
Saya harus menulis ini. Pandji memutuskan hijrah ke New York dan memulai karier standup comedy dari nol. NOL besar. Pandji bergerilya dari satu tempat ke tempat lain untuk ngetes materinya dan membuktikan apakah itu cukup lucu atau tidak. Untuk melakukan itu, Pandji harus membayar, tidak dibayar. Tidak jarang, untuk mendapat kesempatan demikian, dia harus melakukan hal ‘remeh-temeh’ seperti membagikan flyer pertunjukan kepada orang-orang yang berlalu lalang. Singkatnya Pandji, harus merayu orang-orang untuk mau datang ke sebuah acara. Itu semua adalah pekerjaan seorang amatir dan Pandji mau melakukannya.
Mengapa cerita ini menjadi menarik, setidaknya bagi saya? Saya mengikuti seorang pandji Pragiwaksono dalam kesenian standup comedy sejak tahun 2011. Waktu itu saya masih sekolah di Australia dan lelucon Pandji adalah salah satu yang menemani perjalanan di lereng terjal atau terowongan gelap tanpa ujung. Pandji dan Ernest Prakasa adalah dua orang yang berperan penting untuk membuat keterjalan itu tidak begitu mengerikan dan kegelapan itu tidak terlalu menyeramkan. Kalau kita sedang bicara soal hutang dan jasa, pada keduanya saya berhutang jasa.
Bertahun berlalu, Pandji menjelma menjadi standup comedian besar. Dia adalah orang pertama yang melakukan tur dunia dengan leluconnya. Sudah sembilan kali tur dia lakukan dan semuanya mendapat tempat tersendiri di hati penikmat karyanya. Di standup comedy, nampaknya tidak ada yang menyangkal bahwa Pandji adalah salah satu tokoh papan atas, jika bukan yang terbaik, di Indonesia. Saya punya semua standup spesialnya dalam bentuk digital download. Saya begitu menikmati karyanya.
Maka, dengan mengetahui siapa Pandji di Indonesia dan apa yang dilakukannya di New York hari ini, ada berbagai perasaan yang bercampur dan berkecamuk. Sebagai orang yang kerap menasihati anak muda untuk menjalani hal-hal baru, tindakan Pandji adalah sebuah penguat. Dia adalah ‘a living testimony’ bagi banyak ajaran-ajaran motivasi tentang mencoba hal baru, tidak menyerah pada keadaan, dan tidak takut memulai dari NOL. Mudah diucapkan tetapi sangat tidak mudah dilaksanakan. Pandji memberi energi baru pada nasihat itu.
Sebagai seorang yang sama-sama tidak lagi muda, saya bisa merasakan betapa keputusan Pandj ini penuh dengan risiko, termasuk di dalamnya ada risiko gagal. Di usia dua puluhan awal, saya memutuskan untuk keluar dari Unilever dan Astra, dua perusahaan idaman anak muda di zamannya (bahkan mungkin hingga kini) untuk menjadi seorang guru. Sebuah profesi yang oleh banyak orang dianggap bukan pilihan ideal, terutama ketika mereka tahu, saya meninggalkan Unilever dan Astra. Meski keputusan itu penuh risiko juga, naluri, jiwa dan energi muda saya dengan mudah mengalahkan itu semua. Sementara itu, Pandji melakukan itu di usianya yang sudah menginjak angka 43. Sebuah keputusan yang berani dan menghadirkan kekhawatiran di sana sini.
Yang penting untuk dipelajari adalah langkah Pandji dan persiapannya. Kata-kata motivasi kerap menyenangkan disimak tetapi dia tidak selalu menghadirkan perubahan pada diri seseorang. Salah satu sebabnya adalah ketiadaan petunjuk atau langkah teknis untuk mewujudkan kata-kata motivasi itu. Dia sering hanya berupa rangkaian kata indah nan membius tetapi membuat kita mudah lupa atau diam tak bergerak mewujudkan karena absennya petunjuk teknis. Sementara itu, tidak semua orang bisa menerjemahkan kata-kata motivasi menjadi langkah nyata yang sistematis dan terukur.
Dari cerita dan perjalanan Pandji saya belajar hal-hal teknis. Pandji pernah bertutur soal mengkhayal dengan detail. Dia mengatakan, banyak diantara kita yang punya mimpi dan angan-angan untuk mencapai sesuatu tetapi tidak tekun mempelajari bagaimana cara mewujudkan itu. Ini mirip dengan orang yang berkhayal masuk S2 di Harvard tetapi bahkan tidak tahu dan tidak mau belajar tentang TOEFL, apalagi kursus TOEFL. Pandji dengan jernih menceritakan bahwa seorang pemimpi perlu mempelajari dengan detail langkah untuk mewujudkan mimpi itu. Saya jadi ingat kata-kata nasihat yang mengatakan bahwa langkah pertama mewujudkan mimpi adalah bangun dari tidur. Ini benar dan Pandji menegaskannya dengan tindakan.
Pandji juga bercerita tentang bagaimana dia menabung untuk mewujudkan mimpinya itu. Dia bahkan telah menyiapkan sejumlah uang yang dirasanya cukup untuk menghidupi diri dan keluarganya selama beberapa tahun karena selama itu, dia berasumsi, tidak akan punya penghasilan yang memadai. Pandji nampak nekat tetapi tentu saja tidak. Dia penuh perhitungan dan lengkap dengan persiapan. Pertanyaan berikutnya, bagaimana Pandji mampu menabung uang sebanyak itu? Dari karyanya. Dari standup comedy spesial yang dijualnya cukup mahal. Dari perusahaan, Comika, yang didirikannya. Dari digital download yang ternyata laris manis. Dari banyak lagi yang lainnya. Intinya, Pandji mengatakan, dia memperbesar kapasitasnya dan menaikkan nilai jualnya sehingga dia mendapat banyak kesempatan yang kemudian ‘ditukarkan’ dengan uang. Ada kerja super keras di balik semua cerita tabungan itu.
Pandji memang nampak meninggalkan semuanya di Indonesia dan memulai dengan ‘tangan kosong’ di New York. Tentu saja Pandji tidak sebodoh itu. Dia telah membangun kerajaan bisnisnya di Indonesia dengan baik: Comika. Inilah perusahaan yang bertekad untuk memastikan seorang standup comedian bisa hidup dari karya mereka. Pandji tetap menjadi bagian penting dari perusahaan itu meskipun dengan legowo dia telah menyerahkan peran utama kepada koleganya. Artinya, Pandji cukup cerdas untuk tidak melepaskan semua hal di Indonesia. Selain itu, Pandji tentu saja masih merencanakan dan akan mengeksekusi tur spesialnya yang telah tertunda dua tahun lamanya.
Meskipun ada di New York, Pandji tetap hadir untuk para penikmat karyanya di Indonesia. Youtube-nya tetap mutakhir dan kini bahkah lebih kaya dengan konten yang beragam. New York tentu menghadirkan banyak hal yang tidak ada di Jakarta dan penikmat karyanya disuguhi dengan semua keragaman itu melalui Youtube. Pandji juga dengan cekatan menjadikan perjalanan barunya yang misterius ini sebagai konten penting yang layak jual. Maka banyak orang, termasuk saya, dengan sukarela menjadi pelanggan setia saluran Youtube berbayarnya demi menikmati langkah-langkah Pandji dalam mewujudkan mimpinya. Di channel ini, saya merasa Pandji begitu jujur berkisah tentang hal baik dan kurang baik. Videonya ketika melucu di suatu tempat dan tidak mendapat sambutan semestinya pun dia unggah. Kita diajak untuk merasakan getir perjuangan yang tidak mudah. Keberhasilan memang tidak jatuh percuma dari langit. Dia harus diperjuangkan.
Masih terlalu pagi untuk mengatakan Pandji sukses di New York. Jalan masih panjang. Yang pasti, perjalanan panjang itu sendiri sudah akan menjadi hiburan dan pelajaran penting bagi banyak orang. Seperti kata-kata bijak para ‘travelers’, yang terpenting bukan tujuan akhirnya tetapi perjalanan itu sendiri. Dengan semua ini, Pandji telah menjadi contoh tanpa menggurui. Dia telah memberi energi baru pada nasihat-nasihat lama yang kerap kita ragukan kesaktiannya. Bahwa kita harus berjuang, bahwa kita harus berani mengambil risiko, bahwa kita harus rela membebaskan diri dari zona nyaman. Terima kasih Pandji. Aku akan mengamatimu dari dekat dan menikmati setiap pelajaran yang lahir dari segala yang garing, anyep dan pecah. Kata orang New York, go get ‘em tiger!
I Made Andi Arsana
Seorang penikmat karya Pandji Pragiwaksono