Tahun 2015 adalah tahun penuh pelajaran. Berbagai kegagalan saya temui di tahun ini dan sejuta pelajaran yang disimak, kerap dengan cara yang mengenaskan, kadang dengan sentuhan yang manis. Catatan ini adalah kumpulan pelajaran.
Pendidikan dan Pengajaran
Sebagai seorang guru saya merasa tidak berhasil di tahun 2015. Jadwal kelas saya berantakan dan bahan ajar tidak maksimal. Itu yang saya rasakan dan mungkin juga dirasakan oleh kawan-kawan mahasiswa. Alasannya bisa banyak jika memang saya mau mencari alasan tetapi sesungguhnya alasannya hanya satu: saya tidak mampu. Tidak mampu mengatakan tidak kepada berbagai kesempatan. Tidak mampu menempatkan yang penting di atas yang tidak begitu penting, tidak mampu menolak ketika permintaan untuk berbuat sesuatu bedatangan, tidak mampu merenung sesaat untuk melihat dan marasakan apa yang telah terjadi, tidak mampu diam untuk tidak berbuat apa-apa dalam waktu yang agak lama. Dalam berbagai kegiatan itu, kesimpulannya tetap sama: saya sebenarnya tidak sibuk, saya hanya bodoh saja. Bodoh dalam mengelola diri sendiri. Sebagai seorang guru, tahun 2015 adalah tahun kegagalan.
Publikasi
Saya tidak menulis satu bukupun di tahun 2015 dan itu mengenaskan karena tahun 2014 pun tidak. Saya absen dua tahun tidak berkarya dalam bentuk buku dan ini adalah kegagalan lain yang di luar rencana. Saya yang biasanya menulis sekali sebulan di Jakarta Post, tahun 2015 hanya menulis tidak lebih dari tiga tulisan. Masih syukur ada satu tulisan di Kompas yang saya tetap merasa itu sebuah prestasi. Menulis di Kompas memang tidak mudah bagi saya. Seorang kawan pernah berkelakar, menulis disertasi itu lebih mudah dibandingkan menulis di kompas katanya. Lucu, tapi saya kadang merasa itu benar.
Meski tidak menulis buku, masih bersyukur saya berkesempatan untuk berpartisipasi di konferensi di beberapa negara. Saya berkunjung ke India tiga kali selama tahun 2015 untuk memaparkan beberapa gagasan. Bulan Juni diundang ke Brussels, Belgia untuk mengisi workshop bagi peneliti-peneliti di Eropa dalam bingkai program SEATIDE. Menyenangkan bertemu ilmuwan sosial itu dan beriteraksi dengan mereka dalam satu forum. Di Bulan Juli saya presentasi di Singapura, untuk kesekian kalinya atas prakarsa RSIS, NTU. Di Bulan Oktober saya mendapat kesempatan presentasi di Monaco, di sebuah konferensi ABLOS yang mempertemukan pakar legal dan teknis hukum laut. Selalu menyenangkan berkunjung ke negara 2 kilometer persegi itu. Awal November, untuk pertama kalinya saya diundang presentasi di Guangzhou, Tiongkok oleh Jinan University. Untuk pertama kalinya presentasi di Tiongkok tentang Laut Tiongkok Selatan. Sangat menarik, terutama ketika harus mengatakan hal-hal yang bertentangan dengan yang mereka percaya selama ini tentang Laut Tiongkok Selatan.
Publikasi buku dan jurnal memang tidak memuaskan di tahun 2015 tetapi permintaan untuk presentasi dan kuliah umum sangat banyak. Untuk pertama kalinya saya ke Manado di tahun 2015 memberi kuliah di Sam Ratulangi, De La Salle dan Politeknik Kelautan dan Perikanan Bitung. Itulah kali pertama saya mengajar dengan tatacara semi militer dan di kelas ada penghormatan segala. Untuk tujuan yang sama, memberi kuliah terkait batas maritim, saya pernah diundang FISIPOL UGM, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan beberapa institusi lainnya. Untuk berbagi soal beasiswa, sempat berkunjung ke Malang, Semarang dan Pontianak. Pengalaman yang menyeangkan. Meski begitu, seperti yang saya ceritakan, pengalaman menyenangkan ini menimbulkan konsekuensi lain yang tidak selalu menyenagkan. Yang pasti, jadwal kewajiban utama terganggu.
Tugas Administratif dan Perjalanan
Perjalanan kue luar negeri dimulai dari India di bulan Februari 2015 bersama Ibu Rektor. PErjalanan berikutnya adalah ke Bhubaneswar, India untuk presentasi di bulan April dan disambung ke Tasmania, Australia untuk menindaklanjuti rencana kerjasama UGM dengan UTas. Itulah titik paling selatan di Planet Bumi yang pernah saya singgahi: Hobart.
Bulan Mei 2015 saya menghadiri pameran pendidikan di Boston dalam rangka NAFSA, sebuah perhelatan tahunan yang tersohor. Keberangkatan ke Boston bersama teman-teman kantor internasional 10 perguruan tinggi di Indonesia. Sangat menyenangkan bisa berinteraksi dekat dengan mereka semua. Yang ikut beragam, mulai dari staf sampai rector. Di antaranya ada kepala KUI, Wakil Rektor, direktur dan tentu saja istri/suami mereka. Di pameran Boston itu saya menyadari potensi Indonesia yang luar biasa di bidang pendidikan. Sebagai negara berpenduduk besar, Indonesia menjadi incaran berbagai negara sebagai penyedia mahasiswa dalam jumlah besar. Tak heran jika banyak universitas mendekati UGM dan perguruan tinggi lainnya untuk kerjasama.
Masih terkait tugas dan perjalanan, saya mendapat tugas ke Tokyo untuk menindaklanjuti kerjasama dengan Komatsu. Kali ini saya ingin memperluas kerjasama tidak saja dengan Teknik Mesin tetapi juga dengan Teknik Geodesi. Kunjungan ke Tokyo itu saya gunakan untuk memanfaatkan kesempatan mengenalkan orang-orang geodesi UGM ke Komatsu.
Tugas sebagai pengawal Kantor Urusan Internasional UGM juga penuh variasi. Urusannya tidak hanya terkait kerjasama luar negeri yang konseptual dan serem tapi juga menyangkut hal yang rutin dan teknis. Coba bayangkan kalau saya harus memastikan visa wakil rektor jadi hanya dalam waktu sehari karena beliau harus menggantikan rector pergi ke Jepang. Saya bisa saja mmilih untuk mengatakan “Pak, tidak bisa karena aturannya adalah visa bisa selesai paling cepat 10 hari” atau saya lakukan apa yang seharusnya dilakukan. Yang kedua adalah pilihan yang sering kali membuat hidup saya panas dingin penuh ketegangan. Tugas saya tidak berjalan sempurna, masih compang camping di sana sini. Melakukan tugas administratif memang menyita waktu dan energi. Tapi demikianlah, tidak ada penyesalan. Yang ada hanya rasa syukur karena tugas ini membuat saya tidak berhenti belajar.
Keluarga
Setelah selama 12 tahun tinggal bersama mertua, akhirnya tahun ini saya mulai menempati rumah sendiri. Rumah perjuangan yang tetesan keringat dan air mata pembuatannya masih terasa di tengah malam ketika suasana hening sepi. Membangun rumah adalah proses spiritual yang penuh liku dan perjuangan.
Selain pindah rumah, tahun 2015 adalah tahun penuh pelajaran bagi kehidupan keluarga saya. Kerikil tajam membentang, hambatan kadang datang terang-terangan di siang bolong. Ujian keutuhan dan pendewasaan keluarga hadir dalam berbagai bentuk. Yang terutama adalah dalam bentuk-bentuk yang tidak terduga dan tidak mengundag curiga. Apapun itu, Asti dan Lita adalah pendukung terbaik yang memahami di saat-saat terburuk. Yang menjadikan mereka istimewa adalah fakta bahwa mereka orang biasa yang luar biasa. Orang-orang yang kadang saya lupakan keistimewaannya. Syukurlah, orang-rang yang genuine tak akan pernah berkurang wibawanya hanya karena terupakan sesaat. Jika hanya ada satu hal terbaik yang harus saya syukur di tahun 2015 maka dia adalah keluarga. Selamat menyambut tahun 2016.