Menimbang Dudy sebagai Ketua PPIA Pusat

oleh I Made Andi Arsana*

Biasanya saya tidak menyatakan dukungan politik kepada seseorang secara terbuka. Bukannya tidak memiliki pilihan tetapi saya lebih sering menjadikan pilihan itu sebagai keputusan pribadi dan tidak ingin mengganggu pilihan orang lain. Kali ini rupanya berbeda. Saya ingin menulis sepotong ingatan saya tentang seorang anak muda bernama Ahmad Alamaududy Amri (Dudy) yang saya kira layak untuk menjadi Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia periode 2013-2014. Saya tentu saja tidak dibayar untuk menulis ini karena politik PPIA memang tanpa uang dan saya yakin Dudy tidak mampu membayar saya untuk ini :)

dudy1

Saya mencatat, Ketua PPIA Pusat terakhir yang berasal dari NSW adalah Uda Miko Kamal yang sudah menyelesaikan tugasnya tiga tahun lalu. Semenjak itu, NSW bahkan tidak mengirimkan calon untuk berlaga dalam pemilihan Presiden PPIA Pusat. Setelah tiga tahun vakum, rasanya tidak berlebihan jika NSW kembali meramaikan pesta demokrasi ini. Inilah alasan utama mengapa saya ingin ada calon dari NSW. Pencalonan ini adalah bentuk partisipasi aktif mahasiswa NSW dalam memikirkan hal-hal yang sedikit lebih dari sekedar belajar dan penelitian selama menuntut ilmu negeri kangguru ini. Bagi saya, semua calon tentu ingin menang dan semua pendukung akan senang jika calon yang didukungnya menang tetapi dukungan ini lebih dari sekedar kalah menang. Bahwa bisa mewarnai proses demokrasi sehingga membuatnya menjadi sebuah kompetisi bermutu adalah keberhasilan tersendiri. Saya selalu yakin bahwa menjadi Presiden Perhimpunan Pelajar Indonesia di luar negeri adalah sebuah prestasi dan pembuktian kualitas. Maka keterlibatan saya secara aktif mendukung seorang calon adalah dalam rangka membantu terciptanya sebuah proses untuk menegaskan kualitas itu. Siapapun yang terpilih, tentu akan lebih bangga dan terjamin kualitasnya, jika prosesnya diwarnai kompetisi yang sehat dan bermutu. Sekali lagi, dukungan ini lebih dari sekedar politik kalah menang.

Saya mengenal Dudy pertama kali ketika dia mengontak saya sebagai calon mahasiswa di Universitas Wollongong. Saya juga menerima banyak email lainnya sehingga Dudy pada awalnya tidak istimewa. Yang membedakan dia adalah tatacara berkomunikasinya yang berbeda. Saya lihat sudah terlalu banyak anak muda yang bahkan tidak paham bahwa email itu harus dibuka dan ditutup dengan salam. Tidak hanya sekali dalam sehari saya menerima email demikian. Dudy punya kualitas diplomat dalam berkomunikasi. Tak heran karena belakangan saya tahu, Dudy termasuk dalam jajaran terbaik di angkatannya yang masuk Kementerian Luar Negeri. Hal ini ditegaskan saat saya bertemu Dudy pertama kali di Jakarta. Caranya berkomunikasi membuat saya nyaman. Diplomat yang baik memang demikian: berkualitas tetapi kehadirannya tidak mengancam.

Saat bertemu di IALF Jakarta, saya sudah mendengar, Dudy sering dibicarakan banyak orang. Selain karena punya kualitas the most wanted bachelor of the year, Dudy rupanya masih muda sekali untuk ukuran mahasiswa S3. Usianya belum 23 tahun ketika menginjakkan kaki pertama kali di University of Wollongong awal 2013 ini. Inilah yang rupanya menjadi buah bibir di IALF ketika itu. Ada seorang kawan yang nyeletuk “melihat Dudy, saya bertanya-tanya dalam hati, ke mana saja saya selama ini”. Tidak hanya itu, Dudy ternyata masuk Kemlu di usia 19 tahun. Konon banyak orang yang berkelakar “ngapain anak SMP masuk Kemlu”. Tapi Dudy berhasil tunjukkan, usia muda itu tidak membuatnya harus diremehkan. Buktinya dia termasuk jajaran terbaik ketika mengikuti Sekolah Pendidikan Luar Negeri untuk angkatannya. Dengan itu Dudy berkesempatan magang di KBRI Canberra dan mengikuti pendidikan lajutan di Belanda. Australia memang bukan tempat yang asing bagi Dudy.

Prestasi dia di dunia kerja memang memukau saya tapi tentu saja bukan itu alasan saya untuk mendukungnya sebagai calon Presiden PPIA Pusat. Saya berkesampatan bekerja dengan Dudy untuk menggerakkan PPIA Wollongong. Sebagai anak baru, Dudy memiliki energy yang sangat tinggi dan inisiatif yang luar biasa. Selain itu, yang lebih penting, Dudy memiliki kemauan untuk mewujudkan gagasan itu. Dudy paling semangat kalau diajak untuk mempromosikan Indonesia dan PPIA kepada komunitas internasional di University of Wollongong. Karena keaktifannya itu, dia bahkan beberapa kali diminta untuk memberikan workshop kepada pelajar Australia tentang budaya Indonesia. Saya paham, hal ini tidak mudah dilakukan ketika sibuk dengan proposal penelitian dan makalah yang harus diselesaikan. Dudy memang memiliki semangat yang tinggi untuk mewakili Indonesia di Australia. Dudy punya cita-cita, meskipun sedikit, mahasiswa Indonesia di Wollongong harus terdengar kiprah positifnya di Australia. Maka dari itu Dudy semangat sekali mewujudkan Radio PPIA Wollongong yang digawanginya setiap Sabtu malam.

dudy10

Tidak hanya di PPIA, Dudy ternyata aktif juga di kelompok pengajian orang Indonesia di Wollongong. Saya tahu betul, Dudy memiliki pemahaman yang sangat bagus tentang agama. Meski demikian, itu tidak membuatnya menjadi eksklusif. Pendekatan Dudy sangat inklusif dan saya merasakkan itu. Saya yakin Dudy memiliki kualitas pemimpin bagi masyarakat Indonesia yang majemuk. Dia jelas dan tegas soal keyakinannya sendiri tetapi memiliki penghormatan yang tinggi terhadap keyakinan orang lain. Kami berbeda agama tetapi kami nyaman bercerita soal keyakinan tanpa merasa ada yang terancam. Dudy selalu ingat mengundang saya datang ke acara kumpul-kumpul teman-teman muslim, terutama kalau ada makan bersama. Thank you Dudy :)

Di Centre tempat kami belajar, ANCORS, di University of Wollongong, kedatangan Dudy memberi warna tersendiri. Saya tertawa sendiri ketika beberapa kawan saya, terutama yang cewek, dari berbagai negara sempat heboh ketika Dudy baru datang. Elly, seorang kawan dari Taiwan, setengah serius bahkan menyampaikan ke saya, “can you arrange so Dudy can be stationed in level three?” Nampaknya semua senang berada dekat dengan Dudy. Hal ini tidak hanya jadi kelakar karena ternyata di hari-hari berikutnya memang Dudy disenangi semua orang. Dudy yang anak baru sudah dipercaya aktif mengorganisasi kegiatan-kegiatan di luar akademik yang biasa kami lakukan. Dudy selalu semangat untuk menghadiri acara yang memberikan kesempatan interaksi informal dengan mahasiswa dari berbagai negara. Saya yakin keluwesannya dalam bergaul dan kemampuan berbahasa Inggris yang sangat baik menolong dia untuk bisa diterima di komunitas internasional di kampus kami. Ini juga dia tunjukkan dengan membawa PPIA Wollongong bertanding futsal dengan berbagai komunitas internasional di Wollongong.

dudy6

Selain teman, Dudy berhasil mencuri simpati dari supervisornya dalam waktu singkat. Tentu saja karena kerjanya yang baik. Berbeda dengan teman-temannya, Dudy sudah terlibat konferensi dan workshop bahkan sebelum semester pertamanya mendekati ujung. Martin Tsamenyi, seorang ilmuwan terkemuka di bidang Hukum Laut, sepertinya percaya sekali pada Dudy. Beruntung sekali dia bisa dibayari untuk berbagai kegiatan di Indonesia dan bahkan di negara lain. Saya tahu, tidak semua mahasiswa PhD di tempat kami memiliki kemewahan itu. Karena mengetahui kualitas dan cara kerja Dudy, saya sendiri tidak heran mengapa seorang Martin bisa begitu cepat jatuh hati pada Dudy. Martin sering berkelakar, “You watch this guy, he will be someone important in the future.” Diam-diam, saya melihat profil Marty Natalegawa muda pada Dudy. Atau saya bisa saja tertipu karena kacamata mereka memang mirip sekali :) Saya pernah lihat sebuah foto, Dudy menerima tumpeng dari Pak Marty karena dinobatkan sebagai diplomat termuda di angkatannya.

dudy11

Berbeda dengan mahasiswa pintar lainnya, Dudy sepertinya sangat seimbang hidupnya. Dudy aktif main futsal dan ternyata bisa bermain dengan bagus. Ya, kalau dibandingkan dengan saya sih dia jauh di atas. Dia memiliki hobi universal, yaitu olah raga, yang saya yakin akan membantunya dalam melakukan interaksi dengan banyak orang. Saking semangatnya, dia berhasil meracuni salah satu dosen muda potensial di tempat kami untuk main futsal, sesuatu yang tidak pernah dilakukan dosen itu, dan bahkan mungkin tidak pernah mampir dalam kamusnya. Dudy memang punya bakat merayu orang. Saya yakin bakat merayu ini tidak hanya berlaku pada dosen muda laki-laki :)

dudy4

Suatu hari saya terkesima mendengar ceritanya yang konyol dan berujung heroik. Dudy pernah tersesat bersama seorang temannya di Queensland dalam perjalanan wisata karena terjadi masalah pada transportasi. Dudy dan temannya, jika saya tidak salah ingat, ada di Queensland pada malam hari dan tidak mengenal siapapun. Komunikasi juga jadi kendala. Di saat seperti itu dia memberanikan diri mengetuk pintu orang asing. Saya tidak habis pikir bagaimana Dudy berhasil meyakinkan orang itu untuk menolongnya. Saya yakin, diperlukan kemampuan persuasi yang hebat untuk bisa menyakinkan orang asing di tengah malam untuk mengantarnya ke suatu tempat. Saya bisa bayangkan, orang asing yang ternyata berasal dari India itu tentulah penuh curiga ketika di malam gelap mendapatkan orang asing seasing asingnya mengetuk pintunya. Bahasa tubuh yang baik dan kemampuannya untuk meyakinkan orang asing sekalipun rupanya yang menyelamatkan dia malam itu. Kita tentu tidak ingin seorang ketua PPIA yang suka tersesat tetapi cerita ini menunjukkan bahwa kemampuan untuk berdiplomasi dan meyakinkan orang adalah bakat alami Dudy yang akan bermanfaat di mana saja.

Saya memang suka ngobrol dan Dudy juga suka sekali berbagi. Kami tahan ngobrol berlama-lama untuk berbagai topik. Suatu hari saya tanyakan kegiatan organisasinya ketika kuliah di Universitas Sumatera Utara dulu. Dia aktif di sebuah organisasi mushola yang ketika itu tidak begitu aktif berkegiatan. Dudy punya pandangan bahwa aktivis mushola bisa berkiprah lebih dari sekedar mengaji. Di situlah Dudy berhasil mentransformasi organisasi keagamaan itu menjadi lebih modern dan beragam dalam hal program kegiatan. Dia berhasil menyelesaikan 55 kegiatan dalam masa kepemimpinannya dan membuat berbagai terobosan.

Saya masih ingat ketika dia mengadakan kegiatan bakti sosial di suatu daerah terpencil. Perizinan tidak mudah, dukungan tidak banyak tapi Dudy masih bersikeras. Saya bisa bayangkan, tentu tidak mudah meyakinkan teman-temannya ketika itu. Pendekatan ke pendudukpun tidak mudah karena itu bukan hal yang biasa bagi penduduk. Jika tidak salah ingat, waktu itu dia adakan sunatan masal dan juga penyuluhan hukum . Dia juga berhasil menggandeng teman-temannya dari Fakultas Kedokteran USU untuk terlibat. Keitka saya goda “paling kamu mau cari cewek aja melibatkan mahasiswa kedokteran”, Dudy tertawa lebar. “Nggak lah Mas. Tapi memang seru kalau digabung kaya gitu. Teman-teman jadi lebih bersemangat” kataya menegaskan. Saya menangkap, Dudy menyadari naluri kawan-kawannya sesama anak muda yang punya keinginan kuat berinteraksi dengan teman-teman beda fakultas. Hal itu berhasil dia manfaatkan dengan baik untuk diwujudkan dalam kegiatan positif. Kegiatan itu berlangsung lancar dan berhasil, mungkin termasuk yang pertama dengan keseriusan seperti itu. Mendengar cerita itu, saya jadi ingat Chaerul Tanjung yang melakukan hal serupa ketika masih mahasiswa.

Yang paling menarik menurut saya, Dudy lakukan semua kegiatan bakti sosial itu dengan usahanya sendiri dan teman-temannya. Dia tidak mau mengandalkan aksesnya kepada pejabat yang sebenarnya dia miliki. Dengar-dengar, camat di kawasan tersebut adalah pamannya. “Aku tidak mau dianggap memanfaatkan akses ke pejabat Mas” tandasnya.

Oh ya, mungkin ada yang bertanya mengapa Dudy bisa masuk Kemlu umur 19 tahun? Banyak yang menduga dia ikut akselerasi selama sekolah. Ternyata tidak hanya itu. Pertama, dia memang pernah mengalami akselerasi ketika masuk SD pertama kali. Kedua, Dudy diuntungkan dengan situasi karena melanjutkan pendidikan SD di India yang notabene lebih singkat masa waktunya. Jadi dia tamat SMA memang pada usia yang lebih muda daibandingkan orang Indonesia kebanyakan. Dudy bersekolah di India karena ikut ayahnya yang diplomat. Saya jadi paham, Dudy memang memiliki naluri diplomasi yang kuat karena bergaul dengan diplomat setiap hari. Rupanya ayahnya yang diplomat adalah juga mentornya. Naluri diplomat ini terlihat dari caranya berinteraksi dengan orang lain. Alasan ketiga adalah karena Dudy memang pintar. Dia selesaikan S1-nya di Fakultas Hukum USU dalam waktu 3 tahun 2 bulan saja dan itupun dengan segudang kegiatan. Dudy terplih sebagai juara satu di tingkat FH USU dan juara dua di tingkat USU dalam ajang mahasiswa berprestasi untuk dua tahun berturut-turut. Itu adalah rintisan dari FH karena sebelumnya tidak ada pencapaian demikian dari FH USU.

Dudy pernah bercerita tentang sekolahnya di India. Konon, saat di India, Dudy dipercaya sebagai School Captain yang membawahi semua anak satu sekolahan di bawah Grup Merah. Mendengar kata School Captain, saya jadi ingat Harry Potter. Bagi pelajar asing, dipercaya menjadi School Captain di sekolah India tentu tidaklah mudah. Saya jadi ingat, Bisa jadi ini yang membuat Dudy bisa merayu orang india di Queensland ketika dia tersesat. Jangan-jangan Dudy berbicara dengan logat India sambil bercerita gaya film Bollywood waktu itu :) Oh ya, Dudy memang punya kemampuan meniru aksen India dengan baik. Maka tak heran kalau dia suka Russel Peters, standup comedian Kanada keturunan India itu.

Ada cerita menyentuh saat Dudy sekolah di India. Konon dia pernah ‘dilamar’ oleh suatu grup karena dianggap berbakat. Untuk ini Dudy diminta keluar dari grupnya saat itu karena dia akan sulit berkembang jika berada di grupnya itu. Dudy sempat tergoda karena grup baru ini jauh lebih menjanjikan dan dia pasti akan berkembang di sana. Teman-temannya grupnya tiba-tiba mendatangi dan memohon Dudy tidak pindah. Mereka mengakui mereka tidak bagus tetapi grup bukanlah semata-mata soal prestasi tetapi soal persahabatan dan kesetiaan. Dudy memutuskan untuk tetap menjadi bagian dari grup lamanya dan mereka tetapi bersama walaupun tidak menjadi yang terbaik di sekolahnya. Bagi saya ini sebuah pelajaran kesetiaan yang perlu dimiliki seorang pemimpin.

Saya pernah tanya, apa pencapaian paling membanggakan saat di organisasi di USU dulu. Setelah berhasill mengaktifkan organisasi mushola menjadi sebuah organisasi modern yang peduli pada aktivitas sosial, Dudy sempat jadi ketua umum Majelis Mahasiswa Universitas di USU. Tugas terberatnya ketika itu adalah menghadapi dualisme kepemimpinan eksekutif mahasiswa. Dudy bekerja keras untuk menyelesaikan dulisme itu dengan membenahi tatanan hukum. Dudy mengakui bahwa dia memang tidak berhasil menuntaskan dualism ketika itu tetapi berhasil membuat dasar hukum yang akhirnya dijadikan pijakan untuk solusi di tahap berikutnya. Dudy juga berhasil membenahi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga organisasi kemahasiswaan USU dan mendapat penerimaan semua pihak. “Jadi yang dipakai sekarang di USU itu hasil kerjamu Dud?” saya tanya. “Ya dong Mas. Masih dipakai sampai sekarang” katanya tertawa mengenang perjuangannya.

Setelah berinteraksi, saya lihat Dudy memang pintar dan mudah mengingat pasal-pasal hukum laut yang baru dipelajarinya. Setelah saya usut-usut ternyata Dudy memang terbiasa menghafalkan bahan pelajaran hingga puluhan lembar persis titik komanya ketika sekolah di India dulu. Menghafalan pasal-pasal hukum tentu bukan perkara sulit baginya. Saya sering diskusi soal hukum laut dan ternyata Dudy tidak hanya hafal tetapi juga paham. Memiliki daya ingat yang baik, saya yakin selalu bagus bagi seorang pemimpin. Tidak heran juga mengapa Dudy bisa menyelesaikan S2 di UGM dan UI dalam waktu yang tidak lama. Tentu saja di kedua tempat itu dia jadi wisudawan termuda. Bagaimana tidak termuda, dia kan harusnya masih SMP! :) Saya tidak mudah mengakui kehebatan orang lain tetapi Dudy memang luar biasa. Dia kandidat S3 di usia 22 tahun, memperoleh gelar S2 dari dua perguruan tinggi terkemuka di Indonesia dan masuk Kemlu dalam usia 19 tahun. Sulit untuk membantah pencapaiannya. Maka wajar kalau Dudy berhasil memenangkan Australian Leadership Awards (ALA) untuk studi S3nya. Beasiswa ALA tahun 2013 diberikan hanya kepada 20an orang Indonesia dan 200 orang di seluruh dunia. Sangat kompetitif.

dudy7

Cerita tentang Dudy tidak akan habis dalam 2500 kata tetapi saya harus hentikan di sini. Intinya, saya merasa menemukan sosok yang tepat untuk memimpin PPIA Pusat. Saya tentu saja bias karena pada dasarnya semua orang bias tetapi saya berusaha membuat diri saya bias dengan sebanyak mungkin perspektif. Saya merasa cukup paham PPIA karena pernah menjadi pengurus pusat dan menjalankan tanggaung jawab dengan cukup baik. Saya menjadi pengurus pusat ketika terjadi gonjang ganjing komisi delapan at yahoo dot com terkait ‘plesir’ anggota DPR ke Australia. Saya memahami pergulatan organisasi ini dengan cukup baik dan saya yakin Dudy akan bisa bertumbuh dengan baik di dalamnya. Dudy tidak sempurna tentu saja, dan saya tidak selalu setuju dengan semua gagasannya tetapi saya yakin Dudy bisa diajak berbicara dan punya kemampuan yang baik untuk mendengarkan. Keluwesannya bergaul dengan berbagai generasi dan sikap inklusifnya dalam keragaman adalah modal untuk berkiprah di PPIA yang majemuk ini. Dudy masih single sehingga ruang gerak pergaulannya lebih leluasa di kalangan mahasiswa muda tetapi dia juga mahasiswa S3 yang bisa berinteraksi dengan mahasiswa senior. Dia cukup gaul karena usianya yang masih belia tetapi juga bisa serius dalam memikirkan hal-hal yang besar karena level pendidikannya. Maka saya ajukan sahabat saya, Ahmad Almaududy Amri, alias Dudy, sebagai calon presiden PPIA Pusat 2013-2014. Semoga Tuhan memberkati langkahnya.

Kongres PPIA, Sydney 26-27 Juli 2013.

* I Made Andi Arsana adalah mantan ketua PPIA University of Wollongong (2009-2010), pengurus PPIA Pusat 2010-2011, ALA dan ASA Scholar, PhD Candidate di University of Wollongong | madeandi.com | @madeandi |madeandi@ugm.ac.id

Advertisement

Presentasi di Berlin – Tenggelamnya Kedaulatan?

Saya mengawali tahun 2013 ini dengan sebuah presentasi di Berlin tentang dampak perubahan iklim, dalam hal ini, kenaikan muka air laut, terhadap kewenangan negara atas kawasan maritim. Dalam presentasi ini saya membahas, akankah kenaikan muka air laut bisa menyebabkan tenggelamnya kedaulatan atau hak berdaulat. Silakan simak video berikut.

Presentasi ini saya bawakan di acara Simposium Ketahanan Bumi atau “Earth Resilience” yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman di Berlin bekerjasama dengan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4), Surya University, Diaspora Indonesia, dan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Eropa. Presentasi saya dalam bentuk animasi bisa dilihat di http://madeandi.staff.ugm.ac.id.

%d bloggers like this: