Bijak di kala terinjak


Eggi Sudjana (ES) mengeluarkan pernyataan tentang agama yang mengundang kontroversi. Banyak yang reaktif, tidak sedikit yang marah. Penyesalan memang datang dari berbagai pihak tetapi pembelaan juga tidak sedikit. Kita, sekali lagi, sedang mengalami masa ujian yang serius.

Saya pribadi percaya, jika agama memang mengajarkan kesabaran, cinta dan kebesaran hati untuk memaafkan, maka ajaran itu akan muncul di waktu yang tepat. Semua hal baik itu akan muncul di saat yang paling diperlukan, yaitu ketika ada pihak yang salah paham tentang kita dan agama kita. Jika kita yakin bahwa agama kita mengajarkan kebaikan, maka kebaikan itu akan muncul secara alami dalam bentuk reaksi bijaksana ketika ada yang memberi aksi negatif terhadap agama kita.

Kebijaksanaan seseorang yang berlandaskan agama mudah sekali muncul ketika suasana santai, tidak ada masalah dan semua saling menghormati. Pertanyaannya yang penting adalah, bisakah kebijaksanaan itu muncul mengemuka ketika suasana sedang runyam, banyak masalah dan ada usaha pihak tertentu untuk menghina kita atau pihak lain? Saya masih tetap yakin, kebijaksanaan itu akan muncul, justru di situasi-situasi yang genting seperti itu.

Apakah berarti pernyataan ES tidak perlu direspon? Tentu saja perlu. Pernyatan dia tentang Hindu yang tidak sesuai dengan Pancasila itu keliru. Kita bisa lihat ini sebagai kesalahan dalam memahami Hindu sehingga responnya adalah koreksi. Peryataan ES ini bisa dikoreksi dengan pernyataan resmi dari pihak Hindu. Ini bentuk nyata dari ‘tidak tinggal diam’. Meski demikian, kita juga paham, Agama Hindu, apalagi Ida Sang Hyang Widhi, tak akan nista karena statement seorang manusia biasa.

Yang perlu diperhatikan selanjutnya, jika kesalahan pemahaman ES ini cenderung digunakan untuk melakukan tindakan yang negatif dampaknya bagi kehidupan berbangsa secara hukum, maka itu yang harus dicegah. Dalam hal ini, fokusnya bukan merespon penghinaan/penistaan dia terhadap suatu agama tetapi meluruskan sebuah pandangan yang salah yang berpotensi merusak kehidupan bangsa. Ini menjadi tanggung jawab semua orang dan terutama negara, bukan atas nama agama tetapi atas nama bangsa yang ingin menjaga keutuhannya.

Dalam persepekfit lain, sebagian orang juga bisa melihat pernyataan ES ini bukan kesalahpahaman tetapi kesengajaan untuk memprovokasi dan menghina. Jika benar demikian, maka ini menjadi alasan yang lebih kuat untuk TIDAK merespon secara emosional. Respon emosional bisa jadi memang tujuan dari provokasi ini dan kita tidak akan terpancing untuk melayani provokasi. Dan akan bijak jika kita melihat ES sebgai individu bukan sebagai representasi dari agama tertentu.

Kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus respon tepat di titik-titik yang memang layak kita respon. Jika situasi sulit ini membuat kita merasa terinjak, maka nilai luhur agama yang kita anut kan bisa membuat kita bijak di kala terinjak.

[picture taken from https://www.gvsu.edu/]

I Made Andi Arsana
Pembina Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma UGM
Tulisan ini adalah pandangan pribadi

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: