Berjejaring: Sebuah Keputusan Sadar


Mendiskusikn buku
Mendiskusikan buku dengan Pak Marty

Seorang anak SMA di Banyumas menghubungi saya lewat komentar di blog. Fajri, demikian namanya, bukan orang pertama yang berkomentar di blog tetapi dia termasuk yang istimewa. Fajri adalah satu dari sedikit yang mengemukakan keinginannya secara langsung untuk bertemu saya. Berawal dari membaca buku saya, menelusuri blog dan akhirnya berujung pada ketertarikan Fajri pada gagasan-gagasan saya. Singkat kata, dia merasa perlu bertemu. Tujuannya sederhana saja, ingin bertemu dan meminta tandan tangan. Saya respon positif keinginan itu dan kami akhirnya bertemu di kantin Fakultas Teknik UGM.

Gedung PBB di New York, penghujung tahun 2007

Saya melihat lelaki berwibawa itu berdiri di samping saya, hanya sekitar dua meter. Saya tahu orang itu. Dia tak lain dan tak bukan adalah Marty Natalegawa. Saya diam, tercekat tidak bisa bicara dan dirundung ragu yang teramat sangat. Satu sisi diri saya mengatakan “ayo, sapa dia. Kapan lagi bisa menyapa Duta Besar Indonesia untuk PBB kalau tidak sekarang. Ini kesempatanmu.” Sementara itu, sisi lain dari diri saya berbisik “eh, kamu itu siapa?! Sadar diri dong! Kamu anak desa, orang tua tidak rampung pendidikan dasar, dan tidak kaya. Kamu tidak selevel dengan Marty Natalegawa. Paling-paling kamu dicuekin kalau menyapa. Malu kan?! Sudahlah, tidak usah menyapa. Lebih baik diam, cari aman. Kamu terhindar dari ancaman rasa malu dan tengsin.” Dua imajinasi ekstrim itu menguasai saya, muncul silih bergandi dan adu kuat.

Saya terdiam sejenak. Di situlah saya mengumpulkan kekuatan, mencoba mengingat hal-hal positif yang mungkin terjadi. Saya mengambil keputusan, meskipun dilanda ragu yang teramat sangat. “Selamat siang Pak Marty”, demikian saya menyapa sambil berusaha tenang menguasai diri. Lelaki itu menoleh sedikit heran. Mendengar seseorang menyapa dalam Bahasa Indonesia di sebuah bank di Gedung PBB New York tentu bukan hal biasa. Beliau tersenyum dan saya ulurkan tangan. Senyum itu tanda menerima dan kesediaan berkomunikasi. Di situ saya merasa, waktu saya tidak banyak. Kalimat yang akan saya ungkapkan berikutnya adalah penentu respon Pak Marty selanjutnya. Sambil menjabat tangan saya tatap mata beliau dengan senyum ramah dan berkata “Saya Andi Pak, dosen UGM. Saya sedang riset di PBB”. Kalimat saya harus singkat karena tidak banyak waktu tetapi harus padat dan kaya informasi. Ada kata-kata dosen, UGM, riset dan PBB. Saya harap empat kata itu membuat Pak Marty menaruh perhatian. Tidak meleset, beliau menghentikan kegiatannya mengisi sebuah formulir. Pak Marty menyerahkan sebuah kartu nama dan meminta saya menghubungi sekretarisnya agar mengatur pertemuan di kantor beliau di Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) untuk PBB di New York.

Masing-masing dari kita memiliki orang yang kita idolakan atau kagumi. Di saat yang sama, mungkin kita juga memiliki pengagum. Apa yang dilakukan Fajri tidak berbeba dengan apa yang saya lakukan. Memulai sebuah pertemanan atau jejaring sejatinya adalah sebuah keputusan sadar. Siapapun kita, mungkin sering dihinggapi rasa rendah diri, minder, malu, tidak berani dan sungkan. Nikmatilah itu dan jangan membencinya karena itu manusiawi. Satu hal yang saya percaya, tidak ada satu orangpun di dunia ini yang tidak senang disapa oleh seorang asing dengan sopan, tulus dan dengan cara penuh rasa kagum dan mengidolakan. Jadi, ini bukan soal saya yang adalah anak penambang padas yang hanya lulus SD tapi soal Pak Marty yang hebat dan saya kagumi. Saya memilih untuk menghilangkan keraguan menyapa karena ini semua tidak pernah tentang saya tetapi tentang orang yang saya idolakan?

Anak-anak muda seperti Fajri mudah dihinggapi rasa ragu dan takut. Saya paham. Namun dia bisa mengatasi itu dengan merelakan dirinya merasa tidak nyaman di saat-saat awal, demi sebuah ‘kejelasan’ di saat berikutnya. Fajri berhasil. Di sisi lain, saya meneladani Pak Marty. Tidak ada alasan untuk mengecewakan orang yang tulus menyapa dan berinisiatif memulai pertemanan. Jadi, membangun dan memelihara jejaring, sekali lagi, bukanlah sebuah kebetulan tetapi keputusan sadar.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

18 thoughts on “Berjejaring: Sebuah Keputusan Sadar”

  1. mantap bli….. ikatan bathin di saat itu juga bisa menentukan masa depan kita… apalagi pak marty sekarng jadi menlu…. saya rasa beliau tidak mudah melupakan jejering yg sudah dibangun sebelum beliau jadi menteri…. selamat semoga berlanjut dgn cara yang lain… hehee

  2. Bapak, jika berkesempatan saya juga ingin bertemu dengan Pak Andi. Saya Ikhwan, mahasiswa tingkat akhir IPB. Senang dapat selalu membaca tulisan bapak di blog. Meskipun belum berkesempatan membeli buku bapak. Salam kenal dari mahasiswa matematika IPB ini pak šŸ™‚

  3. Alhamdulilah
    assalamualaikum pak made.
    Saya hajar guru madrasah aliyah dari madura..
    sangat termotivasi blog bapak.Insyaallah saya juga salah satu calon penerima AAS tahun depan..saya apply tahun ini.mohon bimbingannya pak.
    wassalam

  4. Hallo, Pak Andi. Kita sempat bertemu dua pekan lalu. Jujur, saat melihat Pak Andi saya ada sedikit rasa enggan untuk menyapa, tapi berhasil saya kuasai. Untungnya. Senang bisa bertemu bapak di dunia nyata.

  5. Selamat Pagi Pak Andi, apa kabar? Perkenalkan nama saya Ajeng mahasiswi diploma IPB. Berkat tulisan bapak yang sangat menginspirasi dan menjadi sumber semangat saya untuk berburu beasiswa, saya terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa Van Deventer Maas Stitching dari Belanda. Berkat bapak pula, saya bertekad untuk bisa melanjutkan perjuangan saya ke Belanda tahun depan. Apabila Tuhan berkenan saya ingin bertemu dan bertukar pikiran dengan bapak. Semoga sukses selalu Pak Andi. Salam kenal dari Bogor

  6. Tepat sekali seperti ini perasaan saya ketika bertemu dengan bapak. Saya berkesempatan menjadi note taker ketika diskusi pendidikan global oleh British Council di Medan, sambil dalam hati memuji gagasan bapak. Sempat terjadi kesalahan penulisan nama karena terburu – buru mengetik, setelah saya perbaiki namanya, saya hampir tidak percaya ternyata saya sangat beruntung bisa bertemu langsung. Alhamdulillah sempat berfoto, meski tidak berani share. šŸ˜€
    Sukses selalu pak.
    *fingers crossed*

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: