
Di tanah Afrika, saya bertemu lelaki ini. Dia seorang surveyor seperti saya. Dia kelahiran Somalia, seorang lelaki berkulit hitam layaknya orang Afrika yang saya pahami. Perawakannya tinggi langsing, lelaki ini sudah matang dalam usia. Dia adalah satu dari hanya dua orang sarjana geodesi di negeri itu. Dua surveyor itu menamatkan pendidikan sarjana geodesi di Polandia hingga jenjang magister. Bertemu Salihi, demikian namanya, adalah bertemu dengan makhluk langka di negeri Somalia.
Somalia telah lama menderita, porak poranda dilanda perang saudara. Kini negeri ini bangkit perlahan, geliat kehidupan mulai nampak di Kota Mogadishu ketika saya berkunjung ke sana. Pembangunan nampak berjalan meski tidak cepat, reruntuhan akibat perang mulai berganti rumah-rumah yang bermunculan. Di sela-sela puing kendaraan atau bangunan yang runtuh dibinasakan kejamnya perang saudara, kini mulai muncul gedung-gedung yang akan mengakomodasi geliat bisnis. Investasi mulai datang, para penanam modal melirik Somalia penuh gairah.
Di negeri yang mulai bangkit itu, ada persoalan kedaulatan dan wilayah yang rumit dan pelik. Tak jelas hingga di mana kedaulatannya. Territori dan yurisdiksi menjadi misteri. Di tengah ketidakpastian itulah sang presiden memerlukan panduan. Presiden perlu garis yang tegas untuk menerjemahkan rasa nasionalisme yang diperiharanya sejak lama. Tuan presiden adalah pemimpin konsititusional pertama sejak lebih dari dua dekade. Dia merupakan presiden yang diakui dunia termasuk Amerika Serikat dan rakyat menaruh harapan padanya.
Tuan Presiden menyandarkan harapannya pada seorang lelaki, ketika berurusan dengan teritori, yurisdiksi dan garis batas. Lelaki itu tak lain dan tak bukan adalah Salihi. Dia seorang surveyor. Kepada lelaki itulah, segala pertanyaan dan harapan tentang kewenangan dan kedaulatan ditujukan. Lelaki kurus tinggi itu memegang sebuah kunci. Kunci atas pintu kedaulatan itu diwujudkannya dalam koordinat.
Jika ada satu pertemuan yang membahas batas Somalia dengan negara tetangga maka diantara para punggawa negeri itu, diantara para politisi itu, duduk tenang seorang Salihi yang siap menjawab segala pertanyaan teknis. Salihi memegang sebuah kotak rahasia, sebuah kotak yang mendikte hingga di mana generasi Somalia berhak mengakui wilayah dan yurisdiksi negerinya. Surveyor itu, yang telah malang melintang di negeri lain selama belasan tahun, kini pulang dan mengabdi untuk negerinya, memetakan kedaulatan dan menerjemahkannya menjadi angka-angka koordinat.
Di tangan lelaki yang tidak lagi muda ini, ada koordinat-koordinat penting yang dijadikan acuan Tuan Presiden untuk mengambil keputusan penting. Di tangan lelaki ini, ada deretan angka yang akan memastikan bahwa Tuan Presiden tidak akan membiarkan sejarah Somalia mencatat bahwa di bawah kekuasaannyalah wilayah Somalia tergadai atau dilacurkan pada bangsa lain. Dalam kata-kata presiden itu, ini adalah perihal sejarah dan sejarah itu kini sedang dibuat. Dalam pembuatannya ada seorang surveyor, seorang ahli geodesi yang tidak saja sebagai pelengkap. Surveyor itu adalah seorang penentu. Seperti saya dan para surveyor lainnya, pastilah Salihi memulai pelajarannya dengan memetakan selokan hingga kini dia memetakan kedaulatan. Surveyor itu menjaga kedaulatan bangsanya, Bangsa Somalia yang kini menggeliat dan bergerak maju.
Keren sekali, Pak. Penentu garis kebijakan.
Tapi mengapa terlalu sedikit sarjana geodesi di negara itu,
Karena mereka tidak menyadari manfaatnya. Selain itu, negeri itu dilanda perang Saudara selama 20thn lebih. Tidak sempat mikir pendidikan.
Untuk penetapan batas wilayah negara, jika terjadi sengketa antara kedua belah pihak, apakah harus dibawa ke badan arbitrase?
Mas Yudhi,
Tidak harus. Bisa negosiasi bilateral saja.
Dalam penetapan batas wilayah negara, jika terjadi sengketa apakah harus dibawa ke badan arbitrase?
Menarik dan menggugah semangat, mas Andi. Salam.
Terima kasih Pak Singgih š