Dalam ilmu yang saya pelajari tetang pemetaan, kami mengenal istilah distorsi. Intinya, bumi yang permukaannya lengkung dan cenderung tidak teratur itu harus digambarkan dalam satu bidang datar berupa peta. Tentu saja akan ada distorsi, ada kesalahan, ada perubahan bentuk.
Bayangkanlah sebuah jeruk yang mewakili Planet Bumi. Pada kulit jeruk itu Anda gambar benua-benua dan pulau-pulau yang ada di dunia. Sesaat kemudian Anda kupas kulit jeruk itu lalu datarkan di atas meja. Mungkinkah? Mungkin saja tetapi dengan cara merobek kulit jeruk itu menjadi potongan kecil-kecil. Jika tidak dirobek, tidak mungkin kulut jeruk itu bisa datar dan membentuk segi empat di atas meja. Artinya apa? Benua dan pulau yang tadi digambar di permukaan kulit jeruk pastilah berubah bentuknya ketika kulit jeruk itu harus didatarkan di atas meja. Ini adalah distorsi.
Sekarang coba bayangkan itu bukan jeruk tetapi sebuah bola yang kulitnya berupa karet tipis yang bisa melar. Coba gambar benua dan pulau-pulau di permukaan karet itu lalu lepas kulit karet itu dan datarkan di atas meja sehingga membentuk segi empat. Apa yang terjadi? Anda harus memelarkan karet itu sedemikian rupa agar membetuk segi empat datar. Artinya, bentuk benua dan pulau yang digambar tadi akan berubah. Ini juga distorsi.
Atau bayangkanlah bumi itu seperti sebuah bola kaca. Di permukaan bola kaca itu kita bisa gambarkan pulau dan benua sesuai bentuk dan ukurannya secara proporsional. Bayangkan kalau di dalam bola kaca itu diberi sebuah lampu yang memancarkan sinar. apa yang terjadi? Sinar itu akan menembus bola kaca dan garis-garis serta bidang yang membentuk pulau dan benua tadi menjadi bayangan. Jika bola itu didekatkan ke tembok maka pada tembok akan terbentuk bayangan dengan bentuk menyerupai pulau dan benua di permukaan kaca. Kini pulau dan benua yang tadinya ada di permukaan kaca yang lengkung berpindah ke tembok yang datar. Apakah bentuk pulau dan benua di permukaan kaca sama persis dengan yang di tembok? Tentu saja tidak. Obyek yang paling dekat dengan tembok akan cenderung memiliki bayangan di tembok yang mendekati bentuk aslinya. Semakin jauh obyek dengan tembok, semakin ‘kacau’ bayangannya di tembok. Dalam hal ini, obyek yang dekat dengan kutub akan mengalami ‘kekacauan’ bentuk dan ukuran paling hebat.
Distorsi inilah yang terjadi ketika kami, para pembuat peta, memetakan obyek di permukaan bumi. Bentuk yang Anda lihat di permukaan peta yang datar itu sesungguhnya tidak pernah secara sempurna mewakili obyek yang ada di permukaan bumi. Yang bisa kami lakukan adalah meminimalkan kesalahan atau distorsi itu. Dengan apa? Kami menyebutnya proyeksi peta. Proyeksi peta pada dasarnya adalah cara memindahkan obyek yang tadinya di permukaan lengkung sehingga tergambar di permukaan datar. Distorsi yang terjadi tergantung jenis proyeksi peta yang digunakan. Video dalam posting ini (http://youtu.be/vLQnedV5aI4) menunjukkan berbagai proyeksi peta yang menghasilkan peta yang berbeda. Anda akan lihat bentuk benua dan pulau yang mungkin jauh berbeda dengan yang mungkin Anda kenal selama ini. Mana yang benar atau salah? Yang pasti tidak satupun bisa mewakili bentuk aslinya. Karena semuanya mengalami distorsi kecil ataupun besar.
Maka kalau Anda melihat peta jenis apapun, jangan percaya sepenuhnya karena peta itu selalu ‘menipu’. Demikian pula hal-hal lain di sekitar kita. Apa yang saya lihat belum tentu menunjukkan wujud aslinya. Hampir selalu ada distorsi dan saya pastilah bias. Agar ‘tipuan’ itu tidak membahayakan saya coba mengenal lebih banyak proyeksi. Karena yakin saya selalu bias maka diusahakan agar saya bias dengan lebih banyak perspektif.
thumbs up pak! just as Pak Anies Baswesdan said
“education is the responsibility of every educated people’ :))
Kalau dianalogikan, setiap tindakan manusia selalu mengalami distorsi apabila dilihat (dikupas) oleh manusia lainnya. Agar tidak tertipu dan bisa melihat esensi dari sebuah tindakan, baiknya kita mengetahui berbagai macam proyeksi di dalamnya
Sepertinya demikian…