Takdir, Bajaj dan Gus Dur


“Gitu aja kok repot!” adalah sebuah ucapan tenar yang sering dikemukakan Gus Dur di masa hidupnya. Dari kalimat ini, jelas terlihat bahwa beliau adalah sosok yang blak-blakan, lugas, cuek dan berani berbeda. Meskipun kontroversial, Gus Dur adalah sosok istimewa yang perlu lebih banyak jumlahnya di Indonesia yang bhineka. Sebagai seorang muslim, Gus Dur adalah tokoh yang menjunjung pluralisme.

Pertemuan saya dengan Gus Dur secara fisik terjadi tahun 2000 ketika beliau menghadiri peringatan Hari Raya Nyepi di Prambanan, Yogyakarta. Tentu saja hanya saya yang sadar bertemu beliau, sedangkan Gus Dur pasti tidak pernah merasa bertemu saya. Tetapi ini adalah cerita lain.

“Suatu hari, ayah saya kedatangan tamu. Orangnya mengenakan baju hijau ketika itu, saya masih ingat.” Demikian Gus Dur menceritakan pengalamannya di masa kecil ketika memberi sambutan. “Belakangan saya tahu bahwa orang itu adalah Tan Malaka, seorang atheis. Hal ini membuktikan bahwa kita bisa berteman dengan dan menghormati siapa saja. Jangankan dengan orang yang jelas-jelas beragama, dengan yang atheis pun ayah saya bersahabat baik. Sepanjang dia tidak mengganggu, tidak ada salahnya kita menjalin hubungan baik.”

Kalimat yang diucapkan Gus Dur di depan ratusan umat Hindu hampir 10 tahun lalu itu seperti semburan tirta, air suci, yang menyegarkan. Ada secercah harapan akan bertumbuhnya dan dijaganya sebuah nilai yang dirindukan oleh bangsa Indonesia yakni pluralitas.

Gus Dur, seperti halnya manusia lainnya, tentu tidak lepas dari cerita ‘menarik’. Beliau dikenal sangat kontroversial dan susah ditebak. Dalam sebuah kelakar populer, orang sering menempatkan Gus Dur sejajar dengan takdir dan bajaj karena sama-sama ‘tidak bisa ditebak’. Pernyataan dan sikapnya memang sulit sekali ditebak dan seringkali tidak bisa dipahami. Meski demikian, Gus Dur telah membawa solusi nyata bagi banyak orang. Tanyakanlah kepada Pegawai Negeri Sipil yang lama sekali menyandang predikat ‘gaji kecil’, tentu saja Gus Dur yang akan dianggap berjasa menaikkan kesejahteraan mereka. Meskipun sampai kini PNS masih banyak mengeluh, ini adalah cerita lain yang mungkin akan lebih parah jika tidak karena sabda sakti Gus Dur di awal tahun 2000 an.

Gus Dur memang sering menganjurkan kita untuk ‘tidak repot’ tetapi dengan kepergiannya menghadap yang Sang Pencipta, harus tetap ada yang mau repot, terutama untuk menjaga keberagaman di negeri ini. Bangsa ini membutuhkan kehadiran seorang Bapak Bangsa yang lugas soal mempertahankan keragaman, sambil sesekali tetap berkelakar “gitu aja kok repot.” Untuk saya pribadi, ada satu hal yang saya pelajari dan setujui dari Gus Dur bahwa “Tuhan tidak perlu dibela.” Selamat jalan Gus Dur.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

2 thoughts on “Takdir, Bajaj dan Gus Dur”

  1. Sedikit tokoh yang bersedia berdiri bersama keberagaman negeri ini, beliau adalah salu satu yang sanggup mengharmoniskan banyaknya perbedaan itu.

  2. Takdir memang hanya hak Nya, dan Bajaj yang tidak pernah menggunakan lampu sign itu ternyata cukup dekat dan terjangkau oleh masyarakat meski juga ada sebagian yang merasa kebisingan dengan suara bajaj yang tidak pake filter Knalpot itu. Selamat Jalan Gus Dur semoga Indonesia masih dapat melahirkan Tokoh Pluralisme seperti engkau demi keadilan hak hidup orang banyak.

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: