Bulan lalu saya ada di Bali dan teman2 dari Jogja mampir ke rumah kami di Desa Tegaljadi. Dengan semangat melayani, saya bermaksud menyuguhkan jajan khas Bali. Kebetulan, banjar kami dihuni banyak usaha kecil pengerajin jajan Bali berbagai jenis. “Beli saja di Men Surya” kata ibu saya.
Dalam beberapa menit saya sudah ada di rumah Men Surya, tetangga yang tidak terlalu jauh lokasinya. Semua menyambut hangat khas tetangga di banjar. Tidak saja Men Surya, Mbah Surya dan Pekak Surya juga ada. Beberapa orang lain juga ada di rumah itu. Mulailah percakapan hangat sangat akrab. Saya kadang diperlakukan seperti anak hilang yang kembali atau perantau yang jarang pulang. Maklum, sejak 22 tahun saya tidak pernah kembali untuk waktu lama.
“Empat puluh ribu” kata Mbah Surya menjawab ketika saya tanya harga sebungkus besar jajan Bali itu. Yang menarik, bersama bungkusan jajan itu ada sebiji durian matang. “Hadiah” kata Mbah Surya singkat ketika saya tanya harga durennya. Saya tertegun. Hadiah duren? Really?
Saya keluarkan selembar 50 ribuan dan mengatakan “tidak usah dikembalikan”. “Lho durennya nggak beli. Ini hadiah” kata Mbah Surya bersikeras. Saya bilang “Ya itu juga bukan untuk membayar duren kok” kata saya sambil tertawa. Setelah melalui drama, uang saya mau diterima.
Sejurus kemudian saya bergegas pulang dan Mbah Surya tergopoh-gopoh membawakan dua tas plastik. Yang satu berisi jajan Bali dan yang satu berisi dua durian. Betul, DUA biji durian matang nan wangi. Keajaiban kecil dari Tegaljadi.