
Saya pernah menulis tentang pre-departure training (PDT) bagi calon penerima Australian Development Scholarship (ADS) di blog ini. Calon penerima beasiswa ADS memang wajib mengikuti pelatihan Bahasa Inggris di IALF Bali atau Jakarta yang dikenal juga dengan English for Academic Purposes (EAP). Singkatnya, seorang calon penerima beasiswa ADS harus mencapai nilai IELTS minimal 6,5 untuk bisa berangkat belajar di universitas Australia. Dalam beberapa kasus tertentu, nilai IELTS bahkan harus lebih tinggi.
Asti, isteri saya, mengikuti EAP selama enam bulan di IALF Bali. Selama enam bulan itu pula dia dan teman-temannya berjuang. Ikut EAP sesungguhnya sangat menyenangkan karena bisa berlajar banyak hal baru dan bertemu teman baru. Interaksi yang sangat intensif selama beberapa bulan membuat pertemanan biasanya sangat erat. Saat itulah terbentuk sahabat dan bahkan saudara baru. Meski menyenangkan, EAP juga menegangkan. Yang paling meresahkan tentu saja ketentuan bahwa calon penerima ADS harus mencapai nilai IELTS tertentu. Dalam kasus Asti, nilainya harus minimal 6,5 dan tidak boleh ada band (listening, reading, writing, speaking) bernilai kurang dari 6,0. Percayalah, ini bukan perkara muda bagi banyak orang.
Perjalanan selama enam bulan itu penuh dengan emosi turun naik. Di minggu atau bulan pertama, bisanya peserta merasakan kemajuan yang berarti. Meski demikian, di tengah jalan akan ada masa-masa ‘turun’. Tiba-tiba saja terasa tidak ada kemajuan atau bahkan ada penurunan Bahasa Inggris. Ujian simulasi IELTS biasanya membuat orang-orang bahagia, sedih, resah, atau malah kecewa. Tidak jarang, ujian yang dilakukan secara teratur itu itu menunjukkan perkembangan yang mengecewakan. Ujian bulan ini bisa menunjukkan hasil yang lebih buruk dari bulan lalu misalnya. Tugas membuat discussion paper Bahasa Inggris yang hanya 1500 kata itu tiba-tiba menjadi sesuatu yang paling sulit di dunia. Berbagai coretan tinta merah yang dibubuhkan di kertas artikel oleh guru di IALF tiba-tiba melemahkan semangat dan seakan memvonis “kamu tidak akan mampu jadi mahasiswa di Australia”. Saya juga melihat ini pada Asti dan teman-temannya. Di masa akhir EAP, ketegangan ini lebih tinggi lagi. Saya yang mengikuti EAP Asti dari ‘dekat’ kadang terlibat secara emosional dan merasakan ketegangan dan kegelisahan itu.
Hari ini saya patut senang karena Asti telah menunaikan tugas dengan baik. Nilai IELTSnya sudah diumumkan dan dia berhasil mendapatkan nilai yang dipersyaratkan. Perjuangannya berbuah baik. Pengorbanannya meninggalkan Lita di Jogja dan diurus oleh Mbah rupanya dibayar dengan keberhasilan ini. Seperti keluarga kami, saya yakin, keluarga teman-temannya Asti pasti mengalami berbagai gangguan dengan EAP ini. Ada perpisahan, ada pengorbanan dan ada ketegangan. Kami menyadari, bantuan dari keluarga besar adalah kunci yang mengantarkan Asti pada titik keberhasilan ini.
Saat nilai IELTS diumumkan, ada juga berita yang tidak baik. Beberapa temannya masih belum berhasil memperoleh nilai IELTS yang dipersyaratkan. Tidak terbayang betapa kecewanya mereka yang belum berhasil. Kegalauan pasti meliputi hidup mereka. Bayangkanlah, kesenangan beberapa bulan lalu karena mendapatkan ADS kini seperti ‘terhapus’ karena tidak bisa mendapatkan nilai IELTS yang dipersyaratkan. Akibat terburuknya adalah gagal berangkat ke Australia. Tentu saja para pejuang ini masih bisa mencari jalan keluar. Ada yang terpaksa harus ikut ujian IELTS lagi dengan membayar sendiri, ada juga yang harus mengganti pilihan universitas. Ada beberapa yang harus memilih universitas lain yang bersedia menerima kandidat dengan nilai IELTS di bawah 6,5. Hal ini tentu tidak menyenangkan bagi mereka namun hidup memang tidak selalu berjalan sesuai rencana.
Meski tidak terlibat langsung, komunikasi Asti dengan teman-temannya membuat saya bisa merasakan kegelisahan itu. Ketegangan dan kekecewaan memang menghiasi EAP di Bali maupun di Jakarta. Saya paham, mereka yang belum berhasil mencapai nilai IELTS sesuai syarat pasti bersedih dan kecewa. Saya tidak akan berpura-pura bijaksana dan menasihati “Anda akan baik-baik saja” tetapi saya juga yakin bahwa dunia belum berakhir. Inilah ujian sesungguhnya yang akan menentukan apakah mereka menjadi pemenang atau pecundang. Hal ini menjadi peringatan bagi penerima beasiswa ADS bahwa masih ada tahap EAP yang menegangkan dan penuh perjuangan. Kalimat “Selamat Anda diterima” hanya titik awal sebuah perjuangan berat menuju titik akhir yang cantik.
“Interaksi yang sangat intensif selama beberapa bulan membuat pertemanan biasanya sangat erat” … setuju, contohnya adalah WishyWashyOz group 🙂
Sepakat Pak Rasyid 🙂
ngomongin soal beasiswa jadi pengen bgt…
Ayo berjuang 🙂
I hope for the best, I’ll do my best, and I believe God will do the rest for me. Thanks buat supportnya Pak.
Nasib berpihak pada para pemberani 🙂 Saya dukung!
..dan titik akhir yang cantik itu adalah titik awal dari cerita yang lain 😀
Tepat sekali mbak 🙂
Jadi deg-degan nih menanti pengumuman seleksi berkas ADS hehe.
Semoga membaca tulisan “Selamat, Anda diterima” dalam waktu dekat dan melanjutkan perjuangan yang dipaparkan Pak Andi.
Terima kasih untuk ulasan yang menarik pak 🙂
hupff…! menegangkan artikelnya pak, belum ada pengumuman saja sudah bikin hati saya ketar ketir…hehe.
Hai mas andi,,
nama saya aida,sekarang lagi kuliah S2 di jurusan teknik sipil UGM program studi Geoteknik. Saya mau minta tolong kepada mas andi untuk mengkoreksi hasil translate jurnal saya dari bahasa indonesia ke bahasa inggris (bahasa inggris saya masih kacau balau) 😦 . Kebetulan saya dapat rekomendasi tentang mas andi dari ibu dwi dosen geodesi UGM. Kalo boleh saya kirim melalui emailnya mas andi aja.Terimakasih sebelumnya atas bantuan mas andi 😮
Saya tidak berani janji tapi coba kirim ke saya.
sulit tapi mungkin..
Hal yg sama sy rasakan saat ikut pelatiham bahasa DIKTI selama 6 bulankemarin,…..
Benar pak Andi. Saya merasakannya juga. Setelah EAP 8 minggu di jakarta dan tidak memenuhi syarat , saya terpacu untuk memperbaiki diri dan berhasil di kesempatan kedua
Saya doakan dengan tulus, semoga berhasil ya 🙂
Saya membaca tulisan ini seperti de javu dengan apa yang kami (saya dan suami alami). Suami saya awardee ADS tahun kemarin dan saat ini baru saja menyelesaikan IAPnya di ANU dan saya bersiap menyusul. Tulisan bapak tentang tinta merah yang diterima istri juga saya alami, kalau saya melihat tinta merah di paper suami saya dan segala kegalauan yang juga saya rasakan. hahahaha (beliau EAP 3 bulan; Juli-oktober 2013) di IALF Denpasar). Sepakat sekali, seperti kata pak Andi, Selamat Anda Diterima adalah titik awal, setelah semua riuh karena diterima selanjutnya adalah langkah-langkah perjuangan…. buat para pendamping yang mendampingi partnernya berjuang mencari beasiswa, sepatutnya mencontoh sikap yang dilakukan pak Andi….salam hormat
Thanks.. saling mendoakan 🙂
sekali lagi saya terenyuh dengan tulisan bli andi,
saat ini saya sedang berjuang bersiap diri, sebelum mndptkan“Selamat, Anda diterima” .
Hanya yang tak pernah menyerah,yang tak akan kalah…trims made andi,semua tulisannya sangat menginspirasi
To get a bright future