
Kadang orang bisa kehabisan kata untuk menuturkan sesuatu yang sesungguhnya hebat tetapi terjadi berulang-ulang dan menjadi rutinitas. Di saat Tukul muncul dengan gaya khasnya di Empat Mata, hampir semua orang berbicara tentangnya. Saat stasiun televisi memutuskan untuk menayangkan Empat Mata setiap hari, lambat laun orang menjadi kehilangan gairahnya. Hampir tidak ada lagi kejutan, hampir tidak ada lagi sesuatu yang baru, meskipun sebenarnya Tukul tetaplah lucu. Sesuatu yang menjadi rutinitas kadang bisa menimbulkan kebosanan, betapapun hebatnya.
Tujuh September tahun ini tepat duabelas tahun lalu saya bertemu Asti untuk pertama kalinya. Sebagai anak muda yang dilanda cinta ketika itu kami biasa memperingati hari penting ini bahkan hampir setiap bulan 🙂 Kini, ketika cinta beranjak dewasa, saat pelukan bukan lagi sesuatu yang layak disembunyikan dan saat bercinta bukan lagi sebuah larangan, kadang kami lupa. Lupa dengan gairah lama, karena rutinitas yang mendesak. Mungkin terlalu sedikit waktu tersedia untuk saling memuji, cinta dan kemesraan juga diinvasi oleh kewajiban-kewajiban teknis memandikan Lita, menyuapi makannya, mengantar sekolah, masak, nyuci, bersih-bersih rumah.
Di luar itu, ada beberapa hal tidak penting, tetapi menyita waktu, seperti menulis desertasi dan konferensi di luar negeri. Untunglah kami tidak pernah lupa menyatakan cinta. “I love you” yang diobral di rumah mungil kami, saya yakin maknanya masih sama atau bahkan lebih dalam dibandingkan duabelas tahun lalu. Karena kini kami bertiga. Tiga titik adalah syarat yang perlu dan cukup untuk membuat satu bidang datar yang seimbang. Oleh karena itu, semoga bangunan cinta kami semakin tegak.
Meski kadang digulung oleh rutinitas, ada hal-hal istimewa yang senantiasa harus diistimewakan. Dari sekian banyak itu, Tujuh September adalah salah satunya. Saya berharap tidak akan kehabisan akal untuk menjadikannya sebuah kejutan. Serangkaian kembang warna kuning itu adalah tandanya. Selamat ulang tahun cinta.
Ternyata ketua PPIA romantis jua 🙂