Note: Cerita ini adalah bagian dari New York 2012
Saya sedang berada di antrian panjang imigrasi saat akan meninggalkan Sydney menuju LA dalam perjalanan ke New York. Antriannya sangat panjang, lebih panjang dari yang pernah saya lihat. Di depan saya terlihat puluhan anak muda berseragam dengan tulisan “Las Vegas Tour 2012”. Rupanya beberapa anak sekolah Australia akan bersenang-senang di Las Vegas. Ini yang membuat antrian jadi lebih panjang.
Saat mendekati petugas yang mengatur antrian, saya melihat seorang lelaki bule bergegas mendekati petugas itu dan menyerahkan beberapa lembar dokumen. Dari percakapannya saya paham bahwa lelaki itu baru saja menemukan dokumen yang terjatuh dan dia yakin itu milik salah seorang yang agak jauh di depannya. Dia menunjuk segerombolan anak muda. Petugaspun dengan cekatan mengambil dokumen itu dan mendekati sekelompok pemuda yang ditunjuk tadi. Benar saja, rupanya mereka tidak sengaja menjatuhkan dokumen berharga yang bisa saja membuat mereka gagal berangkat jika tidak ada orang baik yang menemukan dan mengembalikannya. Mereka tidak henti-hentinya berterima kasih, sementara lelaki bule itu tersenyum ringan sambil melambaikan tangannya. Kebaikan kecil itu telah menyelamatkan perjalanan beberapa anak muda di depan saya. Sebuah pengalaman yang menarik dan menyegarkan untuk mengawali perjalanan jauh ke belahan bumi lainnya.
Hari pertama di New York, saya naik subway dari Queens ke Manhattan. Seperti lima tahun lalu, subway begitu padat dan orang nampak tegang dan bergegas. Wajahnya tidak dihiasi senyum dan semua nampak penuh konsentrasi dengan dirinya sendiri atau mungkin pekerjaan yang menunggu mereka di kantor. Memang sebagian dari mereka tinggal di Queens dan bekerja di Manhattan. Ini seperti halnya orang yang tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta, bedanya angkutan umum sangat nyaman meskipun sedikit berdesakan di pagi seperti ini.
Saya dapat tempat duduk yang cukup nyaman. Tiba-tiba ada beberapa perempuan naik dari satu stasiun dan berdiri di depan saya karena sudah tidak ada tempat duduk. Tidak ada satupun orang yang menawari dia tempat duduk, semua asik dengan bacaan atau musik yang didengarkan lewat smart phone masing-masing. Saya merasa jadi orang aneh sendiri karena sibuk mengamati orang-orang di sekitar saya. Ini tandanya saya masih ndeso 🙂 Saya melihat lagi, tak satupun lelaki yang duduk di sekitar saya menawarkan tempatnya untuk perempuan itu. Saya sendiri merasa perlu menawarkan meskipun agak ragu apakah hal itu tepat dilakukan. Bukan tidak mungkin seseorang merasa tersinggung diberi kemudahan dengan percuma karena bisa saja itu dianggap menghina dan menuduh mereka tidak cukup mampu atau sehat untuk berdiri. Berbagai prasangka berkecamuk tapi saya toh putuskan mendengarkan bisikan yang ada dalam hati saya. “Do you want to sit down here?” saya tawarkan sambil siap-siap berdiri. Dengang senyum dia menjawab “don’t worry, I will get off the next station.” Tidak diterima, tetapi setidaknya saya senang mendengar jawabannya. Dia menolak karena akan turun di stasiun berikutnya. Beberapa orang di sekitar saya menoleh sejenak, rupanya tidak begitu biasa melihat adegan seperti itu. Saya berusaha tidak peduli, saya telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Saya yakin itu.
Di sebuah ruangan di UN Division for Ocean Affairs and the Law of the Sea (DOALOS) kami sedang mengadakan pertemuan alumni. Waktu itu ada presentasi dari ketua Global Ocean Network, Dr. Biliana yang termasyur di bidang Ocean networking. Karena semangatnya, dia rupanya sedikit kehabisan suara. Diapun dengan cepat menghabiskan air minum yang disediakan untuknya. Beberapa kali dia menyentuh gelas kosongnya dan seperti memerlukan minum. Saya sendiri sesungguhnya tidak memerhatikan adegan itu karena terpana dengan isi presentasinya yang memungkinkan berbagai pihak untuk berjejaring di bidang kelautan dan hukum laut. Di saat seperti itu, saya melihat seorang peserta dari Fiji, kawan baik saya, berdiri dan keluar ruangan lalu datang dengan segelas air putih. Biliana berterima kasih teramat sangat dengan kejadian itu dan semua orang seperti terpana dengan inisiatif kawan saya ini. Tidak berhenti di sana, kawan ini kemudian berkata kepada Biliana “I have a question for you.” Sesaat kemudian meluncurlah komentar yang begitu cerdas dan pertanyan yang tajam, haus akan jawaban yang mencerahkan. Kawan saya ini memiliki dua kualitas penting: baik hati yang tulus dan kritis yang positif. Sebuah suguhan pertunjukkan yang memuat sejuta pelajaran.
Saat perjalanan pulang ke Queens di hari pertama, rupanya saya salah mengambil pintu keluar di Stasiun Woodhaven Avenue. Saya mendapati diri di sebuah titik yang agak aneh dan kegelapan membuat saya agak sulit menentukan arah jalan menuju rumah. Saya tidak bisa melihat peta karena iPhone saya tidak terkoneksi dengan internet saat itu. Satu-satunya cara adalah bertanya pada orang di sekitar saya. Ini prinsip orang Bali: kalau tidak ada peta, gunakan peta (kata-kata). Sayapun bertanya pada seorang lelaki berbadan besar dan berkulit hitam. Dia dengan tanpa ragu menjelaskan kepada saya arah yang harus dituju. Dari kata-katanya nampak meyakinkan meskipun dia tidak melakuan lebih dari itu. Dalam perjalanan mengikuti petunjuknya saya mulai merasa tercerahkan meski belum yakin. Sayapun bertanya lagi kepada seorang lelaki berwajah Asia. “I know where that is, just follow me” katanya. Memang beda cara, bantuan ini terasa lebih hangat dan lebih Asia. Dengan kebaikan dua orang itu, saya tiba di rumah dengan selamat.
Dalam perjalanan pulang dari Manhattan, saya duduk di sebuah kursi di subway ketika dua orang perempuan masuk kereta dan seorang bayi dalam kereta dorong. Ada beberapa tempat duduk tersedia tetapi tersebar sehingga mereka tidak mungkin duduk bersama. Saya tidak melihat ada orang yang mengambil inisiatif. Maklum, semua orang lelah dan terkantuk-kantuk di tempat duduk masing-masing. Jika saya pindah maka tiga orang ini bisa duduk bersama dan saya rasa itu sangat bagus bagi mereka. Masalahnya hanya satu, saya harus duduk di dekat seorang lelaki yang nampak tidak terawat dan berkulit hitam. Hal begini bukan barang baru di New York. Membiarkan perempuan dengan bayi ini untuk duduk di dekat lelaki itu mungkin bukan ide yang baik. Dengan agak cemas sayapun pindah dan duduk dekat lelaki itu. Kedua orang ini tak henti-hentinya berterima kasih karena bisa duduk bersama. Saya hanya tersenyum saja sambil bertanya umur bayi dalam dorongan bayi itu. Bayi 2 tahun yang cantik, berwajah latin yang khas. Kebaikan saya tidak ada artinya dibandingkan segala kesempatan baik yang saya terima selama ini. Saya yakin itu.
Ketika memasuki pesawat untuk terbang dari New York ke Los Angeles, saya merasa nyaman dengan tempat duduk saya dekat jendela. Saya perlu tidur kerena selama di New York tidak tidur dengan selayaknya. Selain karena jet lag yang menggangu jam tidur, ada banyak hal yang sayang dilewatkan dan kebutuhan komunikasi dengan keluarga serta teman di Indonesia dan Australia di waktu-waktu yang harusnya dipakai tidur di New York. Perbedaan waktu hingga belasan jam membuat semua itu terjadi.
Ketika saya siap-siap tidur meskipun pesawat belum tinggal landas, di dekat saya ada seorang cewek yang sibuk berbicara dengan orang lain yang masih berdiri di lorong tempat duduk pesawat. Dari percakapan mereka saya tahu mereka adalah teman atau pacar atau suami istri yang terpisah tempat duduknya. Sayang sekali kalau perjalanan enam jam ini dilewati dengan duduk terpisah dengan teman atau orang yang kita cintai. Tanpa berpikir panjang saya tawarkan “does he want to swap with me?”. Cewek itu seperti tidak percaya dengan tawaran saya lalu dengan gugup bertanya “wow, really?” Saya hanya mengangguk. Saya tahu artinya itu bagi mereka dan sayapun pernah muda dan punya keluarga. Diapun memanggil lelaki itu dan lelaki itu hampir tidak percaya mendapat tawaran itu. “Man, thank you so much!” dan saya jawab “no problem at all”. Kemudian dia berkata “but my current seat is next to a baby. Are you okay with that?” Saya memang tidak mengantisipasi akan duduk di dekat bayi yang pasti rewel. Meski demikian, saya teringat perjalanan saya beberapa kali mengajak Lita. Harus ada orang yang rela duduk dekat bayi karena memang demikianlah seharusnya. Saya mengangguk mantap dan bilang “no problem!”. “Oh man, I have never met such a nice person like you.” Sambil tersenyum, saya berkata dalam hati “sudahlah, tidak usah lebay dan nikmati perjalanan yang berkesan. I know how it feels karena aku juga pernah muda.”
Contoh-contoh bagus untuk random act of kindness. Teruslah menebar kebajikan dengan cerita-ceritamu, kawan.. 🙂
Subhan Zein
Setuju Bli. Saya sebagai perempuan Bali, mengaku, bahwa.. I’m terribly bad with maps, I do very often lost in Kuta!!!” Tapi, saya ga pernah kawatir, tinggal berhenti sebentar, dan tanya.. hehehe.. “Jalan ini ke mana yaaaaaa…” dijamin sampai. 🙂
Sukaa inspirational story like this. Bli Made emang jagonya deh! Thumbs up.
Suksma Gek. Suka pembaca yg apresiatif gini 🙂
Saya selalu baca catatan-catatan Bli Andi, tapi sudah lama tidak meninggalkan jejak.
cerita-cerita kebaikan diatas membawa senyuman-senyuman kecil di malam natal di Birmingham.
terima kasih Bli berbagi senyuman
Tersanjung saya dibaca mbak Tutik. Selamat Natal nggih Mbak yu.
Subhanallah… ketika kita selalu meyakini diri untuk selalu meninggalkan jejak di manapun kita berada.. saya yakin, Allah tidak tidur, Dia pasti akan membalas kebaikan kita dengan cara-Nya.. Nice share pak Andi!!
Thanks…
Wow…tulisan-tulisan pak andi tentang new york kali ini, membuat mimpi saya untuk suatu saat bisa kesana berkobar lagi. Oh ya, terima kasih karena tulisan-tulisan pak andi sangat membantu saya mempersiapkan aplikasi ADS kemarin. Sayang tahun ini belum berhasil, tapi masih ada tahun depan dan beasiswa-beasiswa lainnya..:).. Sukses selalu,pak..
Betul. Tugas kita hanya mencoba dengan tekun. Jika 10 kali tidak bisa, lakukan 11 kali sampai akhirnya waktu memberi jawaban final 🙂 Good luck!
cool Bli Made……so touched. U R a nice person. Your wife is the lucky woman in this world to have U…….