Jujur saja, saya sering terjebak membanding-bandingkan Indonesia dengan negara maju lainnya. Kadang muncul ucapan atau sekedar kelakar untuk mengagungkan bangsa lain dan meremehkan banga sendiri. Kebaikan orang-orang sering menjadi bahan pembicaraan. Saya tahu, sikap seperti ini tidak baik dan harus dikurangi. Mungkin ini bisa jadi resolusi tahun 2014. Membandingkan boleh tetapi sebaiknya hanya untuk tujuan perbaikan bangsa sendiri, bukan sekedar mencari-cari kelemahannya lalu menertawakannya tanpa berbuat apa-apa.
Suatu hari kami berkunjung ke Gembira Loka, sebuah kebun binatang terkenal di Jogja. Saat akan menikmati atraksi ‘terapi ikan’ tiba-tiba seorang lelaki muda mendekati saya. “Apa Bapak merasa kehiangan sesuatu?” katanya bertanya. Secara spontan saya menyentuh saku celana memeriksa dompet dan HP. Saya sampaikan “rasanya tidak Mas. Ada apa ya?” Lelaki itupun menunjukkan sebuah benda yang akrab di mata saya. Ternyata itu HP Asti, istri saya, yang tertinggal di loket pembelian karcis. Lelaki itu dengan santun mengembalikannya dan tentu saja dengan imbalan sejuta terima kasih dari kami. Seserpih kebaikan ditebarkan di depan mata kami, di Jogja, di negeri Indonesia.
Sore saat puang dari Gembira Loka, kami menaiki sepeda motor. Hujan cukup lebat dan kami bertiga, saya, Asti dan Lita, mengenakan jas hujan. Saat akan berbelok ke kiri menuju rumah dari Jalan Solo yang cukup padat, sebuah kendaraan bermotor menghantam kami dari sisi kiri. Rupanya ada seorang pengendara sepeda motor yang tidak menyadari saya akan berbelok ke kiri dan dia hendak menyalip dari kiri. Dia melakukan dua kesalahan. Pertama di mendahului dari kiri dan yang kedua dia tidak memperhatikan lampu sign, tanda belok, yang sudah menyala. Meski demikian kesalahan juga terjadi pada saya karena seingat saya, lampu itu saya nyalakan cukup terlambat. Kemungkinan kedua adaah lampu itu tertutup oleh jas hujan yang berjuntai ke bawah.
Karena terkejut sebenarnya saya menjadi emosi dengan kejadian itu. Belum sempat saya melakukan apa-apa, lelaki itu berhenti seketika dan tanpa basa-basi mengucap kata maaf sambil tersenyum penuh sesal dan rasa bersalah. Sikap itu seketika melunakkan saya. Sayapun tersenyum dan spontan mengatakan “oh tidak apa-apa Mas”. Lebih jauh dia berusaha meyakinkan bahwa kami bertiga tidak apa-apa. Dia berhenti meskipun masih duduk di atas motornya. Sayapun menegaskanbahwa kami baik-baik saja seraya bertanya apakah ada hal yang fatal terjadi pada lelaki itu. Dia pun memastikan dia baik-baik saja dan kami berpisah dari pertemuan singkat yang berkesan itu. Tentu saja kami tidak sempat berkenalan.
Kami bertiga melaju pulang. Lita yang dari tadi tertutup jas hujan tidak tahu persis apa yang sedang terjadi. Di tengah jalan saya ceritakan pada dia, bahwa kami baru saja bertemu seorang lelaki baik hati yang bertanggung jawab. “He is a gentleman”, kata saya pada Lita. “He apologised for a mistake that he has done to us.” Serpihan kebaikan memang ditebar oleh Tuhan di alam ini. Kebaikan itu tidak hanya ada di peradaban tertentu. Untuk menuainya mungkin kita juga harus memiliki dan menebar jaring-jaring kebaikan. Mungkin.
Wah Sangat menyentuh Mas Andi..terimakasih sudah berbagi!!!
Sama2 Mas Adam 🙂
Dua kejadian yang sangat menginspirasi. Beberapa dari kita mungkin menganggap kejadian seperti di atas biasa saja, tetapi kejadian-kejadian diatas sebenarnya telah menyadarkan kita bahwa masih banyak orang baik di negara ini.
Masih banyak orang baik untuk bangsa ini. Tapi adakah mereka-mereka itu diberi kesempatan untuk memimpin bangsa ini?
Karena ini demokrasi, kita yg harus memberi mereka kesempatan 🙂
orang-orang baik seperti itu yang membuat yogya dan juga indonesia terasa nyaman, Bli 🙂
Betul Mas 🙂
kebaikan-kebaikan itu kadang kecil dan sering luput ya kalo kita nggak peka dan terkalahkan duluan sama emosi :D..