
Selama dua hari terakhir, blog saya dikunjungi cukup banyak orang. Traffic blog yang biasanya berkisar pada angkat 200-300 pengunjung perhari, meningkat jadi di atas seribu bahkan lebih dari dua ribu. Tulisan terkait perjuangan Asti meraih Beasiswa ADS rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi pembaca blog, terutama pejuang beasiswa.
Hari ini saya memperoleh komentar dari seorang yang tidak biasa, bernama Taufiq Effendi. Saya berani tuliskan namanya karena beliau memberi komentar di blog ini dan artinya tidak keberatan jika namanya diketahui khalayak. Seperti yang beliau akui, Taufiq Effendi adalah seorang tuna netra, tidak bisa melihat.
Hal pertama yang membuat saya tertegun adalah bahwa tulisan saya ternyata dinikmati oleh sahabat yg tuna netra, sesuatu yang tidak pernah saya bayangkan apalagi persiapkan. Pertanyaan sederhana pertama yang muncul adalah “bagaimana teman-teman tuna netra bisa menikmati tulisan saya yang tidak bisa diraba?”
Hal istimewa lain dari Mas Taufiq adalah bahwa beliau ternyata juga lolos Beasiswa ADS 2012. Ingatan saya langsung melayang pada seorang lelaki hebat yang saya temui di UGM ketika mengantar Asti mengikuti wawancara ADS Januari lalu. Saya mendoakan lagi dengan sungguh-sungguh, mudah-mudahan Bapak yang melewati hari-harinya dalam ‘kegelapan’ itu juga diberi kesempatan oleh AusAID menikmati beasiswa ADS. Dunia memang dipenuhi orang-orang hebat, orang-orang yang tidak menyerah dan melawan keterbatasan fisik dengan berani. Bagi saya, Mas Taufiq dan teman-temannya yang memiliki keterbatasan fisik tetapi dengan sadar mau berkompetisi dengan orang lain yang ‘normal’ adalah para pemberani yang dikisahkan oleh Andrea Hirata sehingga nasib akan berpihak pada mereka.
Waktu berlalu dengan cepat, saya sudah dapati diri bercakap-cakap lewat Skype dengan Mas Taufiq. Semangatnya untuk bertanya soal beasiswa dan rasa penasaran saya yang tinggi membuat chemistry diantara kami bertumbuh dengan baik. Sore tadi saya menghabiskan cukup banyak waktu untuk berdiskusi dengan Mas Taufiq lewat dunia maya. Sesuatu yang bahkan tidak saya bayangkan beberapa jam sebelumnya.
Ketika bercakap-cakap dengan Mas Taufiq, saya terpesona dengan tingkat intelektualitasnya. Dari percakapan itu juga saya tahu beliau ternyata tidak buta dari kecil tetapi ketika di usia remaja menjelang dewasa. Ini membuat saya semakin tertarik. Pastilah tidak mudah menjalani hari-hari dengan hidup yang berubah secara tiba-tiba. Menjalani hidup dalam gelap pastilah menyiksa karena dia sudah sempat menikmati pesona cahaya. Seorang Taufiq Effendi tidak menyerah pada keadaan. Dia melawan keterbatasan dan akhirnya bangkit. Mas Taufiq pernah mengenyam pendidikan di Amerika dan Inggris, lalu kini mendapat kesempatan ke Australia dari AusAID. Rasanya tidak berlebihan kalau saya terpesona dan tidak mampu berkata banyak. Deskripsi tidak akan mampu menjelaskan inspirasi yang dia pancarkan. Taufiq Effendi adalah inspirasi itu sendiri tanpa perlu dikisahkan dengan mendayu-dayu.
Belakangan saya sadar. Keterpanaan saya akan intelektualitas Mas Effendi adalah manifestasi terselubung dari sikap apriori dalam diri saya. Diam-diam, orang seperti saya ternyata tidak menduga kalau orang tuna netra juga bisa cerdas berilmu. Diam-diam, orang seperti saya ternyata tidak menyangka kalau orang yang tidak bisa melihat juga berpotensi menjadi lebih hebat dari mereka yang melihat. Saya mungkin mewakili sebagian orang di Planet Bumi ini, yang tergagap-gagap dan terkaget-kaget menyaksikan wibawa Tuhan yang memancar dari para sahabat istimewa seperti Mas Taufiq.
Mas Taufiq adalah lonceng bagi kawan-kawan yang terpuruk, dirundung duka dan hendak menyerah agar memikirkan ulang keputusannya. Beliau adalah bukti hidup bagi orang-orang ‘berkebutuhan umum’ (lawan dari ‘berkebutuhan khusus’) bahwa kita hanya berbeda saja, tetapi bisa mencapi titik yg tinggi dengan cara yang pastinya tidak sama. Mas Taufiq adalah a living testimony bagi para pejuang beasiswa luar negeri bahwa ‘mungkin’ dan ‘tidak mungkin’ itu adalah persoalan sikap hidup. Mungkin saya akan terpana dan terkesima lebih hebat lagi di waktu-waktu mendatang karena Mas Taufik akan datang dan menyuguhkan inspirasi dengan caranyanya yang unik. Seorang Taufiq Effendi bisa melihat dalam kegelapan, bukan karena binar terang dari luar tetapi karena cahaya yang memancar dari dalam dirinya.
nice..semoga kita yang dalam keadaan fisik lebih baik dari mas Taufiq juga bisa melakukan yang lebih baik..
walau bukan kali yang pertama, namun tetap saja, kisah seperti ini mengilhami saya untuk berjuang lebih baik lagi. salut, buat bapak berdua (Bli Made dan Mas Taufiq)
Syukurlan Bang Anata
yup. Ini luar biasa sekali Mas Andi. Saya jd teringat dengan cerita yang disampaikan ayah saya. Ayah saya (alhamdulillah) seorang yang hafal al-Quran. Beliau bercerita kepada saya bahwa guru ayah saya adalah seorang kyai/ustadz yang rendah hati dan wira’i. Dan yang menjadi saya tertegun adalah, ternyata guru ayah saya adalah seorang yang seperti Mas Taufiq.
Dari itulah ayah saya selalu berpesan kepada putra-putrinya: tidak ada kata berhenti dalam menuntut ilmu, Tuhan tidak akan menutup pintu kepada hamba-Nya dalam menuntut ilmu-Nya.
Matur Suwun,Mas Andi
Kita lawan keterbatasan fisik 🙂
Ya dan memang kekurangan malah akan menjado motivasi untuk seseorang agara dapat menjadi lebih istimewa dari yang lainnya. :’)
Tuhan maha adil, wah…benar-benar menginspirasi sosok mas taufiq ini….
ketika kita tak bisa melihat cahaya melalui mata, maka ada mata hati yang mampu menyinari dengan lebih terang….melebihi sinar apapun..
two thumbs ^^b
Bli Andi menceritakan pengalamnnya dgn mas Taufiq Effendi dgn begtu berkesan…inspiratif
Terima kasih Mas.. sebuah tulisan jujur saja, saya kira… saya merasakan inspirasi itu dari Mas Taufik
What a Wonderful n inspiring story! Many congratulations to Mas taufik, you deserve to receive it.
apabila Mas Taufiq membaca pesan ini, akan senang sekali bisa berkenalan dengan Anda.
Saya yakin Mas Taufik akan senang berkenalan dengan mas Wahyu (yg juga Taufik). Dua orang baik memang layak berteman…
Terima kasih mas Andi atas semua ketulusan mas Andi. Semoga kita terus ingat bahwa kesuksesan kita adalah sesungguhnya amanah yang kita emban untuk menerangi masyarakat luas dan melanjutkan perjuangan membangun peradaban yang lebih baik dari masa ke masa.
*speechless
Pak Andi, mengenai bapak yang tuna netra yag ikut interview ADS kemarin, saya denger (Aslinya nguping) dia s2 di belanda (Intinya di Eropa). Yup, salut juga dengan kegigihannya. Saya sendiri pertama kali ketemu dia pagi itu sebelum wawancara, sambil naik dari tangga dia nanya ruang sidang 1 dimana. karna ruangan yang dicari dia adalah ruangan yg akan saya tuju, saya jadi bertanya2 apakah dia akan wawancara juga? dan ternyata benar.
Saya sendiri percaya Tuhan maha adil. terkadang kita marah kepada Tuhan karna Dia tidak memberi apa yg kita ingini, tetapi malah memberikannya ke orang lain. Kita seakan lupa bahwa sebenarnya ada sesatu yg Tuhan berikan ke kita tapi tidak ke orang lain. Hanya saja kita tidak menyadarinya.
Well, skali lagi, senang berbagi cerita dengan Pak Andi. Kalau ada waktu, saya masi ada beberapa pertanyaan untuk pak Andi. smoga lain kali bisa didiskusikan.
regards
Memang luar biasa… cerita2 seperti ini membuat saya merasa humbled..
Bukan fisik yang membatasi kita tapi pikiranlah yang membatasi ! push your limit now
Could not agree more…
Taufiq Effendi adalah teman SMP dan SMA saya….Luar biasa…I am proud of him…Ijin share yaa…
Silakan Mas/mbak Yus 🙂
inspiratif mas tulisannya… tulisan ini menyadarkan trias bahwa perjuangan trias itu belum seberapa dengan perjuangan teman2 tunanetra ini.. makasi sudah berbagi mas Andi
Sama2 Trias.. saya juga terinspirasi oleh para pejuang hebat ini…
Mas Wahyu Taufiq, dengan senang hati saya juga ingin memperluas persaudaraan sebagaimana yang saya rasakan dengan mas Andi. Saya ada FB, silahkan add.
🙂 cool !!!