Di rumah, kami menanam rumput di halaman agar hijau dan sejuk. Ada satu masalah, air cucuran atap di satu lokasi tepat mengenai rumput di halaman sehingga rumput tergerus dan terkoyak. Air memang baik untuk rumput yang baru tumbuh tetapi air yang mengguyur begitu deras memang bisa merusak. Kami pikir rumput yang tepat kena cucuran atap di musim hujan harus dilindungi agar tidak terkoyak dan tidak mati.
Asti punya ide cemerlang, ditutupinya rumput yang tepat terkena cucuran atap itu dengan lempengan batu candi. Beberapa lempeng batu candi disusun sedemikian rupa sehingga air yang mengucur tidak lagi menghujam rumput tetapi mengenai batu candi. Rumput jelas terlindungi, tidak kena hujaman air hujan yang deras. Saya yakin, rumput tidak akan mati karena diterjang air hujan.
Beberapa hari kemudian, ketika hujan sudah reda, saya angkat lempengan batu candi itu dan terkejut. Semua rumput yang dilindungi batu candi nampak mati mengenaskan. Warnanya kuning coklat dan siap-siap sirna karena binasa. Di situ ada penyesalan. Seandainya saja rumput itu tidak kami dilindungi dengan batu candi mungkin dia memang akan terkoyak sejenak saat hujan tetapi pasti tidak mati seperti ini. Lagipula, rumput itu akan tumbuh lagi dan rapat lagi satu sama lain jika hujan sudah reda. Usaha untuk melindungi rumput memang ternyata justru bisa membunuh.
Jika saja rumput itu paham perasaan dan bisa berdiskusi, mungkin saya sudah diprotesnya karena telah membuhuh saudara mereka dengan kejam. Yang mereka mungkin tidak pahami adalah bahwa sebenarnya saya berusaha melindungi mereka. Yang saya tidak antisipasi adalah bahwa usaha utuk melindungi itu sebenarnya justru bisa membunuh. Rasa sayang dan peduli memang perlu diwujudkan tetapi kadang kita tidak sadar bahwa ekspresi sayang dan usaha melindungi itu bisa membunuh mereka yang kita sayangi. Orang-orang sok tahu seperti kami kadang sudah merasa jadi pahlawan dan melindungi rumput dari kematian tetapi kenyataanya usaha perlindungan itulah satu-satunya penyebab kematian mereka.