
Teman-teman sering bertanya “dibayar berapa untuk memberi kuliah umum atau seminar?” Banyak yang tidak percaya kalau saya bilang “saya tidak selalu dibayar”. Memang ada yang membayar saya untuk memberi kuliah tetapi rasanya lebih banyak yang gratis selama ini. mengapa saya mau melakukan itu? Banyak yang heran. Ada mahasiswa yang secara serius bertanya pada saya soal ini. Dia dengan rasional bertanya perihal imbalan materi yang sebenarnya layak saya dapatkan.
Saya perlu uang dan suka memilki uang banyak. Saya yakin bahwa menjadi kaya itu bukan dosa dan mendapatkan imbalan materi karena keterampilan yang kita miliki itu adalah sebuah kewajaran. Saya juga hidup di dunia nyata yang memerlukan pangan, sandang dan papan untuk melangsungkan hidup. Fakta yang tidak bisa dibantah adalah bahwa saya seorang pegawai negeri sipil golongan 3B dengan pagkat asisten ahli. Tidak sulit menemukan informasi berapa gaji saya setiap bulan. Mengapa rela memberikan kuliah gratis dan bahkan seringkali nombok? Jika Anda bingung, Anda tidak sendiri karena saya kadang tidak menemukan jawaban yang tepat.
Saya senang ngobrol. Itu alasan utama. Kedua, saya masih ingat bagaimana rasanya ketika tidak memiliki uang tetapi ingin menyimak materi bagus yang saya sukai dari seorang ahli. Tidak nyaman kalau kita, apalagi saat masih menjadi mahasiswa, tidak mampu mendatangkan seorang pakar hanya gara-gara tidak bisa membayar tiket pesawat atau sewa hotel mereka. Itu memilukan untuk para muda yang haus pengetahuan. Saya tidak lupa perjuangan sebagai aktivis saat jadi siswa atau mahasiswa, bahwa uang itu seringkali menjadi hantu yang membuat perdebatan jadi sengit dan emosional di ruang-ruang rapat organisasi. Perdebatan tidak terjadi karena memperebutkan uang tetapi karena kami selalu kesulitan mendapatkan uang. Itu cerita lalu.
Saya tidak akan pura-pura jadi seorang dermawan yang menolong orang yang tidak punya uang tapi saya ingin turut ambil bagian mengobati kegalauan mereka yang ingin meneguk setetes ilmu tetapi benar-benar tidak memiliki uang. Sebagai seorang guru, saya tidak memiliki banyak hal lain keculi secuil imu yang bisa saya bagi. Selain itu kita paham bahwa ilmu adalah satu dari sedikit, kalaupun ada, kekayaan yang akan bertambah ketika dibagikan. Untuk mereka yang tidak memiliki uang dan sungguh-sungguh ingin memajukan diri, saya ingin turun tangan, bukan sekedar urun angan. Saya tentu saja segelintir saja dari sekian banyak orang yang telah melakukannya. Akademi Berbagi, misalnya, sudah memulai langkah berbagi dengan cuma-cuma ini dan kini menjadi sebuah gerakan nasional yang mewabah. Young on Top juga menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mempertemukan para pemateri yang rela memberikan ilmunya secara cuma-cuma. Saya selalu bersemangat menjadi bagian dari gerakan-gerakan seperti ini.
Jika ada satu atau dua pihak yang sebenarnya memiliki cukup uang tetapi bersikeras mendapatkan ilmu dengan cuma-cuma dengan menayalahgunakan prinsip hidup saya, maka itu menjadi urusan mereka bukan urusan saya. Jika ada anak muda yang gemar keluar masuk cafe dan gonta ganti hp tetapi masih merajuk agar diajari cara presentasi secara gratis, maka itu adalah masalah mereka. Jika ada sekelompok orang profesional yang mau membeli secangkir kopi seharga 40 ribu tetapi tidak merasa bahwa ilmu membuat proposal penelitian itu perlu dihargai, maka itu adalah karena ‘cacat’ yang mereka derita, bukan masalah saya. Saya percaya, menjadi gratis itu tidak membuat kita menjadi murah, apalagi murahan. Seperti kata pemilik blog Presentation Zen, free dan cheap itu berbeda. Jika saya bahasakan ulang, “being free does not make you cheap”.
Budi yang mulia itu tidak ternilai Bli. Berbagi tidak pernah rugi, menurut saya. Tetap semangat 🙂
Terima kasih Mas Riza.
“gratis, bukan murah apalagi murahan”, menarik sekali.
terlepas dari semua alasan dan pemikiran,
bukankah memang harusnya begitu sikap dan tindak seorang pengajar pak… 🙂
Begitu ya?
ya kalau menganggap diri sebagai seorang guru (pendidik dan pengajar)..
Siap laksanakan! *sambil mikir cara2 yg baik untuk bisa bayar SPP anak saya 🙂
rejeki kan udah ada yang ngatur pak… he
Betul tapi pendapatan dan pengeluaran kita yg mengatur 🙂
kalau begitu kembali ke paragrap 4
🙂
Very inspiring, Pak!
Saya sangat setuju, insyaAllah semoga suatu hari saya dapat mengikuti jejak Bapak =)
Wah ini yang disebut pengabdian ya pak Andi.
Ini namanya mengamalkan ilmu… Amalan ilmu pahalanya mengalir terus seiring orang lain mendapatkan manfaat dari ilmu yang kita ajarkan atau dari tulisan kita yang dibaca, bahkan terus abadi aliran pahalanya walaupun kita sudah meninggal
Mungkin demikian, tapi saya tidak melakukan ini untuk pahala juga. Saya menikmatinya, itu saja 🙂
Reblogged this on CommuniC Ndr@ and commented:
Setuju sekali dengan isi atau konten dari artikel ini! 🙂
saya percaya dengan itu dan saya sepakat. Banyak yang inging mengundang pemateri untuk berbagi ilmu. Namun terkendala masalah dana. Jadinya tidak jadi. Sikap yang mau berbagi terhadap orang lain dengan ikhlas yang perlu dicontoh. Inspirasi yang bagus. Salam kenal pak. Sandi dari Batu Jatim 🙂
Sebenarnya tidak ada yang gratis sih. Selalu ada biaya yang terlibat dalam kegiatan. Pertanyaannya adalah siapa yang menanggung biaya itu. Jika saya punya, saya usahakan bantu menanggung biaya itu.
ia pak. sepakat dengan hal itu. Intinya bagaimana kita bermanfaat pada yang lain
kalo commuter yang ongkos sekali naik kreta sekitar tiga ribu rupiah, trus pengen dapat ketrampilan menulis dari ahlinya, pas ngga ya mintanya gratisan pak Andi?
Boleh mbak 🙂 ini murid istimewa 😀
Dear All,
mau tanya nih,
saya Johan, posisi sekarang sudah bekerja, saya ingin melanjutkena ke kuliah (saya tamat SMA).
kira kira masih bisa tidak ya?
kalau mau ambil beasiswa bisa tidak?
Thanks
Mungkin bisa. Maaf saya tidak punya informasi spesifik yg sesuai kasus ini.
“Mendidik adalah tanggungjawab setiap orang terdidik” kata pak Anies Baswedan.,
Eh., dapat ilmu riil dari pak Andi ini., hihi
Terimakasih pak sudah menginspirasi saya secara pribadi.,.
Sama2 Mas 🙂
Sama2 Mas.