
Sudah jadi tradisi, kami bercerita tentang apa saja. Jangankan untuk hal hal penting, kisah serial MacGyver di tahun 1990an saja saya ceritakan setiap hari Jumat malam pada Ibu saya, meskipun mungkin beliau tidak tertarik. Setiap selesai nonton serial itu dari TV tetangga, saya akan bangunkan ibu untuk menceritakan kisahnya. Tradisi itu yang melekat dan berjalan terus hingga sekarang.
“Sebenarnya apa yang terjadi” demikian Ibu saya bertanya ketika menyimak kedua calon presiden menyatakan kemenangannya. Tentu saja beliau tidak sendiri. Sebagian masyarakat yang tidak memahami politik secara mendalam tentu akan bingung dengan perilaku calon presiden kita. Saya kemudian mengatur strategi untuk menjawab pertanyaan Ibu saya. Hal pertama yang mengkhawatirkan adalah pengetahuan formal saya terhadap pemilu yang mungkin tidak mumpuni karena saya memag tidak mempelajarinya secara resmi. Kedua, Ibu saya hanya lulus SD di tahun 1960an dan bukan pembaca buku atau koran. Perlu penggunaan bahasa yang sederhana agar beliau paham dengan gamblang.
Bukannya sudah ada hasil perhitungan dari panitia pemilu, kenapa belum ada kejelasan?
Hasil perhitungan yang muncul di TV sekarang itu bukan dari panitia pemilu (maksudnya KPU) Bu. Itu adalah hasil perhitungan dari pihak lain yang tidak ada hubunganya dengan panitia pemilu. Siapa pun bisa melakukan perhitungan seperti itu. Tujuanya macammacam. Salah satunya adalah untuk memberikan informasi lebih awal kepada masyarakat sambil menunggu hasil perhitungan yang sebenarnya dari panitia pemilu. Jadi, hasil perhitungan itu bukan sesuatu yang resmi sehingga tidak harus dijadikan acuan untuk mengatakan siapa yang menjadi pemenang. Kesimpulannya, memang belum ada kejelasan resmi siapa yang memenangkan pemilu presiden kali ini.
Hitung cepat itu artinya apa?
Inilah yang dilakukan oleh pihakpihak di luar panitia pemilu yang saya jelaskan tadi. Mereka mengirimkan orangorang mereka untuk datang ke TPS dan menyaksikan perhitungan sebenarnya oleh panitia pemilu. Makasinya ini bisa dilakukan setelah jam 1 siang ketika perhitungan suara mulai dilakukan. Hanya saja, mereka tidak mungkin mendatangi semua TPS di seluruh Indonesia jadi mereka hanya mendatangi sebagian TPS saja. Inilah yang disebut dengan istilah sample. Mengambil sample artinya mengamati sebagian data saja dan tidak keseluruhan data. Meski demikian, sebagian data ini dianggap mampu mewakili keseluruhan data. Artinya, dengan menghitung hasil perolehan suara pemilu di beberapa TPS di seluruh Indonesia maka hasil perolehan suara di seluruh Indonesia bisa diperkirakan. Intinya, hitung cepat itu adalah hasil perhitungan hasil pemilu sebenarnya di TPS tetapi bukan hasil menghitung semua data di semua TPS di Indonesia makanya bisa dilakukan dengan cepat. Inilah alasannya disebut hitung cepat. Bahasa inggrisnya quick count. Quick itu artinya cepat dan count itu artinya hitung.
Itu sama dengan Eksit pol (maksudnya exit poll) nggak?
Oh itu beda. Exit poll itu bukan hasil perhitungan data sebenarnya. Exit poll ini dilakukan dengan menanyai pemilih ketika mereka keluar dari bilik suara. Pertanyaannya kira kira, “siapa yang Anda pilih”. Misalnya ada 50 orang yang ditanyai di sebuah TPS dan dari sana bisa disimpulkan siapa yang menang.
Kalau mereka tidak mau jawab atau kalau mereka bohong gimana?
Bisa saja demikian. Makanya hasil exit poll ini dianggap kurang teliti dibandingkan hitung cepat. Makanya kalau kita melihat hasil perhitungan suara yang muncul di TV, kita harus paham apakah itu hasil perhitungan sebenarnya, hasil hitung cepat atau hasil exit poll. Ketiganya berbeda dan sekarang kita jadi tahu mana yang lebih terpercaya.
Dulu sebelum pemilu kan ada juga hasil pemilu. Itu apa?
Itu bukan hasil pemilu. Itu adalah perkiraan berdasarkan survey. Survey itu artinya ada yang bertanya kepada calon pemilih untuk mengetahui pilihan mereka. Ini dilakukan sebelum pemilu untuk memperkirakan hasil pemilu nanti. Jadi itu bukan hasil pemilu Bu. Itu perkiraan hasil pemilu. Kesamaannya dengan hitung cepat atau exit poll adalah, semuanya samasama menggunakan sample sebagian calon pemilih saja. Kan tidak mungkin menanyai semua pemilih di Indonesia yang jumlahnya 180an juta orang.
Apa sih tujuannya melakukan survey itu? Itu kan bukan hasil pemilu. Kita tidak perlu tahu kan?
Bagi mereka yang sudah menentukan pilihan dari awal, survey itu memang tidak ada gunanya. Apapun hasil survey itu, mungkin tidak akan mempengaruhi pilihan mereka. Namun bagi yang masih bingung untuk memilih, hasil survey ini bisa jadi salah satu bahan pertimbangan. Misalnya, Ibu belum punya pilihan lalu setiap hari melihat hasil survey bahwa yang akan menang adalah Pak Prabowo, bisa saja ibu berpikir bahwa Pak Prabowolah yang lebih baik makanya dipilih oleh lebih banyak orang. Dengan itu Ibu bisa saja memutuskan untuk memilih Pak Prabowo. Makanya ada juga yang melakukan survey dengan tujuan untuk menggiring pilihan masyarakat. Tidak jarang, ada lembaga survey yang dibayar khusus oleh calon tertentu agar hasil surveinya memenangkan mereka. Dari ini masyarakat juga perlu tahu kualitas dan kebaikan lembaga survey. Kita tidak bisa begitu saja mempercayai angka angka yang disajikan oleh mereka. Bisa saja angka angka itu sebenarnya sebuah kebohongan. Maka kita perlu tahu mana lembaga survey yang terpercaya mana yang tidak bisa dipercaya.
Bagaimana caranya mengetahui kualitas lembaga survey itu?
Salah satu cara yang mudah adalah dengan melihat kiprah mereka selama ini. Lembaga survey itu kan sudah sering melakukan kegiatan seperti ini di masa lalu. Kita tinggal lihat, lembaga survey mana yang hasilnya terbukti mendekati hasil akhir dari panitia pemilu. Itulah yang kita anggap lembaga survey yang bisa dipercaya.
Survey, hitung cepat dan exit poll itu kan hanya mewakili sebagian pemilih. Kok bisa itu dianggap hasil yang bisa dipercaya mewakili keseluruhan pemilih di Indonesia?
Itulah namanya statistik, Bu. Hasil yang terbaik tentu saja hasil dari perhitungan terhadap semua suara. Tapi, seperti yang saya bilang tadi, kita perlu informasi lebih cepat karena kalau nunggu hasil hitungan sebenarnya pasti akan lama. Maka digunakanlah statistik. Statistik itu artinya mengetahui keadaan atau sifat dari suatu yang besar atau luas atau banyak tetapi tidak mungkin menguji atau mengamati semuanya karena keterbatasan waktu atau dana. Akhirnya dari sesuatu yang besar atau luas atau banyak itu, diamatilah sebagian saja. Nah sifat yang sebagian ini kemudian dianggap bisa mewakili keseluruhan.
Contohnya gini Bu. Ingat nggak waktu kita jadi penambang padas di zaman dulu. Dengan menggali beberapa biji padas di sebuah kawasan tebing, ibu sudah tahu apakah seluruh tebing itu punya kualitas yang bagus atau tidak. Dengan menggali lima atau sepuluh padas saja, ibu sudah tahu bahwa tebing itu menghasilkan padas yang keras atau rapuh. Ingat kan? Itulah statistik.
Ingat, Bapak juga pernah menanam kencur di sawah di Tuda dulu. Sebelum menanami semua sawah dengan kencur, bapak menanam beberapa tanaman kencur di pojok pojok petak sawah kan. Hasil panen kencur contoh itu kemudian dijadikan pedomanan apakan keseluruhan sawah itu cocok untuk kencur atau tidak. Itulah statistik.
Tapi artinya bisa saja salah kan?
Betul, bisa saja salah. Makanya harus dilakukan dengan benar dan mengikuti aturan main yang benar agar kesalahannya kecil. Misalnya, saat menanam contoh kencur itu, bapak harus menanam di semua pojok petak sawah dan juga beberapa di tengah sawah agar bisa mengetahui sifat tanah sawah dengan lebih baik. Kalau hanya menanam contoh kencur di satu pojok, bisa saja kebetulan di pojok itu tanahnya subur tetapi di bagian lain tidak subur. Makanya saat menanam contoh kencur itu, harus merata di seluruh sawah yang akan ditanami kencur. Begitu juga dengan survey, hitung cepat dan exit poll. Pelaksanaannya harus dilakukan secara menyebar dan menggunakan aturan main sesuai ilmunya.
Perlu diingat juga, yang namanya statistik itu pasti ada kemungkinan perbedaannya dengan hasil akhir yang sebenarnya. Tentu saja demikian karena statistik kan memang hanya menggunakan sample. Lembaga survey yang baik akan mengatakan bahwa hasil yang mereka tampilkan itu memilki kemungkinan kesalahan dengan besaran tertentu. Ini namanya margin of error. Misalnya, kemungkinan kesalahannya 1% artinya hasil sebenarnya bisa lebih tinggi atau lebih rendah 1% dibandingkan hasil yang ditampilkan lembaga survey. Sebagai contoh, misal ada suatu lembaga yang mengatakan Pasangan PrabowoHatta mendapat 53% sedangkan JokowiJK memperoleh 47%. Jika peluang kesalahannya adalah 1% maka pada kenyataannya bisa jadi PrabowoHatta tetap memperoleh 53% atau 54% atau 52% sedangkan JokowiJK bisa tetap memperoleh 47% atau 48% atau 46%.
Katanya hitung cepat itu kan benarbenar menghitung suara hasil pemilu, kok bisa bedabeda hasil perhitungannya? Bukannya lembaga lembaga itu menghitung suara yang sama?
Mereka tidak menghitung suara yang sama Bu. Ingat, perhitungan ini menggunakan sample dan pemilihan sample itu kan bisa saja berbeda. Misalnya lembaga 1 melakukan penghitungan di TPS A, B, C, D, E bisa saja lembaga 2 melakukan di TPS B, C, E, G, H dan seterusnya. Jadi memang mungkin saja berbeda. Tapi semestinya, kalau dilakukan dengan baik dan benarbenar menyebar dengan merata, hasilnya harusnya tidak jauh berbeda. Perbedaan yang menyolok terjadi hari ini antara lembaga satu dengan lainnya, menurut saya, menunjukkan perbedaan kualitas lembaga survey. Kemungkinan ada lembaga survey telah melakukan kesalahan atau bahkan kebohongan sehingga hasilnya bisa begitu berbeda. Tapi saya sendiri tidak punya bukti apapun terkait kualitas hasil lembaga survey ini karena mereka memang tidak mengungkapkan cara mereka memperoleh hasil itu. Satu satunya yang bisa dijadikan pegangan adalah kiprah mereka selama ini. Saya cenderung mempercayai lembagalembaga yang selama ini sudah terbukti berkualitas dan terpercaya.
Berarti sebenarnya belum ada hasil resmi. Kenapa mereka menyatakan kemenangan?
Saya pribadi sebenarnya tidak setuju kalau capres buru buru menyatakan kemenangan. Apalagi karena ada perbedaan hasil hitung cepat antarlembaga dan selisihnya pun tidak begitu besar. Sebaiknya mereka menunggu sampai hasil dari KPU. Namun kata beberapa teman yang ahli, menyatakan kemenangan ini perlu untuk mengawal suara nantinya. Katanya, bagi pihak yang agak jahat, menyatakan kemenenangan ini bisa digunakan nanti untuk mempermasalahkan hasil pemilu ini. Misalnya, ada pasangan yang sebenarnya kalah tetapi sengaja membuat hasil statistik bayaran yang menyatakan kemenangannya sehingga suatu saat nanti dia punya alasan untuk menggugat hasil perhitungan pemilu oleh panitia pemilu. Tapi saya tidak ahli untuk hal ini, kita tunggu saja Bu. Yang jelas, keputusan yang resmi akan ada tanggal 22 Juli 2014. Kita tunggu saja nanti dan semua sebaiknya menerima keputusan tersebut agar bangsa kita aman tenteram.
Ketika saya tanya “Ibu milih siapa tadi” Ibu saya menjawab bahwa pilihannya mungkin berbeda dengan bapak. Itulah demokrasi. Kami mengakhiri percakapan di telepon yang lebih dari satu jam malam itu. Saya bisa merasakan bahwa ibu saya tercerahkan dengan obrolan kami. Terbayang bahwa beliau akan bercerita pada ibuibu di desa, menjelaskan duduk perkara fenomena pemilu presiden layaknya seorang ahli. Yang menarik, Ibu saya tidak pernah merasa perlu bertanya apakah saya paham soal pilpres ini atau tidak. Beliau juga tidak perlu bertanya pada saya adakah kaitannya Teknik Geodesi dengan pemilihan presiden dan statistik. Beliau juga tidak peduli tesis S2 dan S3 saya terkait batas maritim yang tidak terkait dengan lembaga survey. Di sini saya memetik satu pelajaran. Lingkungan kadang tidak peduli gelar kita. Yang diinginkan dari keterdidikan adalah kemampuan berkontribusi untuk mengurai kebingungan sehingga menghadirkan solusi. Memang sesederhana itu.
Ibu saya juga orang kuno yang penasaran dan bertanya terus bagaimana cara kerja “quick count” tapi sayang kemarin saya tidak bisa menjelaskan sedetail Bang Andi, Trimakasih postingnya bisa saya forward ke ibu saya yang juga lulusan SD dan bertanya terus kok hasilnya tidak sama dan terheran2 dengan quick count seakan2 itu adalah mesin hitung ajaib. 😀
Semoga membantu 🙂
mas, dua kalimat terakhirmu menusukku 😀
Setuju sekali di dua kalimat terakhir
“Lingkungan kadang tidak peduli gelar kita. Yang diinginkan dari keterdidikan adalah kemampuan berkontribusi untuk mengurai kebingungan sehingga menghadirkan solusi. Memang sesederhana itu.” mantap Pak (y)
Sesederhana itu…challenging 🙂
ijin quote di tulisan saya ya Bli “Lingkungan kadang tidak peduli gelar kita. Yang diinginkan dari keterdidikan adalah kemampuan berkontribusi untuk mengurai kebingungan sehingga menghadirkan solusi. Memang sesederhana itu”
Silakan 😀
Saya copas 2 kalimat terakhir y mas,utk status fb,nantu sy kasih tagar #madeandi
telat baca.. izin reblog yah pak..