Saya menyebut cerita ini sebagai “aspek geospasial dalam komunikasi rumah tangga”. Belakangan ini kami, saya dan Asti, istri saya, mencari-cari lokasi tanah yang dijual. Setelah sekian lama numpang di tempat mertua, mungkin sudah saatnya berpikir kemandirian meskipun titik terang sepertinya masih sangat jauh. Tapi sebagai orang optimis, saya setuju dengan Obama, we will get there. Tapi ini bukan cerita tetang Obama, apalagi tentang Pondok Mertua Indah, sama sekali bukan.
Setelah berkeliling di beberapa tempat di Jogja, Asti berhasil mengumpulkan cukup banyak informasi tanah dijual. Sebagai istri seorang surveyor, rupanya saya sudah berhasil menyusupkan virus geospasial dalam perilakunya. Suatu hari, Asti mengirimkan sebuah email berisi informasi tanah dijual. Tidak saja berupa informasi teks dan angka, dia mengirimi saya sebuah peta. Seperti inilah kalau peta dibuat oleh mereka yang berprofesi sebagai dokter.
Saya tentu saja tidak bilang bahwa peta ini sangat mengenaskan tapi Anda lihatlah sendiri. Salah, jika kita berharap banyak pada dokter untuk membuat peta. Masih ingatkah kita saat berkomentar pada tulisan teman dengan “kualitas tertentu” kita sering bilang “tulisanmu kok seperti tulisan dokter sih?!”. Jadi mari kita maklumi, karena sepertinya mereka berusaha keras untuk mencapai “kualitas” ini.
Merasa bertanggung jawab secara moral terhadap kemampuan geospasial istri sendiri, sayapun membuat sebuah peta dengan Google Maps, menggunakan fasilitas My Maps. Dalam beberapa menit saya buat sebuah peta tanpa isi lalu mengaktifkan fasilitas kolaborasi. Dengan demikian saya bisa mengundang Asti untuk mengisi peta yang kerangkanya sudah saya buat. Pada tanggal 11 April 2012 pukul 3:39 sore, saya kirim link peta itu dan menulis pesan singkat seperti ini:
Bu, coba tambahkan lokasi tanah di peta ini. Ibu harus login dulu dengan Gmail. Nanti bisa tambahkan titik2 dengan klik balon udara lalu klik/tempatkan di lokasi tanahnya dan kasih deskripsi.
Sejujurnya, saat menulis pesan singkat itu, saya hampir yakin Asti akan bertanya ini dan itu. Ini adalah pertama kali dia mengenal My Maps, belum pernah login dengan akun google selain di Gmail dan YouTube, tidak pernah belajar dasar-dasar pemetaan, pasti tidak fasih mendefinisikan titik, garis dan luasan dalam konsep kartografi dan seterusnya. Saya sudah siap-siap akan online di Skype dalam waktu dekat memberi “private lesson” soal pemetaan. Mungkin akan saya sebut “Online Mapping for Medical Doctors 101”. Saya sudah menyiapkan mental.
Pada pukul 3:59 di hari yang sama saya mendapat email, rupanya Asti baru membuka email saya soal kolaborasi peta itu. Dia bilang akan mencoba mengisi peta. Dalam hati tentu saja saya tersenyum sambil tetap menyiapkan modul “Online Mapping for Medical Doctors 101”.
Apa yang terjadi Saudar-Saudara, pada pukul 4:44 sore alias 45 menit setelah saya kirim link itu, saya mendapat email balasan dari Asti. Isinya singkat “Sudah ibu tambahin yah… coba diliat ya”. Dalam hati saya bilang “becanda dia”. Setelah saya buka link itu, munculah ini (setelah saya edit deskripsinya):
Dengan melihat peta ini saya jadi tahu lokasi tanah yang dikunjungi Asti dan ikut ‘jalan-jalan’ melakukan survey sambil ngobrol lewat Skype. Begitulah aspek geospasial dalam komunikasi rumah tangga. Ada satu pelajaran yang bisa diambil dari cerita ini: tulisan dokter boleh jelek, tapi jangan remehkan kecerdasan mereka! Satu lagi: jangan ajari para dokter bikin peta, karena kartografer akan kehilangan pekerjan 🙂 Bagi yang tidak ingin malu karena dikalahkan oleh dokter soal bikin peta, silakan lihat tulisan saya di sini dan di sini.
Disclaimer: tidak ada profesi yang dihina dalam tulisan ini dan tidak ada pertengkaran apalagi kekerasan dalam rumah tangga setelah tulisan ini dimuat 🙂
Sungguh beruntungnya seorang dokter yang bersuami seorang surveyor… Jadi belajar My Maps gratis…:) Love u like always…..
Eh ada Bu Dokter 🙂 makasih komentarnya Bu Dokter 🙂
Hahahaha….seru juga ya pak…walaupun beda profesi dan keahlian tapi bisa saling support…=)
menarik sekali bu dokter pnya sense of spatial
Maaf ya Bli, tapi menurut saya peta Asti lebih jelas, ada harganya, ada ancer2 nya dan ada luasannya, dan yang jelas, dibuat dengan penuh perjuangan 🙂
Hehehe you made a good Point Bayu. Peta Google itu juga ada keterangannya sih kalau klik balon2 itu.
Btw, respon ini penting untuk mengetahui peta yg baik bagi pengguna peta belum tentu seperti yg disangka baik oleh pembuat peta 🙂 thanks bayu
Bli, kalau seorang lulusan Teknik Elektro dan penyuka Sistem Informasi dan fans berat Tintin, yang dibuatnya adalah peta Eks Airport Kemajoran, Djakarta seperti ini nie Bli…
https://www.google.com/maps/@-6.151113,106.847966,844m/data=!3m1!1e3!4m2!6m1!4s200200722064995400672.0004c1bb28b3666aaeb29?hl=en-GB
Hhhee… keren Bu Dokternya..
Saya juga mau berusaha saling tukar ilmu juga kayak Pak Geodet dan Bu Dokter .. 🙂