Cerita ini bagian dari Berlin 2013
Penjelajahan Berlin lebih banyak kami lakukan dengan berjalan kaki. Salah satu target kunjungan adalah Gereja Katedral di Berlin yang terkenal itu. Saya bukan seorang kurator tempat wisata atau bangunan bersejarah. Maka saya sudah merasa senang bisa melihatnya dari dekat dan mengambil satu atau dua foto. Seperti orang biasa lainnya, berkunjung ke sebuah tempat lebih utama untuk memenuhi naluri narsis. Jika ingin belajar sejarah, sangat banyak buku dan artikel terpercaya yang bisa dibaca. Maka kunjungan ini jelas bukan untuk mempelajari sejarah tetapi untuk menikmati suasana yang tidak bisa diperoleh dengan membaca buku.
Saat asik menikmati suasana tiba-tiba kami melihat rombongan dengan wajah-wajah Melayu. Rupanya Ibu Ani Yudhoyono yang sedang mendampingi Bapak Presiden SBY sedang menikmati Gereja Katedral itu. Saya tahu, Presiden SBY sedang ada di Berlin dan besok kami, para pembicara symposium Earth Resilience dijadwalkan bertemu beliau. Rupanya Ibu Ani menyempatkan diri menikmati suasana kota ketika Presiden memiliki agenda formal dengan orang-orang penting di Berlin. Kamipun mendekatinya. Cukup menarik bisa bertemu ibu negara di halaman sebuah gereja di Berlin, tentu saja ini pengalaman yang tidak mudah terulang. Setelah bercakap-cakap dengan paspampres dan petugas protokoler, akhirnya kami bisa bercakap-cakap sebentar dengan Ibu Ani. Beliau ramah, percaya diri dan hangat. Ketika kami mengenalkan diri sebagai mahasiswa, beliau merespon dengan baik. Tiba-tiba saja beliau perlu menjelaskan bahwa beliau memanfaatkan waktu yang hanya tiga jam untuk menikmati suasana di sela kesibukan. Mendengar itu Kang Ade dan saya berpandangan sambil tersenyum. Dalam pikiran liar kami yang nakal kami menduga Ibu Ani mungkin risih dituduh jalan-jalan saat kunjungan negara. Tentu saja itu hanya dugaan, aslinya kami tidak pernah tahu.
Adhitya dan Tiara memanfaatkan momen itu agar Ibu Ani mendoakan putra mereka yang masih dalam kandungan. Ibu Ani juga merespon dengan baik dan sigap berdoa sambil mengelus-elus perut Tiara. Sebuah momen berharga. Pertemuan singkat itupun ditutup dengan foto bersama. Ada kalimat penting yang diucapkan Ibu Ani kepada kami. Beliau mendoakan agar kami cepat selesai menuntut ilmu dan berharap kami segera kembali ke tanah air untuk mengabdi pada Indonesia. diucapkan oleh seorang ibu negara, kalimat itu tentu berarti bagi bagi setiap orang yang hadir di situ. Saya tersenyum dalam hati, berharap bisa menjalani doa itu.
Di sudut lain tidak jauh dari lokasi kami bertemu Ibu Ani, saya mendapati seorang lelaki yang berusia kira-kira 40-50 tahun. Beliau mengenakan jeans dan kaos. Tentu saja beliau bukan bagian dari rombongan presiden yang semuanya rapi. Setelah ditanya beliau mengaku dari Jakarta, dari Kementerian Luar Negeri. Meski begitu, agak aneh jika seorang diplomat rombongan presiden mengenakan kaos dan jeans seperti itu. Kang Ade yang punya naluri lebih tajam dan sedikit nakal, yakin bahwa Bapak itu adalah bagian dari keamanan tertutup. Memang bisa dimengerti, tentu saja keamanan presiden dan ibu negara tidak cukup dijaga oleh paspampres yang berjas dan telinganya dipenuhi speakerphone dengan kabel yang melingkar-lingkar. Jika demikian, tentu mereka tidak layak disebut secret service karena meamang tidak secret sama sekali. Wajar rasanya jika ada pihak yang menyamar dan memastikan keamanan presiden dan ibu negara dari jarak dan dengan cara tertentu yang tidak semua orang tahu. Entahlah tetapi saya percaya pada Kang Ade.
One thought on “Berlin 2013: Ibu Ani Yudoyono”