Hari ini Lita berusia empat tahun. Usia saat mana makhluk manusia sedang menunjukkan apa yang orang Bali sebut sebagai guna. Sedeng meguna, demikian katanya. Lucunya sangat, cantiknya bernilai, senyumnya meluluhkan hati yang penuh amarah. Demikianlah anak di usia empat tahun. Begitulah anak yang sedeng meguna.
Interaksiku dengan Lita selama sembilan bulan ini sangat intensif, terutama sejak Asti bekerja. Kami menghabiskan banyak waktu berdua terutama kalau Lita tidak sekolah. Lita menunjukkan bakat kreativitas (atau yang dalam bahasa awam disebut jahil) yang luar biasa. Selalu saja ada yang digagasnya. Kalau suatu saat kami berdua di rumah dan tiba-tiba Asti pulang kerja, dia punya ide untuk bersembunyi dan memberi surprise pada ibunya. Dipaksanya ayahnya bersembunyi di balik selimut. Aku didekap sampai susah bernafas dan diminta tidak keluar sebelum Asti mendapati kami. Litapun cekikikan di bawah selimut berimajinasi telah bersembunyi di tempat yang jauh dan tak kan terlihat.
Saat tidak sekolah, hampir semua kegiatan sekolahnya ingin diulangi di rumah. Permainannya, pelajarannya, ceritanya dan semuanya. Lita akan menjadikan rumah sebagai panggung pentasnya untuk melakukan apa saja. Dia ingin jadi Sloth yang dihadirkan diego, dia ingin jadi puppy dan merangkak sambil menggongong ke sana ke mari. Dia naik meja, dia bermain air, dia mencuri-curi sirup untuk dijilatnya. Diapun berbicara tak terputus, selalu saja ada yang diucapkannya. Menemaninya memerlukan energi yang memadai.
Malam hari saat tahu besoknya tidak sekolah, Lita diijinkan tidur terlambat dan boleh menonton atau bermain hingga larut. Sementara itu Asti pasti sudah tidur kelelahan. Lita sering berlama-lama menonton film Alvin and the Chipmunks kesukaannya di living room sendirian. Saat didatangi, dia akan minta ditemani tidur. Sering aku harus menyelipkan tubuh di belakngnya berdesakan di sofa dan memeluknya dari belakang. Kami pun tertidur bahkan hingga pagi.
Drama yang hampir selalu terjadi adalah di pagi hari saat Lita harus mandi. Berbagai strategi harus dilakukan. Sejuta rayuan (dan kadang ancaman) harus dilancarkan untuk membuatnya mau mandi. Lita pun melangkah gontai dan malas ke kamar mandi. Setelah merayu (dan kadang mengancam) dia baru mau mengangkat tangan menyerahkan diri untuk dibuka pakaian tidurnya. Itupun dengan syarat ini dan itu.
Interaksi yang intens ini menyisakan banyak pelajaran. Aku dihadapkan pada kenyataan bahwa menjadi orang tua haruslah sabar dan Lita adalah salah satu ujian yang sempurna untuk itu. Didesaknya kesabaranku hingga batas kritis. Aku sadari, aku bukanlah ayah yang sempurna. Kadang masih ada teriak dan marah yang menghiasi interaksi kami. Aku harus banyak belajar.
Setelah Asti yang memberi banyak pelajaran kesabaran, kini Lita menjadi ‘wanita lain’ yang menjadi penguji kesabaran itu. Kami, dengan segala kekurangan dan kelemahan, adalah paduan yang sempurna dalam sebuah ikatan yang bernama keluarga. Berbahagialah kami karena di atas semua itu ada kekuatan yang bernama cinta. Selamat ulang tahun, Lita.
walah, cilike koyok bapakane….mbosok gedhe kok jibles ibune. met ultah, Lit. tambah bandel aja gpp……
met ultah dek lita. Tambah nakal ya….
Itu lebih mirip Bapaknya atau Ibuknya ya?
Walau telat, saya juga titip selamat ulang tahun 🙂
Sudah gede ya Lita. Salam!