Apapun yang saya lakukan, akan ada dua kemungkinan reaksi dari orang-orang di sekitar saya: suka atau tidak suka. Yang tidak peduli, tentu saja tidak jadi soal. Dalam menulis juga demikian, pasti ada yang tidak suka dan tentu ada juga yang suka. Bagaimana prosentase keduanya? Perlu penelitian yang serius soal ini dan sampai kini saya tidak memiliki data. Yang pasti, akan selalu ada yang suka pada apa yang saya buat dan sebaliknya ada yang tidak. Dalam hal karya, akan ada yang memerlukannya, ada juga yang sama sekali tidak memerlukannya.
Saat menulis di blog, kadang muncul pertanyaan “bagaimana kalau orang-orang tidak suka?” atau “bagaimana kalau orang-orang akan mencibir?” Meskipun sudah menulis sekitar 800 tulisan di internet, keraguan dan pertanyaan serupa masih tetap muncul saat harus menulis lagi. Suatu ketika ada yang secara serius menyampaikan kepada saya bahwa tulisan saya mungkin tidak begitu bermanfaat bagi orang lain atau ada juga yang menanggap sebuah tulisan tidak relevan jika dibaca orang lain karena bersifat refleksi pribadi. Pendapat ini tidak saya bantah, saya menyadari hal ini. Seperti yang saya yakini sejak awal, pasti ada yang tidak suka, tidak memerlukan atau tidak peduli dengan tulisan saya.
Mengapa saya tetap menulis dan berkarya jika yakin ada orang yang tidak akan menyukainya? Jawabannya sederhana saja, karena saya yakin ada orang yang menyukai dan memerlukannya. Jika ada satu saja orang di dunia ini yang memerlukan atau mendapat manfaat dari karya saya, maka saya akan dedikasikan karya saya untuknya. Saya ingin berkonsentrasi pada manfaat, pada kebaikan. Sepanjang karya saya tidak diniatkan untuk merugikan pihak lain maka biarlah dia tetap ada, meskipun hanya bermanfaat bagi satu orang saja. Kepada mereka yang tidak suka, saya hormati dan berharap karya saya tidak mengganggu. Jika yang tidak suka itu rela datang memberi masukan yang konstruktif maka akan saya junjung tinggi ketulusannya. Orang Bali mengatakan, “akan saya semayamkan di ubun-ubun” sebagai tanda hormat dan terima kasih.
Dilema yang sering dihadapi oleh para pemula, dalam karya apapun, adalah keraguan apakah karyanya akan diterima atau tidak. Saya sarankan untuk berkonsentrasi pada kebaikan. Tidak harus menunggu jadi ahli untuk bisa berbagi, tidak harus menunggu kaya untuk bisa bersedekah. Seorang penulis tidak harus memukau seluruh dunia. Seorang pembuat video tidak harus dikagumi semua orang. Untuk berbagi, seseorang tidak harus menjadi yang paling ahli di bidangnya. Menulis tidak harus selalu seperti JK Rowling atau Andrea Hirata. Tidak harus menunggu hingga sehebat Steven Spielberg atau James Cameron untuk membuat dan berbagi video. Untuk menggurui, seseorang mungkin harus mumpuni tetapi untuk berbagi tidak diperlukan kehebatan khusus, kecuali ketulusan.
Seperti nasihat saya untuk diri sendiri, berkaryalah sekarang. Meskipun hanya satu orang, persembahkanlah karya itu untuk mereka yang membutuhkan. Jangan biarkan diri terintimidasi oleh mereka yang tidak suka sepanjang kita tidak menjelekkan dan mengganggu mereka. Jika harus berdoa, saya tidak akan berdoa agar semua orang suka pada karya saya tetapi agar saya bisa menerima dan memahami karya orang lain. Dengan menyadari bahwa setiap orang harus tetap belajar dan berbenah, ada baiknya berkonsentrasi pada kebaikan yang sudah ada tanpa menutup mata pada keburukan. Maka berbagilah sekarang juga, apapun itu. Tidak usah takut hasilnya tidak sebagus orang lain karena di atas langit memang ada langit.
Selamat pagi mas Andi:
Mohon ijin untuk mengutip satu atau dua kalimat dari tulisan ini. Buat saya sendiri, tulisan ini sangat menyentuh dan informatif.
Terima kasih Mas. Silakan dikutip.
Bagus! Tulisan ini menjadi cambuk juga buat saya! Terimakasih, Mas! 🙂
Subhan Zein
Terima kasih Mas Subhan. You are an example of ‘selalu melihat kebaikan’
Tulisan yang informatif dan menyentuh, mohon ijin mengutip satu atau dua kalimat. Mas Andi.
count me in, Bli… !!
I am honoured Mas Wahyu 🙂
Tetaplah menulis dan berkarya Mas 🙂
Dimana2 mah selalu aja ada komentar2 yang negatif. Anggap aja itu troll.
Percaya atau ga, ada orang yang emang bawaannya “jerk”. Kita justru harus kasihani orang2 kayak gitu.
Terima kash Mas fajarlife atas komentar dan keberpihakannya.
Bagi saya tulisan ini sebuah kontemplasi, bukan bentuk kekecewaan dan sama sekali tidak ingin membangun perasaan tidak nyaman apalagi dendam. Tulisan ini sesungguhnya tidak dimaksudkan mengundang komentar bernada panas, apalagi provokatif 🙂 Tapi apapun itu, saya belajar melihat sisi kebaikan dari segala puji dan caci 🙂
Indah, betul” indah,pak Andi. Atas niat baik penuh ketulusan maka sekecil apa pun karya seseorang akan selalu indah dalam perencanaan, pelaksanaan, dan hasilnya.
Thanks Surya. Komentar yg menyentuh..
saya slalu menunggu tulisan2 pak andi berikutnya
tulisan yang keren mas… tulisan ini menyadarkan trias bahwa tidak perlu menunggu menjadi penulis hebat untuk menulis.. terimakasih mas Andi, udah membangunkan kemalasan trias menulis selama ini. sukses terus ya mas
Go mb Trias!
Satu yang saya kagumi dari njenengan Pak, KETULUSAN…..! Terus berbagi Pak.
Satu yang paling saya suka dari Pak Andi…KETULUSAN. Terus berbagi Pak….untuk kami para pengepul hikmah dan ilmu.
Makasih Mas 🙂
teruslah berbagi pak.. beberapa orang (termasuk saya) mendapatkan “cahaya terang” setelah membaca tulisan dari bapak. tetaplah menjadi cahaya bagi banyak orang,meskipun beberapa orang lain tidak menganggap demikian.
Terima kasih mbak Lita
Pak Andi, salam kenal. Saya Ita, istri mas Taufiq Effendi. Saya suka sekali dengan tulisan ini. Mohon izin untuk men-share-nya di facebook ya Pak. Terima kasih sebelumnya 🙂
Salam kenal Mbak. Di balik seorang lelaki hebat, ada perempuan luar biasa 🙂