Tahun 1999 saya pernah dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih. Kala itu masih mahasiswa dan demam berdarah telah menundukkan saya. Ketika ditanya oleh Ibu saya, Asti, yang ketika itu masih jadi pacar, berkata setengah berkelakar “Bli Andi cuma perlu istirahat, Me’. Kalau tidak sakit, dia tidak akan istirahat”. Kata-kata itu saya ingat terus. Candaan itu sederhana tetapi rupanya benar berlaku pada saya. Sakit membuat saya berhenti. Tidak saja istirahat tetapi juga berpikir dan terutama merenung.
Sakit juga memberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang lebih reflektif dan memerlukan ketekunan serta dedikasi waktu. Saat sakit di kelas tiga SMA, saya berhasil memainkan lagu Now and Forever karya Richard Mark dengan gitar yang dilengkapi petikan melodinya. Ini tidak pernah berhasil saya lakukan sebelumnya terutama karena sibuk menjadi Ketua OSIS. Hidup yang sibuk dan gerakan yang simpang siur membuat saya tidak sempat menggali ke dalam diri, menemukan bakat-bakat baru yang malu dan tersembunyi. Sakit yang cukup panjang akhirnya memberi saya kesempatan untuk menemukan benih-benih yang terpendam itu.
Saat baru memiliki komputer di tahun 1998, saya berhasil mempelajari HTML dengan agak tuntas karena sempat sakit beberapa hari. Mengunakan Microsoft Front Page, ketika itu, saya merasa lebih paham dengan tag HTML dan memahami tampilan yang ditimbulkan oleh setiap kode yang berbeda. Sebelumnya, saya tidak berhasil mendapatkan pemahaman itu, sekali lagi, karena gerakan yang lincah, pikiran yang tidak pernah berhenti dan raga yang jumpalitan dari satu titik ke titik lainnya. Sakit yang mengistirahatkan ternyata menjadi prasyarat bagi saya untuk memahami misteri HTML.
Beberapa waktu lau di penghujung Juni 2015 saya menemani mahasiswa Amerika dan Indonesia untuk bertemu Sultan HB X, Gubernur Yogyakarta. Entah dari mana datangnya, tubuh terasa remuk karena meriang. Mata berat mengantuk luar biasa dan energi seperti lenyap. Wajah Sultan yang semangat menjelaskan relegi, toleransi dan demokrasi seperti timbul tenggelam dalam pandangan saya. Ternyata saya terserang sakit yang cukup mengganggu. Jika saja bukan karena tugas penting, tentu saya sudah lari meninggalkan tempat lalu menyatu dengan kasur.
Setelah beberapa menit bersabar, akhirnya acara selesai dan sayapun melesat pergi. Sampai di rumah saya terkapar di tempat tidur dengan tubuh yang meriang parah. Sesunguhnya kepala dipenuhi dengan banyak sekali ingatan akan tugas yang belum tuntas. Apa boleh buat, tubuh perlu istirahat dan saya tidak kuasa lagi melawan. Maka terkaparlah saya dan memutuskan untuk tidak masuk kantor keeseokan harinya. Kawan-kawan yang baik hati menjadi penyelamat saya. Maka saya ada di satu masa yang aneh. Kepala yang bisa berpikir agak jernih karena sudah membaik tetapi tubuh yang tidak bekerja dan kaki yang tidak berlari karena tersandera di rumah.
Di tengah situasi yang tidak biasa itulah saya mencoba menulis. Sudah lama saya tidak menulis untuk koran sementara isu kelautan sedang marak dan telah terlalu sering saya lewatkan. Kini saatnya memulai lagi dan menulislah saya. Tulisan tentang Ambalat ini sudah saya rencanakan sejak lama tetapi gerakan tubuh yang terlalu cepat membuat saya tidak sempat menghasilkan pemikiran yang bernas. Maka saat sakit adalah kesempatan terbaik. Ajaibnya, jam 20.10 malam, tulisan itu sudah saya kirimkan ke Opini Kompas dan empat hari kemudian terbit di Kompas Cetak. Sebuah proses yang cepat.
Benar kata Asti, saya memang perlu istirahat. Sayangnya, sakit menjadi alasan terbaik saat ini untuk istirahat dan juga berkarya. Atau mungkin ini bukan soal sakit atau sehat tetapi soal memberikan kesempatan kepada sang diri untuk diam sejenak, melihat ke dalam secara reflektif sehingga kemudian bisa berkreasi menghasilkan karya baru. Selamat beristirahat, Kawan! Sayangi sang diri yang bersemayam dalam tubuhmu. Jangan tindas dia dan berikanlah haknya.
Thanks for sharing. Suka sekali dgn 2 kalimat terakhir.
Syukurlah …
Wah saya setuju pak. Di dalam agama saya, sakit adalah penggugur dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Bukan berarti kita harus sakit selalu agar masuk surga. Hehehe.
Dan yg terpenting pak, dengan sakit pula kita bisa mengenal dan mengetahui rekan-rekan yang memang sejatinya sayang pada kita. Terutama org yg benar-benar kita sayangi.
Keep posting pak 🙂
Siap !
Iya, saya masih ingat yang di pantirapih waktu itu….
sekali-dua kali main ke blognya Bli Andi boleh kan? 🙂
Hahaha 🙂 silakan Om