Sore kemarin ada SMS masuk ke HP saya. Pengrimnya tak asing, beliau adalah kepala sekolah SMA 3 Denpasar, almamater saya sekitar dua puluh tahun silam. Nomornya masih sama dan sudah saya simpan dalam waktu sekitar lima tahun terakhir. Tanpa menunggu, SMS itu saya balas sambil bertanya. Beliau sedang ada di Jogja untuk suatu tugas dan dan saya segera menemui beliau di sebuah hotel lalu mengajaknya jalan-jalan menikmati Jogja di malam hari.
Jalan-jalan di malam hari di Jogja tentu hal biasa. Yang tidak biasa adalah suasana percakapan kami. Bapak Kepala Sekolah duduk santai di sebelah kiri saya dan saya mengendarai mobil pelan. Kami juga bertemu dengan beberapa guru dan siswa lain yang sedang ada di Jogja. Di sepanjang jalan kami bercakap-cakap. Nostalgia yang sudah dua puluh tahun umurnya itu tentu tak habis untuk dibicarakan. Setiap penggal kisah, setiap adegan, setiap pembicaraan kami dua dekade silam menjadi certa menarik yang hadir membawa kenangan. Banyak yang mengharukan, tidak sedikit yang mengundag tawa karena menggelikan. Yang menarik, Bapak Kepala Sekolah dan Ibu Guru yang bersama kami malam itu seperti memiliki rekaman abadi tentang saya. Mereka tidak melupakan tingkah polah saya baik ataupun buruk. Banyak sekali hal-hal detil yang disampaikan dan sebagian bahkan sudah saya lupakan. “Ada banyak hal hal kecil yang Andi lakukan dan itu membuat Ibu tidak lupa”, kata Bu Guru sambil berkelakar.
Saya teringat apa yang pernah ditanyakan oleh Mas Anies Baswedan “kapan terakhir Anda menemui guru Anda?” kepada audiens di sebuah seminar. Pertanyaan itu menyentak banyak orang karena tidak banyak yang rajin menemui guru mereka, terutama ketika sudah menjadi orang sibuk dalam karirnya. Entah bagaimana cerita awalnya, saya termasuk yang rajin menemui guru-guru saya di SD, SMP maupun SMA. Setiap pulang ke Bali, saya selalu menyempatkan diri menemui pahlawan yang konon tanpa tanda jasa itu. Ada rasa senang melihat senyum mereka. Ada rasa bahagia ketia saya menggoda beliau dengan cara mengajar, ucapan dan wejangan mereka di masa lalu. Ada nuansa haru ketika sekali dua kali saya masih mengutip pelajaran yang mereka berikan di masa silam. Pernah suatu ketika saya temui guru SMA dan tiba-tiba berkata “Pak, a kuadrad dikurangi b kuadrat itu masih sama dengan a dikurangi b dikalikan dengan a ditambah b ya Pak?” Wajah Bapak Guru itu berseri bercampur haru. Senyum senangnya tidak bisa disembunyikan.
Malam kemarin, saya ajak Bapak Ibu Guru untuk menikmati hidangan Jogja yang semoga bagi mereka istimewa. Yang utama tentu bukan hidangan itu tetapi cerita dan kelakar yang tidak terputus. Sementara itu, tiga orang siswa yang ada di antara kami menyimak penuh selidik. Zaman sudah berbeda, mungkin mereka tidak bisa membayangkan pola hubungan kami di masa lalu. Meski demikian, saya yakin mereka mempelajari sesuatu. Dengan interaksi yang baik itu setidaknya saya ingin mengatakan bahwa dua dekade itu bukan waktu yang lama untuk tetap mengingat seorang guru. Dua dekade itu bukan waktu yang cukup untuk membuat serong murid lupa pada gurunya. Dua dekade berselang dan deretan gelar akademik yang mentereng tak kan pernah cukup untuk membuat seorang murid untuk bersombong diri, menepuk dada di depan gurunya. Murid tetap saja murid. Guru mungkin tak beranjak ke mana, tetapi perjalnan jauh seorang murid adalah kepanjangan tangan seorang guru untuk merengkuh dunia. Jika Mas Anies bertanya lagi “kapan terakhir Anda menemui guru Anda?” dengan mantap saya akan menjawab “sekarang” karena mereka selalu hadir dalam kehidupan saya.
Terima kasih, Pak Guru! 🙂
kalau guru SMA tadi siang mas, soalnya saya kerja di tempat sekolah SMA dulu 😀
Hehe 🙂
judulnya menohok sekali,
sampeyan benar2 keren mas, pantes studi anda sukses, demikian kerennya dengan guru2nya, smoga murid2 skarang banyak yg ngikutin cara keren ini 🙂
salam hormat
Matur nuwun sanget 🙂 saya tidak seganteng eh sekeren itu kok :)) tapi Matur nuwun sanget …
Saya alhamdulillah rutin setahun sekali berkunjung ke rumah guru guru saya. Saat ini hanya sekali dalam setahun saya bisa bertemu mereka., saat idul fitri ketika saya mudik, Pak Andi.
Bangganya…ternyata kita satu almamater bli….semoga bisa kecipratan suksesnya yaaaa….
Siap 🙂