
Dalam sebuah lokakarya kepemimpinan yang diselenggarakan di Kangaroo Valley, New South Wales, Australia setiap peserta diminta mempresentasikan seorang pemimpin yang menginspirasi hidupnya. Lokakarya itu diikuti oleh pemimpin dan calon pemimpin di Asia Pasifik. Kala itu pertengahan 2009, Obama sedang naik daun. Ada pikiran untuk mempresentasikan Obama karena memang menginspirasi hidup saya. Meski begitu saya urungkan karena saya duga akan ada terlalu banyak orang yang menjadikannya idola. Saya berpikir lama dan akhirnya menemukan tokoh yang saya yakin tepat mewakili seorang pemimpin yang menginspirasi hidup saya.
Di depan para peserta dari Asia Pasifik itu saya berdiri. Saya memegang sebuah poster ukuran sedang dengan gambar seorang perempuan berbusana sederhana. Dengan menatap para hadirin saya memulai presentasi itu dalam Bahasa Inggris.
“Pemimpin ini adalah seorang perempuan. Perempuan ini bukanlah siapa-siapa. Dia dilahirkan di sebuah tempat di pelosok dunia yang mungkin tak ketetahui oleh peradaban. Dia bukanlah seorang politikus, bukan pula tokoh masyarakat. Dia juga tidak terkenal. Dia adalah perempuan biasa tetapi dia menjadi batu karang yang menjaga ketegaran keluarganya. Dia adalah perempuan yang perkasa. Dia kuat dalam makna sebenarnya. Di tahun ‘70an dan awal 80an, dia bekerja di sebuah penambangan batu padas tradisional, di sebuah tempat yang mungkin bahkan tidak terlihat pada Google Earth edisi premium.
Subuh-subuh sekitar pukul 4 pagi, dia terjaga. Dia meraih anak lelakinya yang masih terlelap dan menggendongnya, menyelimutinya dengan handuk kumal yang telah kusam dan centang perenang. Dia bergegas beranjak menempuh jarak yang jauh, menembus pagi yang masih berkabut dan dingin. Dia memulai hari dengan semangat, menuju penambangan padas. Dia melewati sawah-sawah seakan-akan dia telah menghafalkan jalur-jalur itu di luar kepalanya. Dia berjalan, bergegas, melompat dan bahkan berlari di kegelapan tanpa pernah sekalipun terjatuh. Kakinya seakan bermata yang bisa melihat di kegelapan. Dia melakukan itu setiap hari untuk menghidupi keluarganya. Dia adalah seorang yang tekun dan tegar hatinya. Anaknya selalu bersamanya, dan ada sebutir mimpi dalam hatinya, dia tidak ingin anaknya menjadi penambang padas seperti dirinya suatu hari kelak.
Di suatu pagi yang dingin tahun 1986, anaknya setengah putus asa, kehilangan akal dan tidak bisa membuka satu sachet shampoo untuk keramas. Si kecil berteriak, meminta ibunya membawakan pisau atau gunting untuk membuka shampoo itu. Perempuan itu datang mendekati lelaki kecil itu, meraih shampoo dari tangan si kecil dan merobek sudut plastik itu dengan giginya. Ditatapnya lelaki kecil itu tepat di matanya dan berujar “kamu tidak memerlukan pisau atau gunting untuk membuka shampoo ini” Bagi lelaki kecil itu, kejadian sederhana itu adalah sebuah inspirasi besar yang mengajarkan bahwa dia bisa melakukan sesuatu sendiri tanpa harus merepotkan orang lain.
Perempuan itu brilian, meskipun dia hanya belajar secara formal selama enam tahun dalam hidupnya. Dia bukan seorang orator ulung, bukan pula penulis. Dia tidak berbicara banyak tetapi berbuat banyak. Dia memilih melakukan sesuatu sebelum memutuskan untuk berbicara. Dengan cara itulah dia memengaruhi orang-orang di sekitarnya. Sebagai orang yang tidak berpendidikan formal, dia mengerti pentingnya arti pendidikan. Itulah sebabnya dia mengabdikan waktu dan tenaga dalam hidupnya untuk pendidikan anak-anaknya. Dia tidak ingin anaknya kelak bekerja menjadi penambang padas di suatu tempat yang bahkan dilupakan oleh dunia.
Dalam diamnya, dalam keterbatasannya berujar dan berkata-kata, dia menebar cinta. Cinta dalam kesederhanaan yang tidak pernah meriah dengan kata-kata dan pesta. Dia telah menginspirasi anaknya dengan cara yang sangat mengagumkan. Tanpa disadarinya, telah dibangunnya fondasi kepemimpinan dalam kesenyapan dan kesederhanaannya.
Kini perempuan itu bisa tersenyum. Tidak saja karena anaknya telah mampu merobek sudut sachet samphoo tanpa pisau dan gunting tetapi juga karena sang anak punya kesempatan untuk bersekolah empat kali lebih lama dari yang pernah dirasakannya. Dia bahagia karena anaknya berdiri tegak dan percaya diri di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, memaparkan gagasannya di depan para pemikir papan atas dunia. Dia terisak terharu karena anaknya terpilih menjadi presiden sebuah organisasi yang menaungi tidak saja sebuah tempat yang dilupakan peradaban tetapi lima benua di seluruh dunia.
Perempuan itu adalah ibu saya. Saya sadar, jalan saya maih sangat jauh dan belum banyak yang saya capai tetapi saya percaya, saya adalah hasil dari sebuah kepemimpinan cinta seorang perempuan yang besar di sebuah Desa kecil bernama Tegaljadi di Bali. Tempat itu mungkin tidak dikenal dunia, tetapi cintanya memancar dan semoga pancarannya itu menguat lewat apa yang saya lakukan. Ibu saya telah mengajari saya tentang cinta dan tentang semangat tidak menyerah.”
Saya menutup presentasi saya di Kangaro Valley sore itu dengan berujar “My mother is nobody. However, since nobody is perfect, to me, my mother is perfect.”
Tepuk tangan mengiringi langkah saya menuju kursi, tenggelam diantara pemimpin dan calon pemimpin Asia Pasifik itu. Seorang diplomat muda mendekati saya, wajahnya cerah meskipun diliputi rasa haru. Dijabatnya tangan saya erat, dia menyampaikan apresiasi dengan diam. Selamat hari Ibu.
Tanpa sadar mata saya terasa panas..,ternyata airmata berlinang membaca tulisan Bapak.Pak Andi, saya ingin mengatakan bahwa latar belakang keluarga saya sama dengan yang Bapak tulis, berasal dari udik dan walau bukan ibu yang berjuang tapi bapak dan sekaligus saya.Sekarang saya belum seperti Bapak tapi saya yakin sedang akan menjadi seperti Bapak.Saya tidak bisa menulis seperti tulisan bapak.Olehnya itu, dengan ini saya minta izin terlebih dahulu kelak suatu saat bila saya sudah mencapai cita-cita, saya akan menulis dan banyak mencontoh tulisan Bapak.Mohon diizinkan.terima kasih sebelumnya.
Tuhan mendengar doa kita…
Untuk menambah syahdu: http://www.youtube.com/watch?v=o62USXfcWCc
Salam hangat,
Subhan Zein
Selamat hari ibu, jasamu terkenang sepanjang masa 😀
Jadi nangis saya baca tulisan pa Andi…. Semoga kita bisa jadi anak yang berbakti, yang walaupun tidak mungkin bisa membalas semua jasa dan pengorbanan ibu ke kita, tapi minimal, kita selalu mendapat restunya, amien
Amien…
selamat hari ibu…….
saya juga seorang ibu, saya juga berprofesi dosen PTN, saya mengajar 23 SKS seminggu, melatih sebuah klub, dan di akhir pekan membantu bisnis suami… saya juga punya anak kecil yang berumur hampir 2 tahun, yang ketika kami bekrja saya titipkan ibu mertua saya… saya mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri dan tidak punya pembantu,…saya hanya memiliki waktu pagi hari setelah subuh untuk belajar dan doing something dengan proposal riset… tadinya saya merasa tidak bisa bernafas karena hampir-hampir tidak punya waktu luang, hingga akhirnya di suatu titik saya menyadari kalau peran menjadi ibu itu memang istimewa,…. saya membaca ini seperti merasakan ucapan terimakasih yang tidak terkatakan, terimakasih pak Andi, ….
Kami berhutang budi padamu kaum Ibu
di penghujung tahun membaca tulisan pak andi yang sangat luar biasa hingga merinding semua rasanya badan ini. Ingin sekali dan terus berusaha membahagiakan dan membanggakan ibuk sama hal nya yang pak andi lakukan. terima kasih untuk inspirasinya
Amin Mas 🙂
Izin share pak…
Silakan 🙂