Keraton, sudah kutegaskan kepadamu, tidak selalu kejam. Bahwa dia kadang angkuh dan dingin, semata-mata karena harus menjaga wibawa. Itu saja. Aku bertemu dengan orang-orang termasyur itu siang tadi, mereka menyapaku dengan ragu-ragu seakan tak hendak mengenal. Atau karena dinginnya taman kerajaan yang merambat menjalar pada serpihan-serpihan hati yang bersembunyi di dada mereka, entahlah. Mungkin juga, karena orang-orang keraton harus tampil berwibawa mempesona.
Tapi itu hanya sesaat. Setelah kuperagakan sinar-sinar yang berkelebat itu, mereka tak kuasa menahan kehangatan yang menyeruak mengemuka. Di dalam dada mereka, api bara yang terkungkung itu menyala dan membakar. Mengejawantah menjadi senyum lalu bermanifestasi menjadi puja dan puji. Sinar-sinar yang berkelebat itu adalah warisanmu, aku mengandalkannya untuk menghangatkan taman kota yang menggigil nyaris beku.
Seperti rencanaku aku bertemu kecantikan itu di sela-sela dingin yang menghukum. Kehangatan itu disembunyikannya seakan ingin dikuasainya sendiri. Maka dari itu dia menjadi pesona. Keraton ternyata menyembunyikannya rapi. Aku hanya pejalan kaki yang merasa cukup dengan memandang. Seperti yang kamu kabarkan, kecantikan itu tumbuh di ladang-ladang yang tidak boleh dijamah, tepat di taman keraton.
Impresi menara gading?
Subhan Zein
bisa jadi đŸ™‚
:3 selalu suuukaaa dengan cara menulis oom andi
curcol dalam bahasa indah memang menyenangkan ya hehe