
Suka duka bekerja sebagai tukang bersih-bersih lantai di sebuah tempat hiburan sangatlah banyak. Salah satu yang membuat saya kelimpungan adalah sulitnya membersihkan abu rokok yang menempel di karpet karena terinjak-injak. Di tempat saya bekerja, ada sebuah ruangan mesin poker yang mengijinkan pengunjungnya merokok. Seperti layaknya di Australia pada umumnya, ruangan ini pasti jauh lebih kecil dibandingkan tempat bebas asap rokok. Meskipun kecil, waktu yang diperlukan untuk membersihkan bisa lebih lama karena abu rokok serta puntungnya yang berserakan dan menempel di karpet. Vacuum cleaner tidak berfungsi banyak.
Suatu hari kami mendapat komplain, lantainya tidak sebersih semestinya. Salah satu alasannya adalah pengunjung yang protes dan tidak puas dengan kebersihan lantai ruangan. Anda dan saya tentu bisa menebak dengan mudah, yang komplain itu adalah para perokok. Jika bukan perokok, tentu mereka akan bermain poker di ruang lain dan artinya pasti tidak melihat kotornya lantai ruangan yang dimaksud.
Sebelum terjadinya komplain itu, saya yang justru sering komplain dalam hati saat membersihkan lantai. Di sana telah disediakan banyak asbak yang disbar merata tertapi abu dan puntung rokok masih berserakan di mana-mana. Tidak jarang terjadi, abu rokok yang berserakan di lantai jauh lebih banyak dibandingkan yang dimasukkan ke dalam asbak. Meskipun saya tidak membenci perokok, tetap saja hal ini tidak begitu menyenangkan. Saya kira hal ini juga tidak menyenangkan bagi Anda kalau Anda bekerja seperti saya, membersihkan lantai dari abu rokok, meskipun Anda seorang perokok.
Protes tentang abu rokok yang berserakan ini datang dari seorang perokok. Saya kadang berpikir, menarik sekali dunia ini. Protes terhadap kejahatan memang bisa dilakukan justru oleh penjahat itu sendiri. Orang yang dengan semena-mena mengotori karpet dengan abu rokok kadang bisa jadi orang yang paling semangat mengajukan protes kalau melihat karpetnya kotor. Apa yang saya lakukan? Saya tetap harus membersihkan karpet itu dengan serius sampai bersih. Akan tetapi, saya sebaiknya menghindarkan diri dari perasaan berkecil hati karena tukang protes itu kenyataannya tidak lebih pintar dalam menjaga kebersihan karpet. Saya juga sebaiknya tidak cepat kagum mendengar tukang protes abu rokok yang begitu teliti karena bisa jadi dia adalah perokok yang gagap memanfaatkan asbak dengan semestinya. Ada satu pelajaran penting lainnya: orang kadang merasa berhak protes atas kekacauan yang ditimbulkannya sendiri kalau memiliki banyak uang. Yang menerima protes juga kadang tersenyum dan tetap santun kalau sadar tukang protes ini menentukan apakah dia bisa makan esok hari atau tidak. Demikianlah.
pada dasarnya, diprotes itu tidak menyenangkan mas andi. naluri alamiah sebagai manusia… 😉 bonne note !