Melawat Malioboro


Kawan, ikutlah bersamaku, melawat Malioboro yang tak jauh dari Istana Raja. Kita akan mengenang serpihan-serpihan catatan lama yang sebagian telah poranda oleh waktu yang menua. Berjalanlah di sampingku, menyusuri gelaran pejalan kaki yang kini lapang terawat sambil menikmati senyum para pelawat. Mari beringsut di bawah tikaman matahari pagi yang jinak, jadi penghangat kita yang bergegas semangat.

Duduklah di bangku yang dipoles halus terpentin dan berangka baja yang berukir lekukan nuansa Jogja. Mari berdekatan karena kita kan abadikan potret diri dengan kilatan cahaya sebuah piranti cendikia, hasil rakitan para kerabat di Tiongkok. Relakan diri menjadi generasi beringatan pendek yang tak cukup menyimpan kenangan dalam hati dan pikiran belaka. Kita akan abadikan dalam berkas-berkas cahaya lalu kita titipkan kenangan itu di gumpalan-gumpalan awan yang tersimpan rapi di kotak-kotak penyimpan di Israel atau negeri Mahabaratha. Kelak, generasi penerus akan melihatnya karena gumpalan awan itu abadi, bertahan lebih lama bahkan dari jazad kita yang akan segera terurai dan manunggal dengan semesta.

maliboro1

Mari menyusuri hingar-bingar suasana dengan kereta dipandu Pak Kusir yang matanya berbinar. Ikutilah langkah sepatu kuda yang mengetuk jalanan dengan dendangan. Duduklah di dekatku dan rasakan gelihat para pedangang kaki lima yang tak lelah menjajakan penganan atau segelas teh manis yang menggelincirkan air liurmu. Nikmatilah senda gurau kerabat Tionghoa yang telah menjadi Jawa sejak lampau. Dengarlah, mereka tak pernah lupa merayu kita yang kemudian rela menukar nikmat keringat dengan sepasang sandal dari pelepah gedebong pisang. Atau sekibas kipas dari rautan cendana yang pipih menawan hati.

Saat lelah, benamkan diri di pojok bangku yang tengah galau melamunkan masa depan. Sambil setengah terlelap, saksikanlah seorang bocah yang menawarkan sale pisang kepok di tangannya. Jangan harap kita tak hirau karena dari balik jilbab lusuhnya akan meluncur kata-kata mengharu biru membuat kita iba. Maka selembar sepuluh ribu akan meluncur keluar berganti dengan senyum simpul gadis belia merafalkan “matur nuwun”.

Coba perhatikan tak jauh dari dudukmu, dua pemuda tengah bercengkerama. Ada tali-temali melilit leher mereka yang ujungnya bersembunyi nyaman di dalam kedua telinga, mengalunkan tembang yang digarap di sebuah studio di Manhattan atau di balai-balai tak jauh dari Menara Eifel yang mengangkang angkuh percaya diri. Pada tangan mereka, lihatlah berlembar kertas tugas dari para guru mereka di sebuah perguruan. Dari lambangnya yang berwibawa, kita akan tahu mereka dari padepokan Gadjah Mada yang termasyur itu. Cucu-cucu Gadjah Mada tengah mengingat ilmu di Malioboro, ditikam matahari yang jinak dengan kulit yang nyaris tanak.

malioboro2

Hiruplah udara pagi di Malioboro. Seraplah semangat musisi jalanan yang melantunkan dendang Iwan Fals yang menceritakan kegelisahan bocah di seberang istana. Atau lantunan kisah klasik untuk masa depan oleh Sheila On Seven yang jadi pujangga tanah Jogja. Pilihlah sesuai kata hatimu, sambil menyantap segelas es durian yang dijajakan penuh semangat oleh Mbah Hargo yang merantau dari Kulon Progo.

Jauh di sudut lainnya, perhatikanlah seorang pemuda bersahaja yang tengah gelisah. Tangannya masih memegang erat piranti cendikia yang memendarkan cahaya. Saksikanlah matanya berkaca-kaca, dia ditinggal kekasihnya selepas bercengkerama di ruang awan. Tapi dia tersenyum karena konon perpisahan itu demi wisudanya yang tak lagi bisa ditunda. Kawan, kamu tahu, Malioboro adalah juga tentang keputusan bijaksana akan cinta yang salah, akan kisah yang terlarang. Mari melawat Maliboro sambil mengenang cinta lama. Seperti kata seorang kerabat, memang Jogja berhati mantan.

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

6 thoughts on “Melawat Malioboro”

  1. kemarin saya liburan juga ke Jogja, tapi mau kesini sudah kemaleman, sekarang ada kursi2 dan banyak yang baru untuk jalur pejalan kaki di Malioboro ya kak,
    jogja memang penuh dengan kenangan 🙂

Bagaimana menurut Anda? What do you think?