“For Andi”


Ada perasaan aneh ketika saya memasuki ruangan Prof. Clive Shofield di Gedung ANCORS, University of Wollongong. Rasa yang dulu pernah ada, terkait erat dengan kekhawatiran akan masa depan S3 saya, seperti muncul lagi. Pertanyaan klise yang mengerikan selalu muncul ketika itu: bisa lulus nggak? Kini setelah beberapa tahun berlalu sejak ijazah saya dapatkan, perasaan itu seperti menghampiri lagi.

So, where is your chapter 4?” kata Clive berkelakar namun sanggup membangkitkan desiran aneh di tubuh saya. Memang ada bagian-bagian traumatik dalam perjalanan meraih gelar doktor. Harus diakui. Clive tahu betul, kalimat-kalimat tertentu memang bisa mengingatkan saya pada masa perjuangan di masa lalu. Saya tertawa mendengar kelakar itu. “Really?” kata saya menyambut, “from what I remember, you didn’t ask me about my thesis at the beginning of our conversation. You touched the thesis issue only when I was about to disappear while the door was closing.” Kami berdua tertawa. Mungkin banyak mahasiswa PhD yang tidak tahu kalau percakapan mahasiswa dan pembimbingnya sering kali atau lebih sering tidak terkait dengan thesisnya. Ingatan saya melayang lagi ke masa lalu.

So what brought you Down Under?” tanya Clive penasaran. Saya pun jelaskan duduk perkaranya, saya ada di Sydney sebagai anggota delegasi RI untuk Indonesia-Australia Dialogue. Dan blah blah blah, tidak begitu penting. Di menit-menit berikutnya saya sampaikan pandangan saya tentang perjanjian batas maritim antara Australia dan Timor Leste lalu bagaimana Indonesia merespon itu. “I need to present something” kata saya sambil menyiapkan laptop. “I know you will not function well without your animation” katanya penuh pemahaman. Maka tenggelamlah kami dalam diskusi.

Hey, how much do I owe you for maps?” tanyanya tiba-tiba. “Well I don’t know, I don’t calculate it anymore” kata saya setengah ragu karena tidak menyangka dia akan bertanya seperti itu. Saya memang membuat banyak peta untuk dia selama ini, seperti halnya yang saya lakukan ketika menjadi mahasiswanya dulu. Biasanya dia bayar tetapi belakangan saya tidak menghitungnya lagi. “Well just give me a return ticket to Sweden, I will forget everything” kata saya berkelakar. Clive memang akan mendapatkan pekerjaan baru di World Maritime University di Swedia dan tentu menyenangkan jika bisa bekerja sama dan berkunjung ke sana.

How about these?” katanya sambil mengangkat setumpuk buku berwarna merah. Mata saya nanar, setengah tidak percaya. Tumpukan buku itu adalah “International Maritim Boundaries”, dan merupakan ‘The Bible’ bagi penekun batas maritim internasional. Di buku itulah semua batas maritim dunia dicatat dan dibabahas. Ada tujuh buku sejak volume pertama dan harganya mahal sekali. Empat belas tahun menekuni bidang ini, belum terbeli juga buku itu. Alasan pertama, harganya mahal sekali, alasan kedua, buku itu selalu tersedia di perpustakaan atau bisa saya pinjam dari Clive. Kenyamanan memang bisa menghambat perjuangan.

Really?” tanya saya hampir tak percaya melihat enam buku merah itu. “For you!” katanya pelan tapi tegas. Dia tahu perasaan saya. “Oh I cannot thank you enough” lanjut saya sambil mencoba mengumpulkan kesadaran dan takut kalau-kalau itu bukan kenyataan. Saya tahu, jika harus membeli maka harga yang saya bayar lebih dari USD 3000. Betul, tiga ribu Dolar Amerika Serikat! Jumlah yang sangat besar untuk enam buah buku. Tak berlebihan jika saya terharu.

Ingatan saya melayang ke 14 tahun lalu. Saya ingat, ketika pertama kali datang ke Australia sebagai mahasiswa yang baru saja memulai hidup, saya berjalan menuju ruangan Clive sesuai permintaannya. Di depan ruangan itu saya melihat sebuah kardus bekas yang berisi piring, sendok, garpu, gelas dan alat masak lainnya. Perasaan saya hari ini mirip dengan perasaan ketika melihat selembar kertas putih di kardus itu yang bertuliskan “for Andi”.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

2 thoughts on ““For Andi””

  1. Hi Pak Andi,
    Baca post ini mengingatkan saya lagi dengan ucapan dosen Hukum International saya dulu di semester III FH Unand; Kita itu gak punya banyak ahli hukum maritime sementara kita ini negara kepulauan.
    Dari situ saya ‘sempat’ bercita cita jadi Ahli di bidang hukum kemaritiman, tapi sayangnya cita-cita hanya tinggal cita-cita. I just didn’t do well enough to pursue it. However, its always nice to read your blog post. I can always learn one or two 🙂

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: