Mochtar yang Bikin Diplomat Dunia Bergetar


Sebuah obituari oleh
I Made Andi Arsana*

Mochtar Kusumaatmadja. Namanya sering saya sebut di kelas di Teknik Geodesi UGM atau di acara seminar soal batas maritim. Saya selalu katakan, laut kita yang luasnya jutaan kilometer hari ini, tidak lepas dari hasil perjuangan seorang legenda bernama Mochtar Kusumaatmadja.

Minggu, tanggal 6 Juni 2021, Sang Legenda telah berpulang di usia 92 tahun. Ada banyak yang menyampaikan bela sungkawa. Indonesia kehilangan seorang tokoh mumpuni di bidang Hukum Laut. Tak saja diakui kepakarannya di dalam negeri, beliau disegani di manca negara. Kapasitasnya diakui negara. Beliau pernah menjadi Menteri Luar Negeri selama 10 tahun. Kepakarannya diakui dunia dengan berbagai posisi terhormat yang beliau emban di level internasional, termasuk di International Law Commission.

Saya tidak pernah bertemu Pak Mochtar secara langsung namun rasanya akrab karena pemikiran beliau abadi di berbagai buku, artikel dan karya lainnya. Selain itu, ada banyak orang yang mengisahkan peran dan hidupnya.

Tahun 2007 silam, saya berkesempatan bekerja di PBB di New York. Waktu itu, saya bertemu Prof Myron Nordquist yang diundang sebagai pembicara peringatan 25 tahun Konvensi PBB tentang Hukum Laut, UNCLOS. Prof Nordquist menjadi pembicara Bersama Prof. Hasjim Djalal, tokoh utama lain di dunia Hukum laut Indonesia. Saya masih ingat ucapan Prof Nordquist secara khusus pada saya ketika saya mengatakan saya dari Indonesia. “Dulu, saat sidang PBB tentang Hukum Laut, ada seorang lelaki bernama Mochtar [Kusumaatmaja]. Ketika dia berbicara, maka semua orang tidak saja bungkam tetapi juga bergetar”. Prof Nordquist menyampaikan itu penuh semangat dengan menatap mata saya lekat-lekat. Tidak mudah melukiskan kebanggan saya sebagai orang Indonesia ketika itu. Rasanya, New York ada dalam genggaman Indonesia sore itu.

Dulu, ketika Indonesia merdeka, laut di antara pulau-pulau Indonesia bukan milik Indonesia. Kapal asing bebas masuk dan memanfaatkan kekayaannya. Menteri Chaerul Saleh waktu itu punya ide untuk mengklaim ruang laut itu jadi milik Indonesia. Beliau pun meminta bantuan seorang anak muda usia 20an bernama Mochtar Kusumaatmadja. Mochtar muda mempelajari dari berbagai kasus dan praktik hukum dunia dan muncullah usul untuk melingkupi kepulauan Indonesia dengan sabuk atau garis pangkal. Ide ini kemudian disampaikan oleh Perdana Menteri Djuanda ketika itu dengan istilah Deklarasi Djuanda tahun 1957. Pak Mochtar ada di balik semua itu.

Gagasan yang di luar kebiasaan ini menemukan banyak tantangan. Indonesia mencoba meyakinkan dunia di meja perundingan dan tidak mudah. Tahun 1958, ketika Konferensi PBB tentang Hukum Laut yang pertama, usaha Indonesia belum berhasil. Tahun 1960, saat Konferensi kedua pun belum berhasil. Akhirnya Indonesia habis-habisan melakukan diplomasi dan lobby pada konferensi ketiga.

Pak Mochtar menjadi salah satu motor untuk melakukan diplomasi ini. Berjuang Bersama beliau adalah tokoh-tokoh terkemuka seperti Hasjim Djalal. Ada juga di antara mereka, seorang surveyor lulusan Teknik Geodesi bernama Adi Sumardiman. Beliau yang mendukung Pak Mochtar untuk menggambarkan dan menerjemahkan gagasan para diplomat ulung itu dalam bentuk ilustrasi dan peta sehingga lebih mudah dipahami kalangan kebanyakan.

Salah satu yang dikenang banyak orang adalah ketika Seorang Mochtar harus berunding dengan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Duta Besar Richardson, seorang mantan Jaksa Agung. Perundingan berjalan tegang sekali dan di situlah kelihaian seorang Mochtar diuji di medan ‘perang’ sesungguhnya. Dengan kegigihannya, akhirnya beberapa hal krusial disepakati dan itulah yang menjadi kesepakatan oleh konferensi yang kemudian melahirkan prinsip negara kepulauan di Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) yang dimiliki dunia hingga hari ini.

Karena usaha Pak Mochtar dan delegasi Indonesia yang keren itu, disertai dengan kemauan bekerja sama dengan pejuang lain dari Filipina, Fiji dan Mauritius, prinsip negara kepulauan akhirnya menjadi hukum dunia. Tanpa usaha beliau, tak akan kita miliki laut di antara pulau-pulau kita. Tak akan kita sebut negeri ini sebagai benua maritim. Tak akan ada Wawasan Nusantara. Tanpa menumpahkan peluru sebutir pun, Indonesia menambah luas wilayah dan yurisdiksi lautnya hingga jutaan kilometer. Dengan diplomasi, dengan kekuatan ilmu pengetahuan dan kesaktian kata-kata.

Tak berlebihan jika Prof. Nordquist menegaskan bahwa kata-kata seorang Mochtar memang membuat diplomat dunia bergetar. Selamat jalan Pak Mochtar.

*pembelajar aspek geospasial hukum laut

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: