
Saat akan ke Monaco, saya melewati imigrasi di Bandara Sydney. Seperti biasa, ada pemeriksaan paspor. Saya menuju ke loket dengan petugas yang nampak berwajah Asia, kemungkinan besar Filipina. Sebelum saya bicara apa-apa dan sebelum dia memeriksa passpor saya dia mengeluarkan satu kalimat yang tidak saya mengerti artinya. Saya tahu itu Bahasa Tagalog. Dia pastilah menduga saya asli Filipina, seperti dirinya.
“Maaf Pak?” saya balik bertanya kepada dia, kali ini dalam Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Inggris. Tentu saja dia tidak mengerti apa yang saya bilang, tetapi segera yakin saya bukan orang Filipina.
“Oh, I thought you are a Philippino!” katanya dengan ringan sambil tersenyum.
Tentu saja tidak ada yang istimewa dari cerita ini. Perlakuan seperti ini sering saya alami di luar Indonesia. Petugas keamanan Gedung PBB di New York juga melakukan hal yang sama ketika saya memasuki gedung itu. Banyak satpam di sana berasal dari Filipina dan tanpa pikir panjang berbicara dalam Bahasa Tagalog dengan saya. Ada asumsi yang bermain di sini. Lebih sering saya tidak hiraukan, tetapi sekali waktu saya merasa agak terganggu juga. Saya menduga ini adalah bentuk sederhana dari sikap ‘stereotyping’ atau ‘generalising’ secara berlebihan. Sangat berbahaya bermain dengan asumsi karena kita tahu, “assumption is the mother of all f**k ups!” Kadang merasa perlu untuk melayani permainan asumsi ini.
Dengan sopan dan pura-pura terkejut, saya berucap “Oh, so you are not an Indonesian?! You look like one. I am really sorry for speaking in Bahasa Indonesia to you.” Diapun memandang saya, terperanjat setengah terpana. Satu sama!
wah, mas Andi bisa nge-smash balik juga ya ternyata.. hehe. apa kabar mas? ke Monaco nggak mampir Jerman nih 🙂
Mb Evita.. thanks ya. Gak sempat ke Jerman.. gak ada waktu [ceah gayanya… padahal nggak ada duit]