
Dalam kegalauan hati yang tidak sempat saya pahami, sayapun beranjak menuju podium itu. Samar-samar beberapa menit lalu saya mendengar nama saya dipanggil dan harus menyampaikan sambutan. Sayapun berdiri, menundukkan kepala tidak memandang audiens dan menatap kosong ke arah yang tak bertuan. Saya mulai berucap sangat lirih.
“Tadi malam saya bermimpi” dan saya diam sejenak sehinga hadirin pun diam tenang, menunggu-nunggu kelanjutan cerita saya. “Saya bermimpi didatangi Siti Nurhalisa!” Hadirin pun tergelak hebat, teringat dengan presentasi saya kemarin, barangkali. Sejenak kemudian semua diam dan saya pun melanjutkan.
“Saat berangkat dari Wollongong menuju Bandara Sydney, saya dipenuhi keraguan karena menyaksikan istri dan anak saya tergeletak di tempat tidur. Mereka sakit, tertular oleh cacar air yang saya derita sebelumnya. Ada perasaan tidak tega meninggalkan mereka berdua di apartemen kecil saya yang sepi di Wollongong. Sempat saya tawarkan bahwa saya sebaiknya tidak berangkat ke Paris mengikuti lomba ini, istri saya mencegah. Dia meyakinkan saya bahwa mereka akan baik-baik saja. Sebuah dukungan yang tidak ada tandingannya, saya berangkat dengan doa dan ketulusan seorang istri yang sedang sakit. Saya berjanji dalam hati, saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Pengorbanan dan dukungan istri saya terlalu besar untuk saya abaikan.” Hadirin tercenung, diam memandang dan hanyut. “Ibu Bapak yang saya muliakan, dengan mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, ijinkan saya mempersembahkan kemenangan ini untuk istri dan anak saya.” Hadirin bertepuk tangan riuh.
“Sebelum berangkat, saya juga sempat berdiskusi ringan dengan istri saya, mau beli apa nanti kalau dapat juara, demikian kami bercakap-capak. Saya punya ide brilian, saya akan menjalani operasi plastik” Hadirin tergelak, menyadari hubungan ucapan saya dengan wajah saya yang masih sedikit berantakan akibat cacar air yang sejak kemarin saya jadikan kelakar. “Istri saya pun mengingatkan, tidak mungkin lah operasi plastik hanya dengan 750 Euro, katanya. Saya pun akhirnya menurunkan target saya. Kini saya hanya ingin membeli krim pemutih wajah.” Lagi-lagi meledaklah tawa hadirin, sementara saya tetap menunduk setelah berbicara lirih.
“Ibu Bapak yang saya hormati. Kedatangan saya ke Paris adalah hasil drama panjang yang menurut saya luar biasa. Saya mendapatkan visa beberapa jam sebelum terbang, itupun setelah mengundurkan jadwal penerbangan selama sehari. Yang lebih menarik lagi, atache pendidikan kami dan satu rekan lain di Australia tidak berhasil datang ke Paris karena tidak mendapatkan visa. Bagi saya, ini adalah teka-teki yang sulit dipecahkan. Seorang diplomat setingkat atache yang gagal mendapatkan visa ke Paris adalah sebuah kejanggalan, menurut saya. Maka dari itu, mendapati diri saya berdiri di sini dan bahkan akhirnya menang, hanya syukur yang bisa saya panjatkan. Benar kata orang bijak: Tuhan tidaklah tidur, hanya saja kadang saya tidak menyadari Dia bekerja, karena caranya memang sangat misterius.
Saya memberikan apresiasi kepada kawan-kawan PPI Perancis yang telah melakukan hal yang luar biasa. Saya ingat satu ucapan, bahwa semua orang bisa membuat sejarah, tetapi tidak semua orang bisa menuliskan sejarah. Apa yang dilakukan PPI Perancis telah memberikan kesempatan kepada kami untuk tidak saja menjadi bagian dari sejarah, tetapi juga aktif menuliskannya. Lomba ini akan mendokumentasikan gagasan-gagasan indah dari generasi Indonesia dan akan menjadi catatan tersendiri, betapapun sederhananya.
Kalau Obama memang masih bertanya ‘where were you when the history took place?‘, maka saya akan menjawab, saya ada di sana ketika sejarah itu terjadi.
Terima kasih!”
Hadirin pun bergemuruh dengan tepuk tangan dan saya melangkah pelan menuju kursi saya. Hari ini saya telah menorehkan sejarah kecil. Meskipun bukan untuk hal yang luar biasa, setidaknya untuk diri sendiri, semua ini akan menjadi catatan abadi.
Pak Andi, ini adalah skenario besar Tuhan yg kita tidak pernah tahu sebelumnya…namun Dia tersenyum melihat aktornya memahami dan memerankan tiap bagian episodenya dgn ciamik….sekali lagi selamat dan maju terus!
Terima kasih Pak Garda.
Selamat mas,
dibalik kesulitan ada kemudahan. Dijadikan misteri sebagai sebuah harapan untuk kita semua.
Pak Andi,
selamat…:)
Tak salah memang saya menjadikan Pak Andi sebagai contoh bagi saya 🙂
saya makin salut
Suksma Igen
wow.. mungkin itu yang namanya “power of love”..
selamat ya pak atas sejarahnya..
the power of writing juga 🙂
Pak Andi,
selamat pak. 🙂
kemenangan untuk istri dan anak :).
–baca nya aja terharu saya pak.
makasih Farid
Air mata bahagia menetes waktu ibu baca tulisan ayah ini…. Terimakasih atas persembahannya yah, We Love U
Ibu and Lita
I love you 2 too
selamat kepada bapak I Made Andi Arsana
semoga tetap bijaksana dan rendah hati.amin
amin. Thanks Didik
selamat ya Ndi…….salut selalu bisa membawa yang baca larut dengan apa yang Andi tulis……hebat temanQ….pasti persembahan terindah buat asti dan lita…..
Makasih ya Nin.. dari dulu kan memang perayu 🙂
kisah nyata yang nyaman dibaca mas,,
salut ama prestasinya yg tak pernah henti
penuh luapan emosi n dalaam
salam dr elmoudy
Bli Andi, ngeling mace tulisanne, tapi lebih ngeling lagi pengen nulis tapi sing bise. sukses bli
Budi, tidak semua harus jadi pujangga 🙂 menulis bisa lewat jejak kaki atau sentuhan kepada orang yang semestinya menerima sentuhan 🙂
Bro Andi,
Saya pikir hidup ini diperlukan perpaduan yg tinggi antara kematangan inteligence, emosional/spiritual, fisik, maka hal yang sulit akan jadi mudah,yg jauh akan jdi dekat, yg rendah akan jadi tinggi, etc. Seperti Filsuf Socrates menggoreskannya dlm sebuah buku filsafatnya: betapa sedikit sekali manusia yg menyadari keadaan dirinya. Ada begitu banyak hal besar di dunia ini tetapi hanya sedikit yg dapat dilakukannya sehingga hidup manusia menghadapi banyak masalah. or, again good luck for ur nice stories and success….