Kembali ke Le Meridien


Hotel Le Meridien, Suatu ketika tahun 2002,
eu-aseanSaya seperti orang hilang di tengah kerumunan itu. Ada rasa sepi menghinggapi di tengah hiruk pikuk suasana. Setiap orang nampak antusias berkeliling melihat-lihat stand pameran siang itu. Tidak sedikit yang terlibat percakapan dengan penunggu stand pameran, bersemangat bertanya ini dan itu, menunjukkan gairah mereka untuk mengetahui lebih jauh dan lebih dalam. Lelaki dan perempuan usia 30an tahun nampak penuh perhatian memberikan informasi kepada pengunjung yang mendekat ke stand masing-masing. Keramahan dan pengetahuan yang mumpuni nampak berpadu dengan apik pada wajah dan senyum mereka. Sementara itu, saya memandang dari satu sudut yang agak jauh, terkesima melihat geliat orang-orang yang antusias melapangkan jalan menimba ilmu. Siang itu saya sedang menghadiri sebuah pameran pendidikan luar negeri di Hotel Le Meridien Jakarta.

Ada rasa ragu ketika berjalan mendekati beberapa stand pameran dan melihat nama-nama universitas terpandang yang terpampang di setiap stand. Beberapa nama universitas itu sudah pernah saya dengar dan sebagian lain nampak asing. Meski tertarik, tidak mudah untuk memulai percakapan dengan penunggu stand pameran karena ada keraguan. Perihal apa yang paling tepat ditanyakan, saya tidak tahu. Maka saya memilih untuk mengamati saja. Di berbagai titik terlihat anak-anak muda berpenampilan mentereng, kadang ditemani ayah ibunya. Mereka bertanya penuh selidik, melapangkan jalan bersekolah di luar negeri. Sejujurnya, ada perasaan malu kalau harus datang ke sebuah stand dan bertanya “apakah universitas ini menyediakan beasiswa bagi yang tidak punya uang seperti saya?”

Dalam kegalauan itu, saya melihat seorang lelaki muda. Penampilannya sederhana dan sepertinya juga sedang galau. Saya mendekatinya. Lelaki itu adalah seorang pegawai bank di Jakarta. Dia ada di sana, seperti halnya saya, memenuhi rasa penasarannya untuk mengetahui tata cara bersekolah di luar negeri. Masalah yang dihadapinya sama, dia tidak kaya dan berharap mendapatkan beasiswa. Merasa mendapatkan teman, perlahan hilang rasa malu, sirna rasa tidak percaya diri. Dalam beberapa menit ke depan, kami sudah seperti orang kesurupan bergerilya dari satu stand ke stand lainnya melahap semua informasi dan mengumpulkan semua brosur. Dalam beberapa menit, tangan saya penuh dengan tentengan brosur dan souvenir dari belasan stand yang mewakili belasan institusi luar negeri. Saya tidak tahu untuk apa semua brosur itu. Tidak juga yakin apakah kelak akan bisa bersekolah di salah satu institusi mentereng yang saya kunjungi standnya itu. Yang pasti, siang itu saya membiarkan imajinasi begerak liar, menanggalkan rasa malu karena kelancangan sebuah mimpi.

Sydney, 24 October 2013
Saya tertegun membaca sebuah surat undangan. Pada bagian kepala surat terpampang dua lambang. Di sebelah kiri adalah lambang ASEAN dan di ujung kanan lambang Uni Eropa. Di bawahnya terdapat lambang Kementerian Luar Negeri Indonesia, The Habibie Center dan European Union External Action. Mata saya tertuju pada subyek surat, “Invitation to High Level Dialogue”, diikuti dengan “Mr. I Made Andi Arsana” di bawahnya. Ada frase “expert speaker” pada surat itu dan perhelatan akan dilakukan di Hotel Le Meridien Jakarta. Surat itu melambungkan kembali ingatan saya pada sebelas tahun silam ketika penuh ragu dan takjub serta canggung menghadiri pameran pendidikan di hotel yang sama. Perjalaan waktu akan membawa saya ke titik yang sama setelah lebih dari satu dekade.

Hotel Le Meridien, 18 November 2013
Suasana hingar bingar, semua orang nampak sumringah dan lega. Setelah seharian berdiskusi dan berdepat soal kerjasama maritim ASEAN dan Uni Eropa, saatnya meredakan ketegangan. Kami semua bersiap menuju kediaman Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN dan Indonesia untuk santap malam. Semua pembicara diundang utuk bertemu dan beramah tamah dengan sang Dubes. Saya ada di kerumunan itu, rapi jali mengenakan batik kabanggaan Indonesia.

Tiba-tiba seorang ahli mendekat memecah suasana. “Guys, I told you. Andi has the best map in the world, right?!” Ucapan lelaki itu membuat semua yang ada di kerumunan itu tertawa tapi mengamini. Lelaki baik hati itu adalah peneliti asal Eropa yang bekerja di sebuah institusi di Singapura. Mungkin dia hanya berkelakar atau berusaha berbaik hati namun ucapannya melegakan. Diam-diam saya berharap, ucapannya itu adalah bentuk penerimaannya atas presentasi saya beberapa menit lalu. “Maps and animation, Andi is the one” kata seorang petinggi The Habibie Center menguatkan. Tiba-tiba saya ingat suasana sebelas tahun lalu. Saya kembali ke Le Meridien sebagai orang yang sama. Bedanya, kini saya tidak tergagap-gagap dan tidak dipenjara rasa malu yang memang tidak perlu. Kadang, hidup memang layaknya poligon tertutup. Kita mulai dari satu titik, lalu mengembara untuk akhirnya kembali ke titik yang sama.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

8 thoughts on “Kembali ke Le Meridien”

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: