Bagi sebagian pihak, telekonferensi bisa jadi merupakan sesuatu yang tidak mudah. Kenyataannya, telekonferensi sudah sangat umum dilakukan dan bisa jadi tidak mahal. Setidaknya, ini menjadi hal yang tidak luar biasa bagi sebagian dosen dan mahasiswa Teknik Geodesi, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pada tanggal 26 Mei 2011, untuk kedua kalinya saya mengadakan kuliah dalam jaringan, daring (online) untuk mahasiswa Teknik Geodesi UGM di Yogyakarta. Kuliah pertama kali saya lakukan dari New York hampir empat tahun silam dan kuliah kedua dari Wollongong, Australia. Kali ini saya membahas aspek hukum dan teknis batas maritim antarnegara. Sangat menyenangkan bisa tetap berbagi dengan mahasiswa meskipun terpisah oleh jarak dan waktu. Perbedaan waktu tiga jam dan jarak yang terbentang hampir 5000 kilometer tidak menghalangi interaksi saya dengan teman-teman Mahasiswa di Yogyakarta.
Saya menyebut Kuliah Jarak jauh ini sebagai sesuatu yang waktu nyata (real time), daring (online) dan murah (low-cost). Jika Anda terbiasa ngobrol atau chatting dengan Yahoo Messenger, Google Talk, Skype atau instant messenger (IM) lain, gagasan ini sebenarnya sudah biasa. Saya memodifikasi sedikit aktivitas chatting ini menjadi sebuah kuliah jarak jauh. Bagaimana caranya? Simak pemaparan berikut ini.
Prose kuliah, menurut pemahaman sederhana saya, adalah adanya tayangan atau visualisasi materi dan suara yang menjelaskan materi tersebut. Dalam kuliah yang konvensional, dosen berdiri di depan kelas, menjelaskan materi kuliah yang ditayangkan dengan proyektor sementara mahasiswa menyimak. Yang disimak oleh mahasiswa sesungguhnya adalah suara dosen dan informasi yang tertayang di depannya. Gerak gerik dosen tentu juga membantu dalam menyampaikan materi tersebut. Artinya ada tiga hal penting yang harus dipenuhi yaitu 1) adanya visualisasi informasi (tayangan bahan kuliah), 2) suara dosen yang jelas, dan 3) gerak gerik dosen dalam bentuk visual. Jika ketika hal ini dipenuhi, maka kehadiran fisik menjadi tidak wajib. Dengan kata lain, pesan atau isi kuliah bisa saja dipahami jika peserta kuliah dapat melihat tayangan dengan jelas dan mendengar penjelasan dari dosen pada saat yang sama. Ini akan lebih baik jika peserta kuliah dapat melihat gerak-gerik dosen.
Degan asumsi di atas, kuliah bisa dilakukan dengan IM (misal Skype) yang menjamin suara dosen akan didengar oleh mahasiswa. Bagaimana agar tayangan kuliah dapat dilihat oleh mahasiswa tanpa sumberdaya yang besar? Untuk ini, dosen dan mahasiswa harus terhubung ke internet dan bisa melakukan komunikasi. Di sinilah Skype berperan penting. Skemanya seperti pada Gambar 1 berikut.

Yang ditransfer secara langsung adalah suara dan video, sedangkan tayangan bahan kuliah ditransfer terpisah sebelum proses kuliah dilakukan. Saya mengirimkan bahan kuliah berupa animasi dalam bentuk shockwave flash (*.swf). Sebenarnya bisa juga dalam bentuk power point (PPT) atau format lain. Hanya saja, power point biasanya lebih besar dari format flash. Bahan kuliah saya yang penuh dengan peta dan animasi dalam 36 slides hanya berukuran kurang dari 1,5 MB jika dikemas dalam bentuk SWF. Di Jogja, bahan kuliah ini diterima oleh panitia yang menyelenggarakan kuliah jarak jauh ini.
Gambar di atas menunjukkan seorang dosen di Australia sedang terhubung ke Internet dan siap memberikan kuliah untuk mahasiswa di Yogyakarta. Sementara itu, di Yogyakarta ada seorang asisten (panitia) B yang juga terhubung ke internet dan pada saat yang sama sedang berada di ruang kuliah. Dosen A menggunakan Skype demikian pula Asisten B di Yogyakarta dan keduanya bisa berkomunikasi. Komputer yang digunakan oleh Assisten B terhubung ke Proyektor C sehingga tampilannya bisa dilihat di layar D oleh mahasiswa. Pada komputer Assisten B juga sudah terdapat file bahan kuliah (tayangan) yang sebelumnya dikirim oleh Dosen A. Pada dasarnya kuliah dilakukan dengan menggunakan bahan ini dan artinya animasi (presentasi) akan ditangani oleh komputer Assisten B di ruang kelas.
Saat Kuliah tanggal 26 Mei 2011 lalu, Saya dan salah satu panitia (Yasir Agus Hartanto, Ketua Keluarga Mahasiswa Teknik Geodesi – KMTG – UGM) membuka file tanyangan (*.swf) yang sama. Apa yang saya lihat juga dilihat oleh Yasir dan artinya sama pula dengan yang dilihat oleh mahasiswa melalui layar proyeksi. Sementara itu, saya dan Yasir bisa berbicara satu sama lain menggunakan Skype. Tentu saja kedua komputer harus dilengkapi dengan speaker dan microphone. Khusus di komputer Yasir, volume speaker harus bisa didengar perserta kuliah. Jika Saya berbicara maka yang mendengar bukan saja Yasir tetapi semua orang di kelas tersebut.
Dengan pengaturan ini, bisa dimengerti bahwa animasi terjadi di masing-masing komputer lokal, bukan animasi dari komputer di Australia ditransfer ke Yogakarta. Dengan demikian, penggunaan sumberdaya untuk transfer data dapat dihemat. Animasi dan perpindahan slide tayangan di Yogyakrta dilakukan oleh Yasir dengan instruksi saya, dengan mengatakan “next”. Saya melihat tayangan di komputer sendiri sedangkan Yasir dan mahasiswa melihat tayangan di komputer yang ada di Yogyakarta. Tampilan keduanya tentu saja sama kerena menggunakan file yang sama.
Perlu ada komunikasi yang sangat jelas antara saya dan Yasir agar penjelasan saya sesuai dengan tampilan yang sedang dihadapi oleh mahasiswa. Perlu dibuat tayangan kuliah yang informatif dan cukup sederhana dari segi animasi dan pengaturan halaman tetapi efektif dalam menyampaikan pesan/isi kuliah. Untuk meningkatkan efektivitas, skema yang ada pada gambar di atas sedikit dimofikasi dengan menggunakan dua komputer dan dua proyektor di Yogyakarta. Satu komputer (daring) menampilkan video saya dengan Skype, satu komputer lain (tidak daring) menampilkan bahan kuliah. Dengan demikian, di kelas juga ada dua layar sehingga mahasiswa bisa melihat animasi bahan kuliah dan gerak-gerik saya ketika menjelaskan seperti nampak pada Gambar 2.

Pengalaman tanggal 26 Mei 2011 sangat menggembirakan. Pemaparan saya selama sekitar 40 menit berjalan sangat lancar dan bisa disimak dengan jelas oleh lebih dari 80 orang mahasiswa. Koneksi yang digunakan adalah koneksi standar kampus UGM via LAN. Panitia menyampaikan bahwa saya seperti hadir langsung di kelas karena prosesnya sangat baik. Setelah pemaparan, ada juga sesi interaksi. KMTG sangat kreatif mengatur sedemikian rupa sehingga saya bisa melihat suasana mahasiswa di kelas seperti Gambar 3 berikut. Karena mikrofon yang cukup sensitif, mahasiswa juga bisa bertanya langsung pada saya. Meskipun suaranya masih kadang kurang jelas, saya bisa memahami pertanyaan dengan baik, dengan bantuan Yasir sebagai operator yang bisa berbicara langsung dengan saya. Interaksi berjalan sangat baik. Selain itu, banyak pertanyaan yang masuk lewat twitter dan saya sempatkan membahas beberapa diantaranya. Saya memang mengijinkan peserta kuliah untuk langsung bertanya lewat twitter ketika mereka menyimak. Selain itu, bahan kuliah berupa animasi ini juga bisa disimak lewat website sehingga semua orang dari seluruh dunia bisa menyimak meskipun tidak mendengar suara saya.

Eksperimen menunjukkan bahwa kuliah jarak jauh model ini merupakan pengalaman baru bagi mahasiswa. Dengan pengaturan seperti diilustrasikan pada Gambar 1, saya dapat memberikan kuliah dengan baik dan peserta mendengar penjelasan saya tanpa hambatan berarti. Tampilan dan animasi yang memadai serta kerjasama yang baik antara saya dan asisten di Jogja merupakan kunci keberhasilan kuliah jarak jauh ini. Yang terpenting, kegiatan ini bisa dilakukan tanpa tambahan investasi apapun. Komputer, jaringan internet dan kamera web saat ini sudah merupakan fasilitas umum yang tidak perlu diadakan khusus untuk kuliah semacam ini. Tentu saja ini berbeda dengan telekonferensi atau video konferensi konvensional yang memerlukan investasi yang tidak sedikit.
Tulisan singkat ini merupakan sebuah catatan pengalaman dan terus dikembangkan. Pengalmaan tahun ini sudah jauh lebih baik dari empat tahun lalu. Dari pengalaman dapat disimpulkan bahwa penggunaan Skype (atau IM lain) dengan pengaturan seperti dijelaskan sebelumnya merupakan salah satu alternatif untuk pemberian kuliah jarak jauh yang waktu nyata, daring dan murah. Jika Anda tertarik mencoba bereksperimen, saya akan sangat senang berbagi cerita dan menimba pengalaman.
Mantaf bung Andi…Geodesi UGM sangat bangga memiliki Anda.
Terima kasih Mas Thohir. Gd UGM juga bangga punya alumni seperti Mas Thohir.
Bagaimana dengan menggunakan teknologi dunia rekayasa seperti “second life”, rasanya itu sekarang cukup jadi trend untuk teknologi pengajaran dan pendidikan dengan menyatukan pengajar dan murid dari pelbagai belahan dunia yang luas ini, ke dalam sebuah dunia rekayasa yang biasa disesuaikan dengan konsep yang ingin disuguhkan dan target yang ingin dicapai.
Apakah sudah ada ide untuk menerapkan teknologi ini untuk perkuliahan di UGM Bli?
Wow, saya sendir malah baru tahu ini Cahya. Rasanya belum ada ide semacam ini di UGM, atau saya belum tahu aja kali. Sepertinya menarik dicoba. Thanks pencerahannya Cahya.
Bli Andi, you are awesome. Sangat inspiratif. Mohon ijin untuk berbagi dengan kolega di FGE. Matursuwun
Silakan Mbak Wiwid. Semoga bisa ditingkatkan atas saran2 dari teman2 FGE
Selamat mas Andi. Saya sangat mendukung upaya mas Andi. Beberapa waktu yang lalu, saya juga melakukan hal yang sama untuk mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di FK UGM. Tetapi, di kelas peminatan sistem informasi kesehatan, mahasiswanya tidak banyak, hanya 8 orang. Tetapi, malah jadi lebih interaktif, saya bisa mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa tertentu untuk menjelaskan dan sebaliknya. Hampir sama seperti biasanya saya mengajar. Slide saya kirimkan terlebih dahulu, tetapi, menggunakan Skype saya share desktop, sehingga mereka juga melihat tayangan dan pergerakan dari slide saya, termasuk ketika saya membuat catatan. Waktu itu juga sekitar 60-an menit. Yang masih jadi masalah di tempat saya adalah kalau ujian. Soalnya, kalau ujian, harus ada berkas yang ditandatangani. Akhirnya, supaya tidak ribet, ya lebih baik nggak nguji saja…kasihan mahasiswanya. Salam KulOn….
Mas Anis. Terima kasih atas masukannya. Mantap sekali 🙂
Jika bisa ‘share screen’ tentu lebih bagus. Hanya saja, dengan koneksi internet yg terbatas, kadang malah jadi tersendat. Ini sebabnya saya memilih ‘membebankan’ animasi pada komputer lokal di Jogja. Anyway, pengalaman Mas Anis sangat menarik untuk ditiru.
Salam kenal bang Andi.
Pengalaman yang luar biasa yang abang ceritakan. Semoga ini terus berjalan dan semakin sukses. Sehingga mahasiswa di tanah air semakin banyak mendapat pencerahan. Saya juga mencoba hal yang sama namun sifatnya informal dan gratis. Saya di India memberi ‘pencerahan’ cuma-cuma di bidang linguistik untuk kajian teori fungsional sistemik bagi 5 orang peneliti bahasa (2 mhs s2 efl univ, 1 mhs s2 Ugm, 1 mhs s3 uns dan 1 peneliti balai bahasa). Ini saya lakukan tiap hari minggu pagi dgn skype selama 2,5 jam.
salam hangat
http://www.mrsusanto.co.cc
semoga selalu bermafaat kuliahnya dan bisa jd inspirasi baru bagi teman-teman yg ingin berbagi dengan mereka yg membutuhkan ! 🙂
Mantabs mas andi…dengan kreativitas dan ubiquitous-nya ICT, sejatinya jarak dan waktu sudah tidak lagi menjadi halangan. Good to have you in UGM, semoga tidak tergiur untuk pindah ke lain ‘hati’…
Makasih Om Iwan 🙂
Mas Andi, pengalamannya sangat menarik. Memperkaya hal serupa dalam teknis pelaksanaannya 🙂 Sukses buat Mas Andi.
Terima kasih Pak Andi telah berbagi pengalaman menggunakan layanan internet untuk mengajar daring.
Inspirasi dari Khan Academy yang merekam materi dan mengajak peserta untuk mengikuti tes setelah menguasai materi di situs http://www.khanacademy.org/
Good info, Farid 🙂
wow, itu koneksi internetnya harus super cepat ya pak ?
Tidak harus…
Terimakash Bli
Saya baru mau mencoba untuk berbagi dengan rekan2 mhs di Indonesia.
Ide dan keterlibatan di webinar sudah lama tapi belum pernah sebagai pelaku aktif (yang manggung).
: )
Siap. Good luck boss 🙂