Made Kondang tergopoh-gopoh menemui Nak Lingsir, mengabarkan berita yang menggemparkan. Seorang pemuda di desanya diterima bekerja di kapal pesiar.
“Wayan diterima bekerja Nak Lingsir, sebulan lagi dia berangkat ke Amerika.”
”Astungkara” Nak Lingsir mengucap syukur lalu melanjutkan. ”Wayan memang berbeda dengan kebanyakan anak muda di kampug ini. Banyak orang yang tidak suka melihat kelakuanya, tetapi aku tahu, suatu saat dia akan berhasil. Saat masih kecil dia dikenal sangat kreatif. Dia biasa membuat sabung ayam tiruan dari daun keladi dan taji duri salak. Cerdas sekali bukan? Wayan juga sudah menunjukkan sifat mandiri dan berani mengambil keputusan sendiri. Di saat teman-temannya menangkap capung dengan getah kamboja, dia sudah menggunakan getah nangka, meskipun waktu itu dilarang orang tuanya. Dia juga berani mengambil risiko, pernah mengusir bebek Kak Wi yang terkenal galak itu dari kolamnya. Dia tetap tenang walaupun akhirnya dimarahi. Pemberani sekali dia. Wayan memang sudah menunjukkan kelasnya dari dulu. Saat teman-temannya masih menggunakan sepeda gayung, dia sudah berhasil meyakinkan bapaknya untuk membelikannya motor. Memang luar biasa si Wayan. Aku turut senang mendengar berita ini.”
”Maaf Nak Lingsir, yang diterima di kapal pesiar ini Wayan Kocong. Yang Nak Lingsir sebut-sebut sepertinya Wayan Koplar. Kalau Koplar sih jauh, Nak Lingsir. Dia urutan pertama dari daftar yang paling tidak memenuhi syarat.”
”Oh Wayan Kocong to.. wah memang pantas dia diterima. Dia memang baik dan pintar sejak kecil, tidak pernah aneh-aneh. Dia termasuk yang tidak pernah ikut-ikutan mencuri daun keladi dan tidak merusak batang-batang salak untuk main sabung ayam di masa kecilnya. Dia tidak nakal seperti teman-temannya yang kerjaannya hanya main sabung ayam daun keladi. Kalau menangkap capung, dia selalu menggunakan getah kamboja seperti nasihat para orang tua. Ada beberapa temannya menggunakan gatah nangka, mereka merusak pohon nangka sehingga tidak bisa dipakai untuk bahan tiang rumah . Dia tidak ikut-ikutan kelakuan temannya yang nakal itu. Wayan Kocong disayang oleh Kak Wi yang terkenal galak itu karena dia selalu mengembalikan bebek-bebek Kak Wi ke rumahnya dengan baik, meskipun bebek-bebek itu merusak kolamnya. Sejak kecil dia memang tahu caranya menghadapi orang-orang sulit seperti Kak Wi. Dia juga sederhana dari dulu. Dia tetap setia naik sepeda ke sekolah, meskipun beberapa temannya sudah mulai minta motor. Dia tidak pernah terpengaruh oleh anak-anak yang tak tahu adat itu. Wayan Kocong memang patut dijadikan teladan oleh anak-anak muda di kampung kita ini, Kondang. Kamu harus memberi penghargaan pada dia.”
Made Kondang terpaku. Agak sulit baginya memahami kata-kata Nak Lingsir tentang Koplar dan Kocong. Kalimat-kalimat itu terdengar mirip dengan yang diucapkan orang-orang berdasi di televisi. Kondang tenggelam dalam kebodohannya yang sangat. Dia tidak mengerti.