Pak Rektor yang Bersahaja


salah satu slide presentasi

Rabu tanggal 4 April 2012, ANCORS, pusat studi tempat saya belajar S3, kedatangan tamu istimewa. Vice-Chancellor atau yang kalau di Indonesia setara dengan Rektor, datang berkunjung. Selanjutnya saya akan sebut saja beliau sebagai Rektor. University of Wollongong memiliki Rektor baru bernama Paul Wellings dan dalam beberapa minggu terakhir aktif “turun ke lapangan” melihat situasi sesungguhnya. Agak berbeda dengan di Indonesia, adalah sangat biasa bagi sebuah universitas di Australia memiliki rektor yang berasal dari luar kampus. Paul sebelumnya adalah Vice-Chancellor Lancaster University. Meskipun secara hukum hal ini dimungkinkan di Indonesia, saya belum pernah tahu ada universitas negeri besar yang rektornya berasal dari luar universitas tersebut.

Karena merupakan orang baru, Paul menghabiskan banyak waktu untuk turun ke lapangan, berkunjung dan berdiskusi dengan jurusan, fakultas dan pusat studi di lingkungan University of Wollongong. Hari Rabu kemarin, giliran ANCORS yang menjamu beliau.

Pagi itu tepat jam sepuluh beliau tiba di ANCORS dan kami, staf dan mahasiswa S3, sudah berkumpul di satu ruangan menyambut kedatangannya. Saya melihat beliau datang sendiri, berjalan dari arah parkir lalu didatangi oleh Martin, direktur ANCORS. Dari jauh saya lihat mereka tertawa-tawa. Martin memang memiliki kepribadian yang baik, mudah berinteraksi. Tidak ada suasana tegang pada wajah Martin. Tidak nampak sama sekali seperti orang yang didatangi atasan dan harus menjaga citra. Meski demikian, saya bisa rasakan dia menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap Bapak Rektor.

Memasuki ruangan tempat kami berkumpul, Martin bertepuk tangan tiga kali sehingga kami yang tadinya sedikit berisik menjadi diam dan menunggu. “Ok, the boss is here” kata Martin yang disambut gelak tawa yang hadir. Sebuah ucapan singkat yang mencairkan suasana. Sementara Paul tersenyum lebar santai, kedua tangannya ada di saku celana. Paul mengenakan jas rapi, demikian pula Martin. Sebagian besar yang hadir juga rapi, setidaknya mengenakan baju berkerah. Tidak umum ini terjadi, meskipun ada satu dua orang yang tetap mengenakan celana pendek dan kaos oblong.

Tanpa basa-basi Martin memberi sambutan selamat datang, tidak lebih dari 3 menit. Dia mengatakan ini adalah sesi informal dan kita akan melakukan diskusi di ruang lain. Selanjutnya Pak Rektor memberi sambutan yang juga sangat singat. Dia menyampaikan rasa senangnya bisa bertemu dan berharap bisa belajar tentang ANCORS lebih banyak. Selanjutnya ada perkenalan singkat sekali dari semua orang yang ada di ruangan itu. Semuanya masih dalam keadaan berdiri. Perkenalan singkat itu misalnya “Andi Arsana from Indonesia, I am doing PhD on Indonesia’s maritime boundaries”.

Setelah itu, kami menyantap hidangan kue kecil (biskuit) yang dihidangkan sederhana dan teh yang dibuat sendiri oleh masing-masing, termasuk Pak Rektor. Di situlah terjadi obrolan santai antara beberapa orang staf ANCORS dengan Pak Rektor. Saya lihat Martin berdiri di sebelah Pak Rektor, takzim menyimak pembicaraan beliau, tetapi kaki Martin nangkring di kursi yang ada di sebelahnya. Meskipun dia menyimak dengan seksama, kakinya diangkat dan ini sama sekali tidak sopan kalau dilihat dari ‘kaca mata’ orang Indonesia. Di Australia hal itu rupanya biasa saja. Pembicaraan mereka tetap produktif, penuh kelakar meskipun sekali-sekali terlihat wajah serius menyimak.

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu, kami memasuki sebuah ruangan yang disusun sedemikian rupa sehingga semua orang duduk berhadapan, seperti round-table discussion. Tanpa basa basi Martin memulai presentasi dengan pengendali jarak jauh. Dia duduk di sebelah kiri Rektor yang duduk menghadapi layar besar. Martin presentasi seperti ngobrol dengan Rektor tetapi dibantu visualisasinya dengan tayangan presentasi. Sekali waktu Rektor bertanya dan memotong presentasi dan Martin pun menjelaskan. Tidak hanya itu, staf dan mahasiswa yang ada di ruangan itu secara bergantian menambahkan informasi yang mereka pahami. Ini tidak diatur tetapi berjalan dengan sangat baik. Ketika Martin menyampaikan sesuatu hal, misalnya tetang kerjasama penelitian, maka staf atau mahasiswa lain akan menambahkan detilnya jika Pak Rektor bertanya lebih lanjut. Saya melihat sebuah suasana yang sangat cair, akrab dan produktif. Saya tahu bahwa itu semua tidak direkayasa atau direncanakan karena saya yang diminta membantu pembuatan presentasi itu. Mereka yang datang hari itu benar-benar tahu perannya masing-masing.

Yang menarik adalah semua orang terdengar positif tentang ANCORS tanpa menjadi berlebihan. Tidak jarang mereka menyampaikan perlunya peningkatan tetapi selalu dimulai dengan kebaikan. Hal ini saya lihat seragam pada semua orang, tanpa harus disepakati terlebih dahulu. Di situ saya merasakan adanya rasa memiliki yang tinggi tanpa menjadi buta akan segala kelemahan dan kekurangan. Selain itu, suasana ruangan dipenuhi dengan kelakar ringan yang segar tapi cerdas. Tidak adanya protokoler yang rumit rupanya membuat semua orang fokus pada esensi. Bukan pada bagaimana cara menyampaikan tetapi isi yang ingin disampaikan. Ini membantu terjadinya interaksi yang baik dan mengalir lancar.
Martin misalnya memulai presentasinya dengan mengatakan “I know you might have done some intelligence on us but I will give a presentation anyway” yang disambut tawa hadirin. Benar saja, Pak Rektor nampak sangat siap dengan kunjungannya itu. Meskipun tampil santai dan sangat egaliter, nampak sekali komentarnya sangat cerdas dan berwawasan. Tidak salah kelakar Martin, bahwa jelas dia belajar serius sebelum datang ke ANCORS. Dia dengan fasih menyebut nama-nama pusat studi yang serupa di Eropa dan Amerika dan bertanya bagaimana ANCORS bisa menjadi sesuatu yang unik diantara para ‘sepupu’nya itu. Meskipun terlihat cerdas dan berwawasan luas, Pak Rektor sama sekali tidak terdengar meggurui dan mendikte. Beliau tidak berbahasa dengan gaya sok tahu karena memang sesungguhnya dia tentu tidak lebih tahu daripada orang-orang di ruangan itu. Meski demikian, pengetahuannya yang luas itu membuat suasana diskusi menjadi hidup. Pertanyaan-pertanyaan cerdasnya mengundang semua orang untuk berpikir dan berkomentar. Suasana diskusi menjadi hidup dan produktif.

Yang juga terasa adalah tidak ada diantara orang-orang itu yang terlihat menarik perhatian berlebihan. Semua bicara wajar saja sesuai porsi dan keahliannya dan membiarkan Martin menjadi wakil kami semua. Sementara itu Pak Rektor sibuk mencatat semua hal yang didengarnya. Ketika berbicara tentang kerjasama penelitian, Martin menyodorkan setumpuk buku hasil tulisan staf dan mahasiswa ANCORS. Saat menyerahkan itu, dia berkelakar, “of course we will not expect you to read these books but these are evidence of our productivity”. Tentu saja Paul tidak akan menghabiskan banyak waktunya membaca buku teks akademik yang bidangnya cukup jauh dari bidang yang ditekuninya.

Tanpa pembukaan serem, diskusi itupun diakhiri tanpa penutupan serem. Hanya terima kasih dari kedua pihak dan tepuk tangan. Selanjutnya kami semua kembali ke ruangan tempat kami menyambut Paul pertama kali. Paul pun menyampaikan terima kasih lalu pamit. Sebelum itu beberapa mahasiswa narsis meminta untuk foto bersama dan saya ‘terpaksa’ ikut. Paul pun pamit, berlalu menjauhi kami semua yang masih sedikit excited. Saya baru benar-benar sadar, Paul berjalan sendiri menuju parkiran mobil. Dia datang dan pergi tanpa asisten dan bahkan tidak diantar oleh Martin. Lalu kami melihat dia mengendarai mobil sendiri melaju dengan tenang lalu hilang di tikungan. Di kepalanya tentu berkecamuk berbagai perihal, terutama soal strategi dan teknisnya dalam meningkatkan kualitas University of Wollongong secara umum. Saya telah mengikuti sebuah pertemuan yang menarik dan beruntung menyaksikan sikap hidup seorang rektor yang bersahaja. Saya teringat Prof. Pratikno yang baru saja terpilih menjadi Rektor UGM di Yogyakarta, tempat saya megabdi. Pak Pratikto diakui kehebatanya di Indonesia bahkan di luar negeri. Saya yakin sudah memiliki strategi yang baik untuk memajukan UGM. Dengan meyakini kapasitas Prof. Pratikno, saya kira cerita kecil ini bisa menjadi inspirasi bagaimana seorang rektor Baru menancapkan akarnya hingga jauh ke dalam sehingga menjadi kuat untuk tumbuh tinggi.

Advertisement

Author: Andi Arsana

I am a lecturer and a full-time student of the universe

2 thoughts on “Pak Rektor yang Bersahaja”

Bagaimana menurut Anda? What do you think?

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: