Note: Cerita ini adalah bagian dari New York 2012
Tanggal 10 Desembe 2012 pukul 8.30, saya telah memasuki Grand Central Station di 42th Street New York. Pertama kali saya terkesan dengan stasiun yang besar dan megah ini adalah ketika nonton Madagascar saat berada di Sydney. Petualangan Alex, Marty, Gloria dan Melman yang melarikan diri dari Central Park Zoo mengenalkan saya pada Grand Central Station yang begitu khas. Desainnya yang mewah dan multifungsi dan banyaknya orang yang berlalu lalang membuat stasiun ini hidup lebih dari sekedar tempat singgah. Lima tahun lalu saya memasuki stasiun ini dan saya takjub. Kali ini saya merasakan semangat yang sama. Semangat yang hidup dan bergairah. Gerakan orang yang cepat, suara sepatu yang bertalu dan cahaya yang membias sedemikian rupa menghadirkan semangat yang gemuruh.
Saya sempatkan menikmati suasana itu, menikmati gerakan orang yang begitu liar dan bergairah serta suara-suara yang beradu. Sementara itu, musisi jalanan menunjukkan kebolehannya. Di bagian pusat stasiun nampak ada tempat informasi dan loket-loket penjualan tiket. Jam itu masih sama. Sama dengan yang dirusak oleh Melman di film Madagascar. Cahaya yang tidak terlalu cerah menghadirkan suasana yang temaram tetapi cukup terang untuk menuntun pergerakan orang-orang yang tergesa.
Saya keluar dari Grand Central Station dan menghirup udara Manhattan yang hidup dan bergetar. Semua orang mengenakan baju tebal, sebagian besar memakai jubah panjang hitam karena dingin. Semua orang bergerak cepat dan tergesa. Di jalanan nampak mobil bergerak, bus melaju dan taxi kuning bertebaran. Dari lubang-lubang di tengah jalan mengepul asap putih tebal dari mesin pemanas yang menghangatkan musim dingin. Klakson terdengar sekali sekali menambah riuh suasana. Di depan stasiun terdengar teriakan orang-orang menjajakan koran atau bulletin yang dibagikan gratis kepada pejalan kaki. Saya melihat satu per satu pejelan kaki menggamit pemberian itu lalu mulai membaca atau memasukkannya ke dalam tas untuk dibaca di lain waktu. Ratusan orang itu berhamburan menyusuri Lexington Avenue yang melintas di sisi timur Grand Central Station. Mereka bergerak ke berbagai arah menuju kantor masing-masing. Semua cepat, semua bergegas.
Manhattan seperti pulau sendiri di New York. Dia dipisahkan oleh Hudson River dengan Queens dan Brooklyn di sebelah barat dan baratdaya. Di sebelah timurlautnya terdapat The Bronx dan Yonkers di sebelah utaranya. Di sebelah baratnya adalah Newark, New Jersey yang sudah merupakan negara bagian lain. Jika Anda belum pernah ke New York dan membayangkan New York adalah Gotham City di film Batman atau ribuan gedung tinggi tempat Spiderman bergelantungan maka itu adalah Manhattan. Manhattan adalah sebuah borough di New York.
Rancangan Kota Manhattan sangat rapi berbentuk grid yang teratur dengan keseluruhan kota yang memanjang dari utara ke selatan. Jalan-jalan yang berarah timur-barat disebut street sedangkan yang berarah utara-selatan disebut avenue. Nama jalannyapun sangat mudah diingat karena menggunakan nomor. Nama jalannya adalah 1st street, 2nd street, 3rd street, dan seterusnya yang membesar dari selatan ke utara. Begitu pula dengan avenue yang diberi nama 1st avenue, 2nd avenue, 3rd avenue yang membersar dari timur ke barat. Maka dari itu alamat sebuah gedung seperti gedung 2 UN Plaza adalah di 44th Street diantara 1st dan 2nd Avenue. Ini artinya gedung ini berada di sepanjag 44th Street di sisi timur kota Manhattan. Berbeda dengan street, penamaan avenue tidak hanya dengan angka. Ada juga yang bernama Lexington Avenue, Madison, Park dll. Antara 3rd Avenue dan 5th Avenue, misalnya, ada Lexington, Park dan Madison Avenue. Secara umum, mencari alamat di Manhattan sangatlah mudah.
Menyusuri jalan-jalan di Manhattan seperti masuk belantara pencakar langit. Jalanan terintimidasi oleh deretan gedung tinggi yang membuatnya jadi terkesan sempit. Di gedung-gedung itulah Spiderman, tokoh superhero fiktif, bergelantungan dan berlompatan, seperti juga Batman dan Robin yang menyelamatkan warga yang teraniaya penjahat. Jika berkunjung ke Times Square maka gemerlap Manhattan akan nampak jelas. Lampu berkelip 24 jam sehari, berbagai layar raksasa menampilkan tontonan yang berkelebat-kelebat. Di Times Square inilah berbagai merek dan produk berlomba mempertontonkan diri. Disney store yang ramai, Microsoft yang canggih, Apple yang mentereng, Toys R us yang riuh rendah, semuanya berpadu jadi satu. Di jalanan terlihat orang berlalu lalang tanpa henti. Bus-bus pariwisata berderet membawa berpuluh-puluh pengunjung dan wisatawan tak henti-hentinya mengabadikan gambar menambah kilatan cahaya di Times Square yang terang benderang.
Di Times Square yang tidak jauh dari Grand Central Station, bisa dijumpai banyak tokoh Disney yang melakukan atraksi di jalan. Mereka dengan cekatan menggoda para pengunjung dengan tingkah polahnya yang menggemaskan. Di sudut lain ada bus sekolah seperti pada film Spiderman yang melintas membawa anak-anak sekolah lalu tiba-tiba ada seseorang berkostum Spiderman melompat merangkak di dinding bus itu lalu naik ke atasnya. Semua seperti sungguhan dan para pengunjung berteriak histeris.
Saat menyusuri 44th Street menuju Gedung 2 UN Plaza tempat kami akan berkumpul untuk pertama kali, saya melihat kerumunan orang dari kejauhan. Saya lihat berbelas kamera dan belasan pekerja lainnya sibuk mengatur lalu lintas orang. Saya duga ini adalah sebuah proses syuting, entahlah untuk apa. Sayapun melaju tidak begitu peduli menerobos kerumunan itu. Dingin yang mencekam membuat saya tidak sempat memperhatikan terlalu lama. Saat melewati beberapa orang yang sibuk menyiapan syuting, tiba-tiba saya melihat seseorang yang sepertinya pernah saya lihat. Tubuh lelai itu tinggi dan wajahnya begitu akrab di mata saya tetapi saya tidak begitu yakin pernah bertemu orang ini. Saya melewatinya dengan penuh rasa penasaran, dia sedang bercakap-cakap dengan beberapa orang yang duduk di deretan kursi di pinggi 44th Street. Tiba-tiba saja saya ingat, orang itu adalah Vince Vaughn, salah satu aktor Hollywood terkemuka. Saya segera menghentikan langkah mengambil kamera dan membidik wajahnya dari jauh. Sesaat kemudian datang seorang perempuan yang rupanya bekerja sebagai seorang petugas keamanan untuk proses syuting itu “I am sorry sir, but you are not allowed to take any picture.” Sayapun meringis, mengangkat tangan pertanda penerima larangan itu. Tapi dia tidak tahu, beberapa fotonya telah saya abadikan di kamera saya. Hidup di Manhattan memang seperti menjadi bagian dari film-film yang kita saksikan di bioskop tanah air.

Vince Vaughn, ah!
Subhan Zein
ada lagi lanjutan tentang manhattan ka?
Ada 🙂