Saya pernah membaca sebuah artikel di pertengahan tahun 1990an yang cukup menarik. Menurut artikel itu, orang sering merasa kagum dan bahkan terkesima kepada orang yang jujur, misalnya jika orang itu mengembalikan sebuah dompet yang ditemukannya di jalan. Yang menarik, artikel itu menganggap tindakan mengagumi itu sesungguhnya perwujudan dari kerusakan moral yang terjadi di masyarakat. Lebih jauh artikel itu membahas bahwa berbuat kebaikan seperti itu adalah sebuah keharusan karena diwajibkan agama, dibenarkan norma dan bahkan dianjurkan hukum. Singkatnya, mengembalikan dompet yang tertinggal kepada pemiliknya tidak lebih dari sekedar melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Ini tidak berbeda dengan makan atau sikat gigi. Perlukah orang dikagumi atau dipuji-puji berlebihan gara-gara rajin makan atau sikat gigi? Anak muda sekarang mungkin bilang “biasa aja kaleee”.
Saat naik kereta di dari Town Hall menuju Circular Quay di Sydney tanggal 13 November 2011, saya menemukan sebuah telepon celuler Samsung Galaxy S II yang canggih itu. Telepon itu tergeletak di lantai, sepertinya terjatuh dari tangan pemiliknya. Ada beberapa kawan bersama saya dan kami sepakat untuk mengamankannya. Saya yang melihatnya pertama kali dipercaya untuk membawa barang itu.
Ingatan saya melayang ke beberapa tahun silam, tentang kebaikan. Saya pernah tulis di blog ini tentang orang murah hati yang mengembalikan HP saya saat tertinggal di bus kota di Sydney. Entah mengapa ada koneksi kuat antara kejadian tujuh tahun silam itu dengan Samsung Galaxy S II yang saya temukan. Ini saatnya saya melunasi kebaikan yang pernah dilakukan orang terhadap saya. Tekad ini juga dimotivasi oleh sebuah kejadian penting di tahun 1998, ada orang yang mengembalikan dompet saya yang tertinggal di box telepon umum di Jogja, lengkap dengan segala isinya. Saya bahkan tidak mengetahui orang itu sampai hari ini karena dia datang ke tempat kos dan memberikan dompet itu kepada Ibu kos saya. Perburuan saya terhadap orang baik itu tidak berhasil (atau belum berhasil?) sampai sekarang. Rasanya kini saya diberi kesempatan melakukan kebaikan kecil untuk membalas semua kebaikan yang telah saya terima di masa lalu. Meminjam judul sebuah film, saya menyebutnya “Pay it Forward”.
Saya mengajak beberapa kawan untuk beruding. Saya cetuskan pada mereka, kami harus mengembalikan HP itu kepada pemiliknya. Bagaimana caranya? Opsi yang ditawarkan adalah menyerahkan kepada petugas stasiun kereta atau polisi. Di negara yang cukup baik seperti Australia petugas kereta dan polisi sangat bisa dipercaya, rasanya ini pilihan aman. Meski demikian, keinginan saya yang sangat kuat menghadirkan ide lain. Saya bilang ke teman-teman bahwa saya yang akan mengembalikannya sendiri. Sebelum mereka menunjukkan keraguan, saya bilang setengah berkelakar, “Guys, I know myself. I will do the job better than they can deliver. You watch me!” Merekapun menyerah, mengetahui saya tidak bisa dibantah lagi.
Ada semacam kekuatan, entah apa namanya, bahwa jika kita meyakini tekad dan niat baik diri sendiri, maka tidak ada hal lain yang lebih baik dari melakukan sendiri. Pastilah terdengar sangat arogan tetapi di sore itu saya merasakan hal yang sama. Bahwa polisi atau petugas stasiun tidak akan mungkin secara aktif mencari pemilik telepon ini dan mereka pasti akan menunggu laporan. Saya bisa melakukan lebih dari itu karena saya yang akan mencari pemiliknya. Bukan dia yang akan menemukan saya tetapi saya yang akan memburunya hingga ketemu.
Malam hari sesampainya di rumah di Wollongong saya meminjam charger dari Luhur, teman satu rumah yang kebetulan memiliki charger yang cocok. Saya tidak berhasil melihat isi HP itu, terutama daftar kontak di dalamnya. Tadinya saya berpikir sederhana saja, saya tinggal lihat kontak atau daftar koneksi terakhir dan menelpon salah satu nomor yang ada di sana, pasti sangatlah mudah. Malang, ternyata layar telepon itu dikunci dengan sandi tertentu dan saya tidak berhasil membukanya. Saya kemudian menyebarkan foto dan berita tersebut lewat Facebook dan Twitter. Berbagai komentar dari teman sangat membantu. Sayapun menghabiskan waktu yang cukup lama berselancar di dunia maya untuk mencari tahu tentang Samsung Galaxy S II yang sebelumnya tidak saya kenal.
Ide yang sangat mudah adalah menunggu pemiliknya sadar akan HPnya yang hilang dan mencoba menelpon HPnya sendiri. Sampai menjelang pagi, telepon yang saya tunggu tidak datang. Ada keraguan apakah HP itu bisa dihubungi karena di sana tertulis “emergency call only”. Sementara itu saya tidak bisa mengetahui nomornya karena memang sama sekali tidak bisa dibuka layarnya. Sempat saya berpikir untuk menelpon nomor darurat 000 dan bertanya pada petugas “berapa nomor HP yang saya gunakan?” Saya membayangkan sebuah dialog yang agak aneh. Sementara orang di ujung telepon akan menjawab saya dengan pertanyaan yang siap mengantisipasi kegentingan, saya akan bertanya “what is the number that I am calling you from?’ Pasti akan terdengar sangat ajaib. Saya urungkan niat itu.
Esok harinya saya harus bekerja sangat pagi dan HP itu saya tinggal di apartemen. Sekembalinya dari bekerja saya melihat sebuah tanda di layar HP yang saya curigai sebagai panggilan tak terjawab alias ‘missed call’. Urusan akan beres jika saya bisa tahu siapa yang telah menelpon itu. Masalahnya, sekali lagi, layar tidak bisa dibuka karema dipassword sehingga saya tidak bisa mengecek nomor yang baru saja melakukan kontak. Jika saja saya sabar, saya bisa saja menunggu sejam dua jam lagi dan pasti akan ada telepon yang masuk. Sayangnya saya tidak cukup sabar karena dalam hati sudah berjanji akan berlaku aktif dalam menemukan pemilik HP itu. Sayapun sempat me-mention Vodafone Australia dalam sebuah posting twitter karena HP tersebut menggunakan Vodafone. Vodafone membantu saya menyebarkan berita itu ke 14 ribuan followers dan menasihatkan untuk membawa HP itu ke polisi.
Atas ide Luhur juga, saya coba memindahkan SIM card di HP tersebut ke HP saya, kalau-kalau ada nomor yang disimpan di SIM cardnya yang bisa dikontak. Karena tidak terbiasa dengan Samsung, saya tidak tahu cara membuka back covernya. Akhirnya Youtube memberi jalan keluar. Sayang sekali saya tidak berhasil menemukan nomor yang disimpan di SIM card meskipun SIM card bekerja dengan baik di iPhone saya. Dengan SIM card itu, sayapun kemudian menelpon seorang kawan dari Thailand, yang juga ikut saat HP tersebut ditemukan. Dari dia, saya akhirnya mengetahui nomor HP Samsung tersebut. Saya pikir akan bermanfaat jika nanti saya harus menelpon Vodafone bahwa saya menemukan HP dengan nomor sekian, mungkin mereka bisa membantu meskipun saya tahu tidak akan mudah. Orang Australia sangat hati-hati dengan privasi. Tidak mudah untuk mencari informasi nama orang kalau kita mengetahui nomor HPnya.
Saya lalu mengembalikan SIM card itu ke hp Samsung. Terjadilah ‘keajaiban kecil’ itu. Ternyata saat dihidupkan, Samsung akan menampilkan beberapa informasi termasuk missed call terakhir yang muncul secara berkelebat, cepat sekali. Saya sangat senang melihat itu tetapi tentu saja kemunculan nomor itu terlalu cepat dan singkat sehingga saya tidak bisa mencatat, apalagi mengingatnya karena saya bukan termasuk orang degan kemampuan ‘photographic memory’. Sayapun berpikir, bagaimana caranya merekam nomor telepon yang muncul sekejap mata itu. Akhirnya saya menggunakan ‘photographic memory’ dalam arti sebenarnya. Saya mematikan HP itu dan menghidupkannya kembali. Saat yang sama saya sudah menyiapkan kamera di iPhone dan segera memotret layar Samsung saat dia menampilkan nomor ‘missed call’ tersebut. Hasilnya luar biasa. The moral of the story: boleh saja kita tidak hebat dalam mengingat sesuatu tetapi kita punya alat untuk merekam sesuatu dengan cepat. Saya ingat ketika Einstein ditanya 1 mil setara dengan berapa kaki, dia menjawab “Gue kaga ngarti dah, kenapa gue harus ngejejelin otak gue sama hal-hal yang sebenernya bisa gue temuin di buku-buku pelajaran dalam waktu dua menit?” Tentu saja ini versi Eistein gaul, tapi tidak AL4Y 🙂 Kalau saya bilang, mengapa kita harus punya ‘photographic memory’ kalau sekarang kita bisa membawa kamera ke mana-mana. Nyambug nggak?
Sayapun segera menelpon nomor yang tadi ‘missed call’ tersebut. Nama orangnya Edward, ternyata dia pemilik HPnya. Susah diceritakan betapa senangnya dia ketiaka saya jelaskan semuanya. Dia terkejut sekaligus sulit percaya ada yang akan mengembalikan HPnya. Singkat cerita, kami berjanji akan bertemu di Wollongong. Edward bekerja di Sydney dan akan datang ke Wollongong malam hari. Hari itu jadwal saya agak padat karena sedang mendampingi delegasi dari Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Pertemuan malam hari dengan Edward tentu sesuai dengan jadwal saya. Satu yang saya pesankan kepada dia “I don’t want to complicate things Edward, but I want you to convince me that I give the phone to the right person”. Tentu saja saya perlu meyakinkan bahwa saya memberi HP itu kepada pemiliknya bukan orang lain.
Malam hari sekitar pukul setengah 9 malam tanggal 14 November 2011 saya bertemu Edward. Eddy nama panggilannya. Dia orang New Zealand yang bekerja di sebuah bank di Sydney, baru 8 bulan di Australia. Dari ceritanya, dia pernah bekerja di China dan ingin bekerja di luar negeri lebih banyak. Tentu saja percakapan lebih banyak diisi dengan ucapan terima kasih. Dia mengajak saya makan malam tetapi saya terpaksa menolak karena sudah makan. Saya sendiri sudah bertekad tidak akan menerima imbalan apapun. Saya serahkan HP itu dan ternyata dia memang bisa membuka layarnya, berarti dia tahu passwordnya. Fakta tersebut cukup meyakinkan saya bahwa itu adalah HPnya. Satu lagi, saya bertanya alamat emailnya dan mengirim email kepadanya lewat iPhone saya. Dia menunjukkan email itu bisa diterima di HPnya dan kemudian dia membalas saya. Rasanya dua hal itu sudah menujukkan dia adalah pemilik yang sah. Selain itu saya memotretnya sebagai bukti untuk kawan-kawan saya bahwa saya sudah menunaikan tugas dengan baik. Selain itu, saya juga meminta dia mengirimkan email pada beberapa kawan yang mengetahui perihal penemuan HP tersebut. Dia melaksanakannya ‘on the fly’, saat itu juga.
Hari telah larut dan gelap, saya pulang mengayuh sepeda dengan perasaan lega. Lega karena tindakan kecil itu telah membahagiakan seseorang yang tidak saya kenal. Lega karena kebaikan kecil itu berjalan alami sebagaimana seharusnya sesuatu berjalan di muka bumi ini. Komentar dan dukungan teman-teman lewat Facebook dan Twitter sangat mencerahkan dan mengharukan. Satu komentar dari kawan lama, Indra Adnyana, menegaskan “this is the thing that makes us still believe in humanity”. Sangat menyentuh.
Ada harapan, saya tidak menjadi terlalu bangga dengan apa yang saya lakukan karena apa yang terjadi tidak lebih dari sekedar sikat gigi. Memang demikianlah seharusnya jika seseorang menemukan barang yang bukan miliknya. Tapi dengan menceritakan ini di blog, kini pembaca tahu bahwa saya hanyalah salah satu orang kebanyakan yang merasa bahwa sebuah kebajikan kecil adalah sesuatu yang istimewa. Meski demikian, mudah-mudahan ini tidak lebih dari sekedar keisengan berbagi, berharap sesuatu yang baik itu menular. Kita mungkin tidak bisa membalas kebaikan orang yang membantu kita tetapi seperti yang dipesankan Trevor McKinney, kita bisa membayar kepada orang lain yang membutuhkan. “Pay it forward” katanya.
Pay it foward… dan kebaikan akan kembali padamu mas…..
Betul De..
tulisan yang inspiratif mas … thanks for sharing
Makasih mas bay
mantaaap pak Andi…..menarik dan betul “pay it forward”
terima kasih mas Dwi 🙂
oww begitu tho ceritanya… mantab bli.. 🙂
Well done mas Andi…:-)
To be honest, waktu mbaca this story, saya punya bebapa ide…e…ternyata muncul di rangkaian crita berikutnya…jadi inget ketika dulu bersahabat dg “Trio Detektif & Lima Sekawan”…:-)
prilaku spt itu sangat mempertajam INTUISI=THAKSU. Bapak sdh bilang pada anak2kujadi orang Bali harus METHAKSU’ Sahabat kita yang muslim bilang beriman=tahu dasar2/norma/iman,dan bertakwa=rajin melaksanakan iman itu, ex PM Thailand THAKSIN SINAWAT(thaksu?). Unduh/download AYU LAKSMI youtube wirama totaka:bait1:SASI WIMBA ANENG GATA MESI BANYU(Bayangan bulan pada tempayan berisi air)bait2: Ndan asing suci nirmala mesi wulan(Asal pakiran kita SUCI tanpa MOLO tempayan itu secara MUZIZAT berisi BULAN, tidak sekedar BAYANGAN bulan saja. Tapi kalau airnya keruh, kita tak akan menemukan SEKEDAR BAYANGAN BULANPun TIDAK ADA. SEMOGA THAKSU(INTUISI)MU BERTAMBAH TAJAM. Om Siddirastu Tat Astu Swaha Om. Coba tanyakan tanyakan arti nama THAKSIN apa sama artinya dg THAKSU. Di Bali (tak ada yang berani?)pakai nama DEWA TAKSU karena jelas di setiap pelinggih ada yang namanya DEWA THAKSU(t4 kita mengadu segala masalah ok?
saya belajar banyak dari tulisan bli Andi, kebaikan yang kita tanamakan, kebaikan pula yang akan kita terima (hukum karma phala), Rahayu….
Kebaikan Pak Andi berbagi kisah ini dan bagaimana “kami” turut merasakan kebahagian = makes us still believe in humanity”