Kembalinya si iPhone hilang


Sore tadi, saat mengantar Asti, isteri saya, menjelajahi kampus UNSW di Sydney sambil melakukan enrollment, saya kehilangan iPhone. Setelah menyelsaikan segala urusan administrasi, kami ngobrol di taman di depan perpustakaan sambil menunggu teman untuk nantinya menjenguk kawan yang sedang sakit. Karena tergesa akan berangkat, rupanya iPhone saya tertinggal dan akhirnya sadar saat berada di rumah sakit. Sesaat setelah memastikan bahwa iPhone memang ketinggalan, saya berusaha tidak panik. Panik jelas tidak akan membantu meskipun tentu saja amat sangat khawatir. Nilai akuntansi iPhone yang sudah berusia lebih dari 3 tahun itu mungkin sudah tidak ada tetapi nilai non-materialnya tinggi sekali. Bukan, saya tidak sedang berbicara tentang foto dan video yang ada di sana. Sejauh ini aman, koleksi yang penting sudah diamankan di tempat lain.

Setelah bercakap-cakap dengan kawan yang sakit, saya memutuskan untuk kembali ke kampus menelusuri iPhone yang hilang. Di taman sudah tidak ada apa-apa, saya hanya menemukan dua mahasiswi yang duduk tidak jauh dari tempat saya duduk sebelumnya. Sayapun mendekati mereka dan menyakan kalau-kalau mereka melihat iPhone saya. “Oh, I am really sorry but we didn’t see any iPhone. Where did you leave it?” kata seorang dari mereka dengan wajah yang sangat prihatin. Diapun segera menyodorkan iPhone miliknya dan meminta saya mencoba mengontak iPhone yang hilang itu. Baik sekali orang ini. Sayapun mencoba tetapi tidak ada hasil karena rupanya iPhone saya mati akibat kehabisan baterei. Ini salah satu kelemahan telepon seluler cerdas dewasa ini: boros baterei. Atas saran dari dua orang itu juga, saya akhirnya bergegas ke FM Assist, sebuah unit kerja yang salah satu tugasnya adalah mengelola “lost and found” di UNSW. Sayang sungguh sayang, FM Assist sudah tutup karena waktu sudah menunjukkan pukul 6pm lebih. Saya kembali ke depan perpustakaan dengan lunglai. iPhone saya positif hilang, pikir saya.

Tiba-tiba saya melihat dua orang mahasiswa duduk persis di lokasi saya duduk sebelumnya dan saya duga iPhone saya tertinggal di sana. Sayapun menghampir kalau-kalau mereka melihat iPhone saya. Ternyata kedua orang ini baru saja sampai di sana dan tidak tahu menahu soal iPhone saya. Salah satu dari mereka menyarankan saya untuk pergi ke perpustakaan karena biasanya barang temuan akan diserahkan ke petugas perpustakaan jika FM Assist sudah tutup. Saya sesungguhnya tidak yakin tetapi toh tidak ada salahnya mencoba. Sesampai di depan petugas perpustakaan, saya bertanya “I lost my phone and I think I left it somewhere outside this building. Did somebody come to you?” Lelaki yang saya tanya tersenyum dan bertanya balik “Oh, what is it like?” Sayapun menjawab dengan semangat karena mendapat harapan “It’s an iPhone 3GS, with leather cover. It’s black” dan cemas menunggu responnya. “Oh yes, somebody found it and gave it to me. One second, I will take it for you.” Kontan saja sumringah dan senang sekali sambil tidak berhenti mengucapkan terima kasih.

Beberapa menit kemudian, iPhone itu sudah kembali ke tangan saya. Sayangnya petugas perpustakaan itu tidak mengetahui identitas orang yang menemukan iPhone saya sehingga saya tidak bisa berterima kasih. Menariknya, petugas juga tidak menanyakan identitas saya, tidak juga merasa perlu melakukan pengecekan. Tidak ada nuansa curiga sedikitpun di wajahnya. Dia percaya saja bahwa saya adalah pemilik iPhone itu. Peradaban di negeri kangguru ini memang rupanya digerakkan oleh semangat mempercayai, bukan mencurigai.

Di saat seperti ini, saya mengingat lagi kejadian-kejadian lama terkait HP. Saya semakin yakin  bahwa kebaikan kecil dengan mengembalikan HP yang tertinggal kepada pemiliknya adalah kebajikan sederhana yang bisa kita lakukan untuk membuat orang lain terhindar dari kesedihan dan kerugian yang besar. Kita tahu, dunia ini dipenuhi kisah-kisah kepahlawanan. Kita hanya kadang lupa bahwa kita bisa menjadi tokoh utamanya. Terima kasih stranger, terima kasih UNSW.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

12 thoughts on “Kembalinya si iPhone hilang”

  1. talking about UNSW made me a bit sad, coz I didn’t make it this year to go there. One day, I’ll be there, and believe that Hyang Widhi has planned it much ahead for me. When all your wishes come true – then you’ll never know what the meaning of patience. 😉 *sorry komen ga nyambung, Bli* Ya, memang asas kepedulian mereka sangat berbeda. Padahal mereka bukan orang2 yg percaya karma. But, they always tries to be good. Salute, Aussie. 🙂

  2. Saya telusuri link-link di artikel ini dan saya dapat kesimpulan bahwa Bli Andi ini sering sekali (beberapa kali bisa diarikan sering gak sih?) berhubungan dengan HP hilang. All the story was so great and inspiratif.

  3. Kalau di kampus mungkin relatif aman, tapi kalau di luar rasanya tidak bisa seaman itu. Curiga? Barang kali tidak, rasanya kalau barang hilang di luar areal kampus itu lebih cepat menyerah untuk menemukannya kembali.

  4. I have one interesting story to share as well…

    I lost my phone in CiWalk Bandung and they gave it back to me!!! It was a brand new iPhone at that time and the cleaning service guys were honest enough to give it to the security!!!

    Some Indonesians are still honest too, my friend!

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: