Kisah Saya Sekolah S2 #3: Banyak Baca, Banyak Tugas, Kurang Tidur, Tetap Bodoh!


… sambungan dari bagian 2

Ada satu buku tebal yang harus dimiliki (dibeli) untuk mata kuliah Global Navigation Satellite Systems (GNSS). Buku itu berisi kumpulan tulisan tentang perkembangan GNSS dari segi teori maupun teknologi. Ada juga tulisan populer dan artikel jurnal ilmiah. Singkatnya, itu adalah bahan bacaan pendukung kuliah tersebut. Semua orang harus membaca. Sejujurnya, sebagai orang yang tidak begitu suka membaca, buku tebal itu mengintimidasi.

Saya suka mengantuk kalau membaca. Anehnya, saya lebih suka menulis dan itu bisa jadi hiburan. Maka strategi saya ketika belajar adalah banyak menulis. Apa yang dibaca saya tulis dengan bahasa sendiri. Ini membantu. Meski demikian, tetap saja perjuangannya tidak mudah. Belum lagi kalau membaca artikel ilmiah, saya sering kali tidak mengerti. Kadag dibaca empat lima kali, belum tentu paham. Saya memang tidak mengambil mata kuliah GNSS atau GPS saat S1 di Teknik Geodesi UGM dulu.

Kebayang kan gimana rasanya kalau nggak bisa memahami satu bacaan? Di situlah saya merasa jadi orang paling bodoh sedunia. Masa begini aja tidak ngerti? Katanya dapat beasiswa S2 ke luar negeri, kok bodoh??Itulah pertanyaan dan tuduhan yang sering saya lontarkan pada diri sendiri. Saya pernah mendapat nilai terburuk di kelas dalam sebuah kuis. Jika tidak salah ingat, nilai saya kurang dari 50 dari skala 100. Fixed! Saya memang bodoh banget! Saya ceritakan ini ke isteri saya hanya untuk mendapat penghiburan.

Soal tugas, lebih serius lagi. Saya mendapat tiga tugas besar terkait dengan prinsip pengukuran dan pengolahan data GNSS/GPS. Yang menarik, semua tugas dikerjakan dengan Matlab, sebuah perangkat lunak pemrograman yang saya belum pernah sentuh sama sekali. Saya harus belajar dari NOL. NOL besar! Untunglah naluri ngulik orang Indonesia juga ada pada saya meskipun tidak dasyat sekali. Setidaknya dibandingkan teman lain, saya bisa menunjukkan kemajuan yang berarti dalam hal belajar coding Matlab.

Di situ saya sadar. Kita cukup baik dalam mengerjakan hal-hal teknis yang sifatnya ‘langsung terjun’ tapi tergagap-gagap ketika diminta memformulasikan gagasan dan menuangkannya dalam media komunikasi yang artikulatif. Buktinya, saya bisa mengerjakan tugas pemrograman dengan Matlab tapi selalu kesulitan untuk membuat laporannya dalam bentuk makalah. Belum lagi soal menulis Bahasa Inggris yang tidak mudah. Dosen dan asisten seperti tidak paham situasi ini. Tugas tetap menumpuk dan deadline tidak bisa ditawar.

Dari tiga mata kuliah, semuanya memberi tugas besar yang berujung pada makalah serius dan presentasi. Kuliah Sistem Informasi Geografis memberi tugas pengolahan data citra dan vector untuk menentukan kawasan terbaik untuk pembangunan. Intinya kami diminta meganalisis potensi bahaya tanah longsor sehigga bisa menentukan lokasi yang tepat untuk pembangunan. Laporannya harus dalam bentuk dokumen konsultan, bukan laporan ilmiah biasa. Sebenarnya secara konten ini tidak sulit. Banyak anak S1 yang sudah biasa mengerjakan hal ini. Sayangnya, ketika S1 saya tidak pernah praktikum sedetil itu. Maka semua jadi perjuangan yang tidak mudah.

Dari semuanya, yang paling parah adalah mata kuliah Hukum Laut yang begitu asing bagi saya. Kuliah ini saya ambil karena dasar hukum sangat penting bagi tesis saya nantinya yang terkait batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste. Di kuliah ini saya harus membuat sebuah makalah yang cukup Panjang (3000 kata) yang harus mengikuti kaidah penulisan Hukum, bukan Sains atau Teknik. Semuanya menggunakan footnote (catatan kaki) yang bagi saya menyiksa. Nilai akhir saya sangat tidak memuaskan, hanya dapat 72 dari 100. Supervisor saya menghibur, “for an Engineer, it’s not bad, Andi. Not bad at all”. Maksudmu apa? Kamu menghina Anak Teknik? Ketahuilah saudar-sadara, di negara maju, kasta Anak Hukum itu paling tinggi. Di atas Anak Teknik hehe.

Saya harus banyak membaca, banyak di lab, banyak begadang dan tentunya kurang tidur. Anehnya, saat proses terjadi, saya merasa semakin bodoh. Untungnya saya tidak menyerah dan tetap berusaha. Dukungan keluarga sangat penting dalam hal ini. Yang membuat lebih parah, saya juga bekerja paruh waktu. Saya pernah tidak tidur sama sekali dalam semalam untuk menyelesaikan laporan SIG yang dikumpul besoknya. Kemarinnya saya masih kerja sampai sore. Saya tidak mengeluh karena jika mengeluh, tiba-tiba di telinga terngiang “SIAPA SURUH??!!!”

Pelan-pelan saya merasakan kenyamanan dengan ritme yang luar biasa itu. Tanpa disadari, saya juga mulai mengerti apa yang terjadi. Rupanya memaksa diri untuk belajar itu ada faedahnya walaupun dirasakan terlambat. Suatu hari, asisten mengumumkan hasil tugas 2 GNSS dan siap-siap untuk memberi tugas 3. Tugas 3 adalah proyek lanjutan untuk mengolah hasil tugas 2. Asisten mengatakan hasil tugas 2 dari salah satu dari kami akan dijadikan contoh untuk diolah di tugas 3 oleh seluruh peserta kelas. Begitu saya buka link untuk mengunduh hasil tugas yang dijadikan contoh itu, saya terpaku melihat sebuah nama “I Made Andi Arsana”.

bersambung ke bagian 4

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: