
Made Kondang diam saja ketika Klian Banjar memberi perintah. Ada pertanyaan dalam hatinya tetapi tidak diungkapkannya karena alasan etika. Tidak elok mempertanyakan, apalagi membantah perintah Klian Banjar.
“Pastikan semua petani yang membajak sawah, mulai hari ini, tidak menggunakan sapi betina.” Klian Banjar mengulangi sekali lagi perintah yang sebenarnya sudah cukup jelas bagi Kondang.
“Ya, Pak Klian” jawab Kondang lirih.
“Saya tidak mau lagi melihat ada yang menggunakan sapi betina seperti yang sudah-sudah. Sangat tidak elok!” sambung Pak Klian seperti gusar.
Klian Banjar yang baru terpilih ini memang tiba-tiba mengeluarkan larangan menggunakan sapi betina untuk membajak, meskipun hal itu sudah menjadi tradisi sejak bertahun-tahun. Made Kondang yang abdi rendahan tidak bisa menolak. Untuk mempertanyakannyapun dia tidak mampu. Kondang tidak cukup pintar.
Kondang melangkah lesu keluar dari rumah Klian Banjar, bersiap-siap mengumumkan awig-awig baru perihal sapi betina yang tidak boleh digunakan untuk membajak sawah. Menjelaskan awig-awig yang tidak dipahami secara baik latar belakang dan alasannya membuat Kondang merasa pekerjaannya begitu berat. Dia gelisah.
“Kondang, ada apa bermuram durja?” Koplar, sahabat karibnya bertanya.
“Perihal sapi betina yang dilarang untuk membajak sawah itu lo. Aku masih tidak habis pikir tetapi aku tetap harus jelaskan pada krama banjar. Apa kamu tahu alasan sebenarnya?” Kondang mencoba mengorek informasi. Tiba-tiba wajah Koplar serius. Setelah menoleh kiri-kanan, dia mendekatkan dirinya ke Kondang.
“Kamu masih ingat awig-awig terakhir tentang susila itu?” Koplar setengah berbisik.
“Masih. Yang melarang siapapun melakukan tindakan yang merangsang syahwat itu?”
“Ya, awig-awig yang itu.”
“Ada apa dengan awig-awig itu?”
“Ini rahasia kita berdua saja” kata Koplar berbisik lirih sambil tetap awas pada sekitar. “Klian Banjar kita tidak tahan melihat sapi betina” lanjut Koplar.
“Maksudmu?” Kondang tidak bisa memahami kata-kaa Koplar.
“Ya, maksudku, Klian Banjar kita, terangsang birahinya kalau melihat sapi betina dari belakang. Maka dari itu dia larang semua orang menggunakan sapi betina untuk membajak sawah.” Kondang terdiam ternganga dan semakin tidak percaya.
“Pak Klian ingin melindungi dirinya agar tidak berbuat maksiat, sekaligus melindungi sapi-sapi betina itu dari perilakunya yang mungkin tidak akan terkendali. Maka dia ciptakan awig-awig baru. Mulia sekali Klian Banjar kita itu.” Sementara itu Kondang masih bengong. Pada kepalanya berkecamuk beragam perkara.
Saya sepakat, semua harus ada alasan yang jelas. Melihat ‘ramainya’ berita sejenis di media, semuanya tentu bersumber dari perspektif seseorang itu. Namun, alangkah eloknya jika semangat kesetaraan ada 🙂
Siap De