Setiap kali akan melakukan check in di konter Garuda Indonesia, hal pertama yang saya lihat adalah konter istimewa untuk para memegang Garuda Miles. Konter ini memberikan layanan prioritas sehingga tidak perlu berdesakan di konter lain yang digunakan konsumen ‘biasa’. Saya pemegang kartu Garuda Miles Gold dan fasilitas istimewa itu menjadi hak saya.
Suatu hari, saya lihat konter istimewa ini lebih penuh dibandingkan konter ‘biasa’. Mungkin karena yang berangkat hari itu kebanyakan orang ‘istimewa’ maka pengguna konter istimewa jadi lebih banyak. Atau bisa jadi karena konter untuk konsumen ‘biasa’ ini sudah selesai melaksanakan tugasnya karena umumnya mereka datang lebih awal. Akibatnya, beberapa saat sebelum boarding, konter check in ‘biasa‘ sudah kosong. Sebaliknya, mungkin orang-orang ‘istimewa’ ini merasa punya fasilitas untuk dilayani di konter istimewa sehingga mereka datang ke bandara belakangan dan mepet dengan waktu penerbangan.
Yang menarik, meskipun konter ‘biasa’ kosong, umumnya orang-orang ‘istimewa’ ini tetap memilih berdesakan di konter ‘istimewa’ padahal sebenarnya mereka bisa saja menggunakan konter ‘biasa’. Apa pasalnya? Bisa jadi dengan tetap menggunakan konter ‘istimewa’ itu mereka merasa tetap istimewa dan mungkin jadi merasa kehilangan keistimewaannya jika menggunakan konter ‘biasa’. Bisa jadi dengan tetap menggunakan konter ‘istimewa’ itu mereka tetap merasa punya privilese alias ‘kekuasaan’ khusus yang tegas.
Hal lain yang saya amati di bandara adalah pengunaan tangga dan eskalator. Sangat sering terlihat antrian panjang dan sesak di eskalator padahal tangga di sebelahnya kosong dan siap dipakai? Mengapa hal ini terjadi? Bisa jadi karena sebagian besar orang itu berkebutuhan khusus sehingga tidak mampu naik atau turun tangga. Jika demikian pasalnya, saya memaklumi. Menariknya, dari penampilan fisiknya, sebagian besar dari mereka nampak sehat dan bisa berjalan dengan sangat cekatan.
Jangan-jangan mereka malas saja untuk naik atau turun tangga sendiri. Atau yang lebih parah, jangan-jangan kasusnya mirip dengan para pengantri di konter ‘istimewa’ tadi. Dengan menggunakan eskalator, mereka merasa memiliki privilese, alias kekuasaan, setidaknya kekuasaan untuk tidak menggunakan tenaganya guna menaiki atau menuruni tangga secara manual. Jika demikian halnya, keduanya sedang merasa punya kekuasan. Sayangnya, yang sedang mereka banggakan adalah sebuah kekuasan semu.
hahaha..bener banget Bli..saya juga suka mengamati hal ini ketika di Bandara..saya tambahkan 1 contoh lagi, orang lebih suka berlama-lama menunggu lift hingga 3-5 menit padahal lantai yang dia tuju hanya lantai 2 yang jika ditempuh melalui tangga hanya makan waktu kurang dari 1 menit (catatan: orang tersebut sehat dan muda) 🙂
Hehe ya …
Jika semua orang merasa istimewa, trus istimewanya di mana? 😊
Exactly… the point..
Lalu kekuasaan yg tidak semu itu yang bagaimana?
Menurutmu?
Semua yang ada di dunia adalah semu. Termasuk sebuah kekuasaan. Karena sejatinya yg tak semu hanya Sang Pencipta.
🙂
Tuh udah pinter hehe
Istimewanya males,,hehe