
Saya punya seorang sahabat baik. Sahabat ini melebih siapapun bagi saya, dia sangat istimewa. Ijinkan saya bercerita tentangnya.
Kami bertemu pertama kali tanggal 7 September 1997, sebelas tahun yang lalu. Waktu itu kami masih sama-sama muda, penuh semangat dan gairah. Sahabat saya ini seorang gadis yang cantik.
Nampaknya pertemuan kami direstui oleh primbon dan juga dewasa seperti kata orang Bali, persahabatan kami tumbuh dengan baik.
Dia menjadi sahabat yang paling sabar mendengarkan keluh kesah saya, sekaligus paling bersemangat dalam mendukung keinginan saya yang tidak jarang aneh. Meski dia tidak berapi-api seperti halnya ornag lain, senyum simpulnya seringkali cukup untuk membuat saya tidak berhenti memperjuangkan seuatu. Sahabat ini adalah pendukung saya yang paling setia. Berjalan bersamanya, saya bahkan berani berkelana menembus sekat-sekat rasionalitas, hanya berbekal harapan dan keyakinan.
Persahabahan kami pastilah tak sempurna. Ada pertengkaran kecil, ada sedih, ada air mata dan ada kekecewaan yang mewarnai. Namun itu hanyalah sesaat. Hanya sementara. Selebihnya adalah tawa, kerjasama dan pemahaman. Dari sahabat saya ini pula saya belajar tentang banyak hal. Kesabarannya telah membuat saya runtuh dan tunduk.
Berbeda dengan sahabat lainnya, dengannya saya boleh melakukan apa saja. Sebagai sahabat, kami bercerita, berbagi senang dan sedih, bahkan memutuskan untuk menghabiskan malam yang dingin berdua. Jangan sangka kami melakukan dosa, tidak sama sekali. Saya tuliskan cerita ini, saat persahabatan kami berumur sebelas tahun, beberapa hari sebelum ulang tahun anak kami yang ketiga 🙂
Dear Sahabatku,
Engkaulah sahabat sejatiku, tulang rusukku, yang akan selalu menjadi bagian dari tubuhku, hidupku. Terimakasih utk segalanya.
I Love U
wah, sahabat nya istri sendiri pak. hehe
Wuaduh…jadi dulu “IJAB QOBUL” nikahnya sebagai apa ya mas: “Aku terima Asti sebagai Isteriku atau SAHABATku” ya?? Sahabat kok bisa punya anak nyampe 3? Bingung aku mas!?*&%$ 🙂
selamat ya Ndi….buat Asti juga….