanya jika seorang bobotoh menghardiknya akibat memotong usus ayam terlalu pendek atau akibat lupa membersihkan kotoran dari usus ayam itu. Bédog juga tidak perlu mogok karena dia tidak punya tuntutan. Tiga ratus perak dari setiap bobotoh dan satu tas plastik potongan usus ayam setiap kali perhelatan sabung ayam sungguh membuatnya sumringah. Bédog tidak pernah minta naik gaji.
Bédog tidak punya supervisor. Pemakai jasanya tidak bisa dan tidak merasa perlu melaporkan Bédog kepada siapapun jika dia melakukan kesalahan besar atau kecil. Celakanya lagi, Bédog tidak bekerja dengan aturan. Tidak ada pasal dalam hukum yang bisa menjeratnya. Bédog tidak bisa dipenjara dan tidak ada yang tertarik mengadilinya. Tak begitu penting apakah kesalahan itu buah ketidakkuasaannya, wujud dari rasa malas yang mungkin sesekali mampir, atau karena dia tahu posisinya tidak tergantikan sehingga membabi buta. Bisa jadi karena Bédog tahu, dia berhadapan dengan ayam yang sudah mati.
Di saat dunia makin hingar bingar, tiba-tiba saya ingat Bédog. Menjadi Bédog adalah menjadi kebebasan itu sendiri. Saya mungkin tidak akan pernah bisa seperti Bédog yang bebas nilai dalam berkarya. Atau jika benar-benar ingin seperti dia, mungkin saya harus menjadi Bédog.
Apakah itu yang dinamakan manusia bebas yang sejati?
Bisa jadi 🙂
wah ini cerita nyata ya? menarik juga 😀
Ya cerita nyata Mas. Tahun 80an 🙂
Dear mbak Dika,
Terima kasih atas email penjelasannya. saya akan beritahukan kembali bila ada pertanyaan.
Thanks&Best Regards, Ratna
Kenapa ada komentar nyasar begini ya? :))
Enak gak ya jadi Bedog ini?? ^_^
Mungkin 🙂
“bedog” ini masih ada hingga kini, saya pernah melihatnya dan memang beginilah keadaannya. Walau mungkin dia terlihat tidak berdaya dan tidak dianggap ada oleh orang lain, walau mungkin dia terlihat tidak bahagia, tapi jauh dilubuk hatinya mungkin dia telah mencapai kebahagiaan yang sejati.
Bli, kalau dalam bahasa daerah sy,(sunda )bedog itu artinya pisau besar, sejenis golok:-) Mungkinkah ada keterkaitan antara’bedog’ dlm cerita ini dgn arti kata dlm bhasa daerah sy?hhe: -)