Sepuluh Tips Berinteraksi dengan Pembimbing/Profesor


Sekali waktu ada yang bertanya bagaimana mengelola hubungan baik dengan supervisor atau pembimbing terutama ketika sekolah di luar negeri. Saya punya sepuluh tips dari pengalaman saya berinteraksi dengan Prof. Clive Schofield, pembimbing S2 dan S3 saya. Mungkin ini juga bisa diterapkan dalam menjaga hubungan baik dengan pembimbing skripsi.

1. Menjadi fans akademik
Jangan sampai ada orang lain yang membaca tulisan pembimbing lebih dulu dari kita. Jika pembimbing kita menerbitkan tulisan di jurnal atau membuat buku, pastikan Anda menjadi satu dari kelompok orang pertama yang membacanya. Komentar singkat melalui email tentang tulisan terbarunya sangat bagus untuk membina hubungan baik. Menjadi fans akademiknya membawa dua keuntungan. Pertama kita akan termutakhirkan dalam hal informasi dan konten ilmiah dan kedua untuk menjalin hubungan personal yang baik. Untuk kasus di Indonesia, sangat tidak elok kalau kita bahkan tidak mau membeli buku karya pembimbing kita padahal setiap hari makan mewah, nge-mall atau bersenang-senang lainnya.

2. Lampaui harapan
Pembimbing tentu punya target dan harapan. Sebaiknya lampaui harapan itu, terutama untuk hal-hal kecil yang mudah. Misalnya, kita diminta membaca buku atau jurnal dalam waktu tiga hari, ada baiknya menyampaikan review singkat sebelum deadline datang. Misalnya, fokus membaca jurnal dalam sehari lalu di hari kedua sudah membuat sebuah tulisan singkat hasil membaca jurnal itu. Jika diminta membuat sebuah gambar atau peta atau skema atau diagram dalam waktu tiga hari, berikan draft atau hasil corat coret dalam waktu beberapa jam saja setelah diperintah. Atau setidaknya sehari sebelum tengat waktu.

3. Ringan tangan
Rajin membantu atau ringan tangan tidak pernah salah. Membantu apa saja, akademik maupun non akademik. Saya pernah membantu Clive saat pindahan rumah untuk mengangkut barang-barang dari rumah lama ke rumah baru. Saya juga sangat sering membantunya membuat bahan kuliah. Jika ada bahan kuliah dia yang menurut saya bisa ditampilkan dengan cara yang lebih baik dan animatif, saya kadang ambil inisiatif untuk melakukannya lalu menyerahkannya secara cuma-cuma pada dia. Karena mengetahui kebiasaan ini, kadang permintaan itu datang dari dia.

Ada hal penting yang perlu dihapami dengan jernih dari istilah ‘ringan tangan’ ini. Ringan tangan adalah dalam rangka membantu, bukan untuk ‘menjilat’. Ringan tangan dilakukan karena kita membantu meringankan, bukan karena kita ditindas atau diperlakukan semena-mena. Ini soal cara pandang. Begitu kita memandang diri kita sebagai ‘korban’ maka rasa tertekan dan tidak bahagia akan muncul. Saya memilih untuk memandang diri saya sebagai ‘pahlawan’ yang bisa menolong supervisor saya menyelesaikan persoalannya.

4. Fungsi tambahan
Sangat membantu kalau kita punya keterampilan lain selain bidang ilmu yang menjadi fokus penelitian (S1, S2 atau S3) kita. Hal ini sering kali menjadi modal untuk menjaga hubungan baik dengan supervisor. Kemampuan melakukan ‘trouble shooting’ terhadap gangguan-gangguan kecil pada komputer merupakan salah satu keterampilan yang sangat membantu. Supervisor sering mengalami hal-hal kecil seperti ini dan akan baik kalau kita bisa membantu. Keterampilan membuat video, merancang animasi, menggambar, melukis, bermain game, memotong rumput, menjadi MC dan lain-lain merupakan ‘fungsi tambahan’ yang kelak akan bermanfaat dalam interaksi dengan supervisor.

5. I am (or will be) important
Penting untuk menunjukkan secara wajar bahwa kita memiliki atau berpotensi memiliki peran penting di masa depan. Saya aktif organisasi kemahasiswaan, aktif membantu kedutaan atau konsulat jenderal Indonesia, rajin membantu delegasi Indonesia yang berkunjung ke kota tempat saya sekolah S2 atau S3 dan lain-lain. Kegiatan ini saya ceritakan kepada supervisor di saat santai atau saat meminta izin. Hal ini bisa memberi pemahaman yang baik kepada supervisor kita akan pentingnya peran kita di lingkungan kita dan terutama di masa depan, terutama dalam konteks Indonesia. Hal ini meyakinkan dia bahwa dia sedang bekerja dengan orang yang akan terlibat dalam pengambilan keputusan di lingkungan tertentu. Ini menjadi motivasi tersendiri bagi dia untuk bekerja lebih serius dan lebih dekat dengan kita.

6. Menjadi jembatan
Saya sering merekomendasikan nama supervisor untuk menjadi pembicara di Indonesia atau di tempat lain. Suatu hari saya merekomendasikan nama Clive untuk menjadi pembicara seminar di Jogja ketika saya S2. Sebagai murid saya berberan sebagai jembatan bagi supervisor dan berbagai pihak yang mungkin memerlukan keahliannya. Ketika dulu presentasi di Monaco, saya diundang untuk berkolaborasi dalam sebuah proyek dan saya pun merekomendasikan nama Clive untuk diikutsertakan. Peran menjadi jembatan ini perlu dimainkan agar supervisor teryakinkan bahwa kita memang mengakui keahliannya dan kehadiran kita juga bisa menjadi pintu peluang, bukan hanya beban bagi dia.

7. Notulen yang baik
Setiap pertemuan atau obrolan dengan supervisor perlu dicatat karena kemampuan kita untuk mengingat sangat terbatas. Perlu punya satu buku khusus untuk mencatat pertemuan rutin atau tidak rutin dengan supervisor dan catatan itu akan menjadi panduan dalam menindaklanjuti pertemuan. Catatan ini juga penting untuk mengingatkan supervisor, termasuk ‘mengikat’ dia agar tidak ‘melarikan diri’ dari satu konsekuensi atau dari apa yang sudah disepakati. Di saat-saat tertentu saya juga mencatat pertemuan kami lalu mengirimkan catatan itu dalam bentuk email sesaat setelah pertemuan. Email yang ditulis tentu saja harus memuat ekspresi yang baik dan tidak mengancam. Perlu dipastikan bahwa email itu bersifat pengingat untuk kita, bukan sebagai alat ‘nagih tanggung jawab’ dari supervisor. Ini juga bisa sensitif. Email bisa dimulai dengan kalimat “Here are some points that we’ve discussed and require my follow up”.

8. Pekerja keras dan bully-able
Di saat tertentu, mahasiswa perlu menunjukkan bahwa dia rela bekerja di waktu-waktu yang tidak nyaman. Ketika saya ‘ditinggal’ oleh Clive ke Kanada yang beda waktunya belasan jam dengan Wollongong, saya harus rela begadang jam 3 pagi untuk bisa berkomunikasi interaktif dengan dia. Sekali waktu yang lain, saya masuk kerja di hari Sabtu atau Minggu di saat orang lain istirahat. Tentu saja hal ini tidak selalu baik tetapi sekali waktu kita perlu tunjukkan bahwa kita bisa bekerja di waktu-waktu yang tidak nyaman untuk menunjukkan niat baik dan usaha keras. Saya juga sering berkelakar bahwa kita kadang harus mau ‘di-bully’ alias ‘bully-able’ sehingga dia teryakinkan bahwa kita adalah pekerja keras. Namun selalu ingat, lakukan itu dengan kesadaran untuk melayani atau mencapai yang lebih tinggi, bukan karena tidak punya pilihan alias tertidas.

Mahasiswa bimbingan saya yang berhasil biasanya bersedia saya ajak diskusi skripsi di bandara. Ada juga yang rela menunggu saya di pintu kedatangan bandara jam 10 malam untuk diskusi atau merevisi skripsi. Hal ini mungkin tidak ideal tetapi jika terpaksa, kadang harus dilakukan. Yang pasti, tidak ada niat sengaja menindas dan tidak ada yang merasa tertindas.

9. Tukang pos berita terbaru
Hal penting yang saya lakukan sejak sekolah S2 dan S3 adalah membuat Google Alert di email agar dikirimi oleh Google berita-berita terkini terkait penelitian saya. Isu batas maritim dan terutama sengketa terkait perbatasan sering terjadi di seluruh dunia dan itu akan menarik bagi Clive sebagai ahli di bidang itu. Bagi saya, berita-berita terkini itu juga memperkaya pemahaman dan kemampuan mengalisa suatu persoalan atau isu. Tidak hanya untuk dinikmati sendiri, berita-berita terbaru itu juga saya teruskan ke Clive untuk dia baca. Saya menjadi tukang pos berita-berita terbaru yang membantu dia juga untuk selalu up to date di bidang perbatasan. Bagi dia yang sibuk, langkah kecil ini sangat membantu karena dia tidak perlu mencari-cari sendiri isu terkini dari berbagai media.

10. Anything but thesis
Supervisor juga manusia biasa. Penelitian dan hal-hal ilmiah bukanlah satu-satunya yang mengisi pikirannya dan ini harus kita pahami. Lebih serius lagi, skripsi, tesis atau disertasi kita tentu hanya sebagian hal kecil saja dari berbagai urusannya yang rumit, banyak dan kadang berserakan. Kita kadang perlu menjadi teman baginya untuk ngobrol apa saja tentang diri dan kesibukannya, di luar soal skripsi, tesis atau disertasi kita. Saya sering diajak ngobrol soal penelitiannya yang sedang berjalan, soal hibah bersaing yang dimenangkannya, soal menulis buku, soal konferensi, soal politik kantor, soal keluarga dan lain-lain. Saya mendengarkan itu dengan antusias dan memang banyak hal yang menarik. Di saat seperti itu saya tidak akan menyinggung soal tesis atau disertasi saya. Sering sekali, setelah bercakap-cakap sekitar sejam dan ketika saatnya saya meninggalkan ruanganya menuju pintu keluar, dia menghentikan saya. “Andi, how is your thesis?” demikian katanya dengan senyum ‘menyebalkan’ yang disengaja dan saya jawab dengan senyum saja sambil menghilang di balik pintunya.

PS. Saya bukan seorang ahli interaksi antarmanusia, bukan juga pakar pendidikan. Tulisan ini murni dari pengalaman, tanpa teori-teori yang canggih.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

4 thoughts on “Sepuluh Tips Berinteraksi dengan Pembimbing/Profesor”

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: